Menyelidiki Sean

1402 Kata
“Ternyata kau ada di rumah? Ku kira belum pulang dan masih bekerja,” kata Sean yang baru saja memasuki kamarnya dan melihat Elena sedang membaca majalah. Sean baru saja pulang setelah tadi sempat makan malam di luar dengan rekan bisnisnya yang sengaja mampir ke kantornya. Ia sendiri juga sudah mengirimkan pesan singkat kepada istrinya. Wanita itu sempat terkejut dengan kedatangan Sean yang tiba-tiba saja sudah membuka pintu kamar mereka. Elena sempat menatap pria itu beberapa detik lalu memutuskan mengalihkan pandangannya ke arah majalah. Majalah itu berisikan beberapa gambar dirinya yang baru diambil beberapa hari yang lalu. Sebenarnya setelah makan malam tadi ia ingin langsung tidur tapi ia memutuskan untuk melihatnya sebentar. “Ha— hari ini aku memutuskan libur karena kepalaku masih sangat pusing tadi,” jawab Elena yang masih terdengar gugup tanpa menatap kedua mata pria itu. Entah setan dari mana tapi berhadapan dengan Sean membuat jantungnya berdebar tidak menentu apalagi ketika di benaknya saat ini berputar adegan ciuman panas kemarin malam. Sean menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju kamar mandi. Sebenarnya pria itu tidak kalah berdebar dengan Elena tapi sebisa mungkin ia bersikap tenang. Ia hanya ingin tahu bagaimana respon Elena yang ternyata masih sama seperti biasanya terlihat cuek dan juga dingin kepadanya. “Syukurlah dia tidak membahas tentang kejadian semalam,” gumam Elena sambil membuang napas lega karena sejak tadi ia berusaha menahan napasnya. Namun di saat bersamaan dengan itu Sean keluar dari kamar mandi hingga tanpa sengaja kedua matanya saling bertatapan dalam beberapa detik. Dan setelahnya keduanya terlihat salah tingkah sambil menghindari kontak mata satu sama lain. “Ke— kenapa kau keluar lagi? Apa ada yang ketinggalan?” tanya Elena basa-basi sambil menggaruk tengkuknya. “I— itu...” Sean terlihat kebingungan untuk mencari sebuah alasan yang tepat karena pria itu bingung mengapa ia keluar dari kamar mandi begitu saja. “Aku ingin men-charger ponselku karena setelah ini aku ingin menghubungi Abadi.” Sean segera melangkah kakinya menuju meja kecil yang ada di samping tempat tidur mereka. Tapi seketika saja ia ingat dengan dokumen yang tanpa sengaja ia letakkan di atas meja. “Apakah Elena sudah melihat isi dokumen ini?” “Oh ya tadi aku ingin menghubungimu dan bertanya tentang dokumen itu....” Sorot mata Sean yang tadinya menatap dokumen itu beralih ke arah Elena. “Aku berniat ingin menyuruh supir jika memang dokumen itu penting.” “Dokumen ini tidak begitu penting tapi apakah kau sudah membukanya?” tanya Sean. “Aku sempat membukanya dan hanya berisikan informasi seorang wanita yang aku pikir hanya salah satu karyawanmu...” Sean membuang napas lega karena istrinya masih menyimpan pikiran postif mengenai dokumen itu. “...Tapi aku sempat berpikir kalau mungkin saja dokumen itu berisi kandidat calon...” Sean menelan salivanya secara perlahan karena bisa saja Elena berpikir buruk atau mungkin mengetahui tentang tujuannya kali ini. “Calon?” “Iya calon karyawan barunya ada sejenisnya tapi kalau tidak terlalu penting ya sudah,” jawab Elena yang sama sekali tidak terlihat mencurigai Sean. Sean hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Pria itu merasa beruntung karena memang Elena tidak menaruh curiga kepadanya. Tapi bukankah hal ini terasa seperti Sean akan berkhianat kepada istrinya? Semacam berniat ingin selingkuh? “Kalau begitu, aku akan mandi sekarang,” pamit Sean. Sebenarnya Elena perlahan menaruh curiga dengan wajah pucat pria itu ketika dirinya menayakan tentang dokumen itu tapi ia menepisnya karena mungkin saja Sean memang merasa takut jika dirinya membahas soal kejadian semalam. *** “Elena, pose terakhir ya,” kata seorang fotografer mengingatkan. Elena hanya membalasnya dengan sebuah anggukan kepala serta senyuman. Sebelum gambar dirinya kembali diambil olehnya wanita itu sudah memberikan pose sesuai arahan yang diberikan. Setelah terdengar suara jepretan serta kilatan cahaya dari kamera tersebut, berakhir juga salah satu pekerjaan Elena di hari itu. “Terima kasih Elena untuk hari ini semuanya sudah selesai.” “Iya terima kasih juga Mas Danu dan juga semuanya,” balas Elena sambil tersenyum sambil berjalan mendekat ke arah Tania. “Nih minum dulu,” tawar Tania sambil memberikan botol minum berisi air mineral milik Elena yang memang selalu dibawanya dari rumah. Elena meraih botol tersebut dan berjalan menuju kursi di mana dirinya sempat di rias setengah jam yang lalu. Setelah itu Elena memilih untuk melegakan tenggorokannya dengan air itu. “Kita mau langsung pulang atau ke mana dulu, El?” tanya Tania. “Kita cari tempat makan dulu ya soalnya laper nih,” jawab Elena sambil mengusap perutnya yang sejak tadi sudah meronta akibat kelaparan. “Ayo kita langsung cus kalau begitu soalnya semua barang bawaan kamu udah aku masukkan ke dalam mobil,” ajak Tania yang langsung dijawab senyuman oleh sahabatnya tersebut. Wanita itu segera bangkit dan berpamitan kepada semua orang yang hari ini sudah bekerja sama dengannya. Walau terasa lelah tapi apa yang dikerjakannya ini adalah pekerjaan yang menyenangkan baginya. “Oh ya El, kamu udah denger belom kalau temen sekolah kita yang namanya Rina baru aja menyelesaikan sidang perceraiannya padahal dia udah nikah selama lima tahun loh,” kata Tania yang membuka obrolan di sela makan siang mereka di sebuah restoran yang tidak jauh dari tempat pemotretan yang dilakukan Elena tadi. “Memang apa alasannya sampai mereka bercerai?” “Mereka cerai gara-gara sih Rina enggak bisa kasih dia anak dan jadilah suaminya selingkuh sama wanita lain yang udah hamil sekitar sembilan minggu kalau aku enggak salah dengar.” “Apa? Dasar cowok b******k maunya enaknya aja giliran enggak dikasih kemauannya cari wanita lain,” kata Elena yang terlihat geram mendengar cerita tersebut. “Ya begitulah makanya aku kasih tahu nih sama kamu, siapa tahu Sean tiba-tiba nyeleng dengan selingkuh dengan wanita lain gara-gara kamu enggak mau punya anak sama dia.” Mendengar hal itu membuat Elena terdiam dan kembali mengingat dokumen yang sudah dibacanya kemarin tentang informasi seorang wanita yang tidak ia ketahui. “Aku cuma takut hal ini jadi bumerang buat pernikahan palsu kalian apalagi karier kamu lagi bagus-bagusnya loh,” tambah Tania. Elena menatap mata wanita yang ada di hadapannya. Ucapan Tania memang terdengar sebagai peringatan untuknya tapi rasanya terdengar begitu menakutkan baginya. Rasanya ia masih belum siap melepaskan semua yang sudah ia dapatkan secara susah payah sejak dulu. “Harusnya Sean enggak melakukan hal itu kan ya...” Elena menenggak minuman miliknya. “Ya seharusnya memang enggak tapi kalau ada desakan dari sana-sini kita enggak akan pernah tahu loh.” Sungguh ucapan Tania benar-benar sudah berhasil membuat wanita itu ketakutan hingga kehilangan nafsu makannya. “Tapi El, apa sampai saat ini Sean masih membahas mengenai memiliki momongan?” Elena menggelengkan kepalanya dengan wajahnya yang semakin terlihat pucat. “Saran aku sebaiknya kamu selidiki Sean dari sekarang sebelum semuanya terlambat karena takutnya hal yang selama ini kita takutkan beneran kejadian,” pesan Tania. “Tapi bagaimana aku menyelidikinnya? Soalnya aku takut apalagi kemarin aku sempat lihat dokumen berisi informasi seorang wanita.” “Apa?” Tania benar-benar terkejut karena kemarin saat mereka bertemu wanita yang ada di hadapannya tidak mengatakan hal apa pun tentang hal ini. “Kenapa ekspresi kamu kayak gitu? Kasih tahu aku apa Sean benar-benar akan melakukan hal itu?” Kali ini Elena benar-benar terlihat sangat panik serta menaruh rasa curiga yang besar kepada pria itu. Bukan rasa takut kehilang seorang suami melainkan semua hasil dari kerja kerasnya. “Kamu tenang dulu, ini baru dugaan aku aja tapi semoga aja enggak benar ya tapi aku akan bantu kamu untuk sewa orang agar bisa mengawasi gerak-gerik Sean jadi kita bisa tahu semua aktivitasnya,” kata Tania yang berusaha menenangkan sahabatnya. “Apa aku cerai aja sama Sean ya, Tan?” Entah dari mana munculnya pertanyaan konyol tersebut tapi yang jelas saat ini Elena merasa pernikahannya seperti dua mata pisau yang mungkin saja bisa menyakitinya. “Jangan konyol deh, El.” “Tapi Ah...” Elena tidak bisa berpikir jernih lagi hingga menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang bertumpu pada meja. “Sekarang kamu tenang dulu dan bersikap seolah enggak ada apa-apa biar penyelidikan kita berjalan lancar, oke?” Elena menarik napasnya lalu membuangnya secara perlahan. Ia berharap kalau ini hanya sebuah rasa takut yang berlebih dan Sean tidak melakukan tindakan sampai sejauh itu. “Oke, aku serahkan semuanya sama kamu.” “Tapi El, kamu juga harus bisa mengambil keputusan lain jika Sean masih tetep kekeh sama keinginannya untuk memiliki anak ya,” kata Tania. “Apa pun itu bakalan aku lakukan asalkan jangan sampai ada skandal yang dibuat Sean selama aku nikah sama dia.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN