Perasaan Menyesal

1373 Kata
“Sean, apa kau sudah gila?” Elena baru saja masuk ke dalam ruang kerja suaminya ketika beberapa jam yang lalu mendapatkan kabar kalau seorang wanita baru saja menyelesaikan beberapa tes. Dan kabar yang terakhir yang ia tahu adalah Sean ingin menyewa rahim wanita itu. Semua mata yang ada di ruangan itu tertuju kepada Elena dan Tania yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu dengan matanya yang melotot, tangannya yang terkepal kuat, dan wajahnya yang berwarna merah padam. Tania segera menutup kembali pintu yang sempat dibuka sahabatnya agar tidak banyak orang yang memperhatikan pertengkaran keduanya. “Elena, kenapa kau ada di sini?” Sean tampak terkejut dengan kedatangan sang istri hingga tanpa sadar bangkit dari tempat duduknya. Bagaimana bisa Elena ada di kantornya? Dan apa yang membuat wanita itu terlihat sangat marah kepadanya? “Jadi wanita ini yang kau pilih untuk kau sewa rahimnya?” Bukan menjawab Elena malah menujuk wanita yang duduk di hadapan Sean hingga wanita itu terlihat sangat ketakutan. Wajah wanita itu sama persis dengan foto yang ada di dokumen yang sempat ia lihat seminggu yang lalu. Ternyata benar dugaan mereka kalau selama ini tanpa diketahui oleh Elena, pria itu sudah menyiapkan rencana lain untuk memiliki anak walau bukan dari rahimnya. Apa Sean memang pria yang bodoh melakukan hal ini bukankah sama saja seperti menggali lubang kuburan untuk mereka? Wanita itu sendiri bernama Rania, ia dengan suka rela menerima tawaran pekerjaan yang diberikan oleh Abadi karena kebutuhan ekonomi. Terlebih sang kakak terjebak hutang judi dengan nominal yang fantastis. “Abadi sebaiknya kau bawa wanita ini keluar dari ruanganku karena ada hal yang ingin aku bicarakan dengan istriku,” titah Sean kepada Abadi yang sejak tadi memang selalu menemaninya. “Baik, Pak.” Abadi dan Rania pun pergi meninggalkan ruangan itu di susul dengan Tania yang juga ingin memberikan waktu kepada Sean dan juga Elena. “Duduklah, biar aku jelaskan semuanya,” pinta Sean yang kini merasa sangat bersalah dengan Elena. Bagaimana pun wanita itu adalah istri sahnya walau dalam status pernikahan palsu, ‘kan? “Aku tidak mau!” “Baiklah tapi jika nanti kau lelah berdiri jangan salahkan aku yang tidak....” Belum selesai Sean menyelesaikan ucapannya wanita itu sudah melangkahkan kakinya dan duduk di sofa dengan kedua tangannya yang dilipat. “Sebelumnya aku minta maaf karena sudah melakukan hal yang mungkin membuatmu marah, El.” “Kalau kau tahu aku akan marah, kenapa kau tetap melakukannya, Sean? Apakah kau tidak tahu kalau hal ini sama saja dengan menggali lubang kuburan kita berdua?” Elena menumpahkan rasa kesalnya kepada pria yang mungkin tidak mengetahui bagaimana dia berjuang untuk menyiapkan masa depannya yang cerah versi dirinya. Kalau dibilang sejak perceraian kedua orang tuanya semuanya jadi terasa sangat sulit sehingga wanita itu harus bekerja keras serta mengorbankan banyak hal di dalam hidupnya. Sementara Sean, memang sejak dulu kehidupannya selalu stabil dan juga terjamin sehingga pria itu bisa duduk di kursi kebesarannya jadi seorang pewaris tunggal di keluarganya. Hanya saja Sean selalu dituntut untuk melakukan banyak hal sebelum ia berada di posisinya saat ini. Tapi kalau mau dilihat dari sudut pandang masing-masing, keduanya memiliki kesulitannya sendiri yang tidak bisa dibandingkan karena memang porsinya berbeda. “Mungkin bagimu jika sampai pernikahan palsu kita sampai terbongkar di depan umum tidak akan banyak merugikanmu tapi buatku ini akan sangat merugikan aku, Sean,” lanjut Elena yang semakin terbawa emosi. Sean sendiri memang merasa bersalah dan tidak banyak mengerti banyak apa yang selama ini sudah dilalui wanita itu. Tapi baginya, Elena sangatlah egois karena tidak sekali pun mengerti tentang dirinya yang juga sudah merasa tertekan. “Lalu aku harus apa, El? Apakah kau tidak bosan mendengar pertanyaan tentang hal itu?” tanya Sean yang kali ini membuka mulutnya dan ingin menyampaikan isi hatinya. Bagaiman pun pria itu juga manusia yang ingin didengar juga. “Selama ini aku mengikuti semua yang kau inginkan walau di luar sana banyak orang menilai buruk tentang pernikahan kita terutama kepadaku,” lanjut Sean sambil meremas rambutnya dengan kedua tangannya yang bertumpuh di pahanya. Untuk pertama kalinya Elena melihat bisa merasakan keputusan asaan yang ditunjukin pria itu. Memang apa yang Sean katakan itu benar, pria itu memilih selalu mengalah dan menuruti permintaannya walau banyak orang di luar tak sedikit memberikan penilaian buruk kepada pernikahan mereka terutama Sean. Mulai dari pernikahan mereka yang dinilai sebagai pernikahan bisnis atau memang untuk menaikkan kepopuleran perusahaan yang saat ini Sean dirikan. Sampai berita buruk lainnya yang ia dengar adalah pria itu di cap mandul karena tidak bisa membuat Elena hamil. “A— aku....” “Begini saja, aku akan memberimu waktu tiga hari untuk memikirkan tawaranku mengenai memiliki anak jika kau setuju, aku akan membatalkan untuk menyewa rahim wanita itu tapi jika kau tidak setuju akan aku pastikan semua berjalan dengan baik tanpa merugikanmu.” Sean mengangkat kepalanya dan menatap Elena yang memberikan tatapan iba kepada dirinya. Elena sempat tersentak karena kehadirannya di sini tidak bisa mengubah keputusan Sean yang sudah bulat. Malah parahnya wanita itu hanya diberikan waktu selama tiga hari untuk memilih. “Ka— kau benar-benar keterlaluan, Sean!” sergah Elena yang bangkit dari tempat duduknya lalu hendak pergi meninggalkan ruangan pria itu tapi langkahnya terhenti. “Aku kira dulu kau pria yang baik karena sudah menyelamatkan aku dari perjodohan ini tapi nyatanya aku salah, kau adalah pria sangat jahat dan tidak memiliki hati sehingga sengaja menjebakku ke dalam pernikahan ini.” Elena sudah berbalik menatap Sean yang juga sudah berdiri dan ingin mengejarnya. Wajahnya terlihat semakin memerah dengan matanya yang terlihat sudah berkaca-kaca mungkin sebentar lagi tangisnya akan meledak. Seketika Sean merasa semakin merasa bersalah setelah mendengar penilaiai wanita itu terhadapnya selama ini. Hatinya terasa semakin sesak ketika Elena melanjutkan kalimatnya kembali sebelum benar-benar pergi. “Aku merasa sangat menyesal karena sudah menikah dengan pria sepertimu, Sean.” Saat itu juga tangis Elena tumpah namun ia memilih untuk segera meninggalkan ruangan Sean. Ia tidak peduli apa anggapan orang mengenai dirinya yang keluar dalam dari ruang kerja sang suami sambil menangis. “Tania, aku ingin pulang sekarang jadi segera suruh supir untuk menjemput di lobi,” titah Elena yang sudah berhasil menghubungi Tania lalu masuk ke dalam lift. Saking tenggelam dalam rasa kecewanya, Elena tidak membalas sapaan beberapa karyawan yang berpas-pasan dengan dirinya selama berjalan menuju lift. “Pa, kenapa semuanya terasa sangat rumit? Kenapa pria itu sangat jahat kepadaku? Aku menyesal telah menikah dengannya, aku menyesal karena sudah mengenalnya.” Kepergiaan Elena yang terlihat begitu kacau tentu memancing pertanyaan besar terlebih sebelumnya mereka sempat melihat seorang wanita keluar bersama Abadi. Mereka sampai menerka-nerka kalau Sean baru saja ketahuan selingkuh oleh Elena hingga mereka bertengkar. Sementara Sean sepertinya menyesal dengan keputusan yang sudah diambilnya selama satu minggu belakangan ini. Ia merasa kalau selama ini dirinya terlalu berobsesi sehingga ego menguasai dirinya. “Seharusnya aku tidak melakukan hal ini kepadanya? Kenapa aku tadi minta maaf jika aku malah berusaha memintanya untuk mengubah tawaran itu atau mungkin memaksanya menuruti apa yang aku mau?” Sean bangkit dari sofa lalu berjalan menuju meja kerjanya dan melempar semua barang yang ada di sana untuk melampiaskan penyesalannya sambil berteriak sehingga membuat para karyawan ketakutan saat mendengarnya. Jika dipikirkan kembali masih ada cara lain yang bisa membuat Elena merubah keputusannya supaya mau memiliki anak dengannya yaitu membuat wanita itu jatuh cinta kepada Sean. Mengingat bagaimana wanita itu memberikan sedikit penilaian baik tentang dirinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, apakah Sean masih bisa memperbaiki hubungannya bersama dengan Elena yang sepertinya sudah sangat kecewa itu? Sean saja merasa sudah sangat pasrah sekali jika nantinya wanita itu akan membatalkan kontrak sepihak dengan menceraikannya. “Permisi, Pak.” Abadi baru saja masuk setelah mengetahui Elena baru saja pergi menggunakan mobilnya. Saat itu memang Abadi sedang berada di menemani Rania di rjang tunggu yang ada di lobi kantor sambil meminum kopi. “Apa yang harus aku lakukan setelah ini Abadi? Semuanya terasa kacau dan sangat berantakan,” tanya Sean ketika melihat asisten pribadinya yang baru saja datang. “Apakah setelah ini Elena akan menceraikanku karena semua kesalahan yang sudah kuperbuat?” tambah Sean. Wajah pria itu memerah dengan matanya yang berkaca-kaca serta dasinya yang sudah berantakan. Abadi juga merasa bingung serta merasa sangat bersalah karena di balik semua ini adalah kesalahannya yang memberikan saran tanpa menilai baik dan buruknya jika Elena sampai mengetahuinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN