Hampir Lepas Segel

1361 Kata
Selama rapat pagi ini Sean kembali mengingat adegan luar biasa yang tidak pernah dilakukan olehnya bersama Elena selama mereka menikah. Beruntung semalam ia masih bisa menahan dirinya untuk tidak menodai wanita itu. Walau itu bukan hal yang salah untuk dilakukan tapi Sean tidak mau memanfaatkan kondisi dan situasi yang ada. Pria itu memilih untuk melakukannya dalam keadaan mereka sama-sama sadar dan bukan tanpa paksaan. “Apakah wanita itu sudah mengingat semua kejadian yang terjadi semalam? Tapi bagaimana aku harus menghadapinya jika nanti kami bertemu di rumah?” Karena merasa kesal semalam Sean meninggalkan Elena yang masih duduk di atas lantai. Pria itu memutuskan untuk membersihkan tubuhnya serta mengganti pakaian lebih dulu di kamar mandi. Setelah selesai Sean membawa tubuh wanita itu ke atas tempat tidur. Awalnya pria itu ingin mengganti pakaian Elena tapi ia tidak ingin dicap sebagai pria yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan. Sehingga ia pergi mengambil pakaian tidur milik Elena serta handuk bersih untuk membasuh wajah serta mulut Elena yang sempat muntah tadi. “Elena, bangun lah...” titah Sean sambil menarik tubuh wanita itu dan menyandarkannya di kepala tempat tidur. “Aku tahu kau pasti besok akan marah jika aku membantumu menggantikan pakaianmu itu jadi sebaiknya ganti pakaianmu dulu ya.” Elena yang sudah setengah sadar itu menganggukkan kepalanya lalu meraih pakaian yang ada di pakuannya. Sementara Sean buru-buru memejamkan matanya dan membalikkan tubuhnya. Sungguh Sean adalah pria yang menepati kata-katanya hingga tidak tergoda untuk melihat bagian tubuh wanita yang memang sudah berstatus istri sahnya. “Apakah kau sudah mengganti pakaianmu, Elena?” tanya Sean setelah lima menit ia menunggu wanita itu. Tapi sayang tidak ada jawaban hingga ia memutuskan untuk berbalik dan benar saja yang ia ajak bicara sudah tertidur lelap layaknya bayi. Sean mendekat dan melempar pakaian itu ke sembarang. Pria itu sempat mengambil tisu basah yang ada di atas meja yang berada tepat di sebelahnya. Sean berpikir tidak akan baik rasanya jika wanita itu tidur masih menggunakan riasan utuh. Detak jantungnya kembali terpacu ketika secara dekat ia berhadapan dengan wajah cantik Elena. Seperti ada berjuta kupu-kupu yang berterbangan di perutnya sehingga wajahnya kembali memanas dan bersemu merah. Dan yang paling aneh itu akhirnya terjadi saat Elena membuka matanya serta memandang wajah tampan suaminya. Kali ini wanita itu merasa tidak bisa mengendalikan dirinya hingga ia menarik tengkuk Sean agar lebih dekat lalu menempelkan bibirnya di bibir pria itu. Tembok pertahan Sean yang dibangun sejak tadi pun akhirnya runtuh, pria itu kini mengambil alih dengan melumat bibir Elena yang terasa manis itu serta memabukkan baginya. Apakah mungkin efek alkohol kini berpindah kepada Sean? Elena sempat membuka kembali matanya yang sempat tertutup hingga ia dapat melihat wajah tampan Sean yang saat ini juga tengah menutup matanya. Dengan dorongan hasrat yang ada dalam dirinya, wanita itu mulai membalas lumatan itu dengan kedua tangannya ia kalungkan di tengkuk Sean. Perlahan namun pasti lumatan itu semakin menuntut tapi tiba-tiba aja Sean memutuskan untuk mengakhirinya ketika mengingat kembali bagaimana penolakan Elena beberapa hari yang lalu tentang memiliki anak. “Maaf Elena aku tidak bisa melanjutkannya,” bisik Sean sambil melangkah mundur menjauh dari tubuh istrinya. Walau ada yang sudah terbangun dari dalam dirinya tapi entah kenapa Sean merasa harga dirinya sudah terluka dengan penolakan Elena sehingga ia memilih untuk menyelesaikan sendiri urusannya tersebut. *** “Dokumen apa ini?” gumam Elena sambil meraih dokumen yang berada di atas meja tepat di sebelah tempat tidurnya. Wanita itu baru saja selesai mandi dan sebelumnya sedang mengeringkan rambutnya tapi tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada sebuah dokumen. “Apakah Sean lupa membawanya tadi?” Karena merasa penasaran Elena pun membuka dokumen tersebut yang berisi satu lembar foto serta informasi mengenai wanita itu. Wanita itu tidak merasakan kejanggalan apa pun karena ia pikir mungkin dokumen tersebut adalah kandidat salah satu karyawannya yang baru ingin bekerja di perusahaan Sean. “Tumben sekali dokumen tentang pekerjaan ini ada kamar, bukankah biasanya ia meletakkan semua dokumen tentang pekerjaan di ruang kerjanya?” Elena meletakkan kembali dokumen itu dan berusaha mengabaikannya. Ia tidak ingin ikut campur dalam urusan perusahaan Sean. Wanita itu beralih ke meja riasnya, duduk di sana sambil kembali mengeringkan rambutnya. Walau masih terasa sedikit pusing Elena kembali mengingat apa yang sudah terjadi semalam. “Astaga, apa yang sudah aku lakukan?” Elena merasa begitu malu saat mengingat dirinya tanpa sengaja muntah sampai mengenai pakaian Sean. Selain itu, Elena ingat sekali kalau dirinya sempat terpesona dengan tubuh atletis pria itu. “Bodoh sekali kau, Elena,” teriak wanita itu sambil menutupi wajahnya menggunakan handuk yang sempat dipakainya. “Apa yang harus aku lakukan ketika berhadapan dengan Sean nanti? Aku benar-benar merasa sangat malu.” Wajah Elena tampak sangat merah seperti kepiting rebus, ia terus memikirkan cara untuk menghadapi Sean setelah mereka bertemu nanti. Sekarang wanita itu merasa sangat menyesal karena sudah menerima ajakan minum alkohol bersama rekan-rekannya semalam. Andai waktu bisa diputar kembali, sebisa mungkin ia akan berusaha mengendalikan diri untuk tidak minum terlalu banyak, apalagi sampai melakukan hal aneh seperti yang dimaksudkan oleh Sean pagi tadi. Haruskah Elena menutupi wajahnya dengan topeng nanti? Atau haruskah Elena pergi sejauh mungkin sampai pria itu lupa kejadian semalam? Di saat yang bersamaan seseorang mengetuk pintu kamarnya hingga jantung wanita itu kembali berdetak pintu dan menerka-nerka siapa yang ada di balik pintu tersebut. Wajahnya juga terlihat kembali bersemu merah. Mau tidak mau tetap saja Elena tetap melangkahkan kakinya untuk membuka pintu karena ketukan pintu itu terdengar semakin gaduh hingga memancing rasa kesal di hatinya. “Tania, kau....” Elena membulatkan matanya merasa terkejut. Sahabatnya itu hanya memberikan senyuman dan dengan cepat Elena meraih tangan Tania dan membawanya masuk ke dalam. Tak lupa wanita itu menutup pintu kamarnya karena memang ada hal yang ingin dibicarakan. “Elena, kenapa kau menarikku seperti kuda?” keluh Tania yang kini merasa kesal dengan perlakuan sahabatnya. “Kenapa kau membawaku pulang ke rumah semalam?” Tania memiringkan kepalanya dengan dahinya yang berkerut, ia merasa bingung. “Memangnya kau ingin aku membawamu ke mana?” “Ya kau bisa membawaku menginap ke apartemenmu karena gara-gara ulahmu itu aku jadi....” Elena tidak melanjutkan ucapannya karena ia enggan menceritakan secara detail apa yang sudah terjadi semalam. Sedangkan Tania benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya itu apalagi tadi saat bicara di telepon, Elena mengatakan hal yang menurutnya ambigu hingga memancing rasa penasarannya. Tania memegang kedua lengan sahabatnya dengan raut wajahnya yang serius. “Katakan padaku sebenarnya apa yang sudah terjadi di antara kalian dalam waktu semalam? Apakah kau dan Sean melakukan hubungan suami dan istri?” “Jangan bercanda, aku dan dia tidak melakukan hal sejauh itu,” jawab Elena sambil menjauhkan tangan Tania. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju tempat tidurnya dan duduk di salah satu sisinya. Tania yang mendengar hal itu tentu merasa ada hal yang janggal. “Lalu, kenapa kau membenarkan kalau kalian tidur bersama?” “Ya ampun Tania, kalau kami tidur di kamar terpisah apa kata para pelayan di rumah ini?” “Eh iya sih tapi kan salah satu dari kalian bisa tidur di sofa atau menambahkan kasur baru.” “Apa kau sudah gila menyuruhku tidur di sofa? Sudahlah jangan membahas hal ini lagi,” kata Elena yang sudah malas membahas hal ini tapi ia sebenarnya masih butuh solusi. “Baiklah tapi jawab satu pertanyaanku, apakah kalian pernah saling berciuman saat sedang berdua saja?” tanya Tania yang benar-benar penasaran. “Ciuman?” Elena merasa tidak asing dengan apa yang ditanyakan oleh sahabatnya itu sampai akhirnya ia mengingat seluruh kejadian semalam termasuk ciuman napass itu. “Astaga, Tania!” teriak Elena yang benar-benar merasa malu yang berkali-kali lipat. “Kau kenapa Elena? Apa benar semalam terjadi sesuatu? Atau....” Elena menatap Tania dengan kedua matanya yang sudah membulat. “Sungguh semua ini benar-benar salahmu, Tania,” kata Elena menyalahkan sahabatnya sembari bangkit lalu mengejar sosok Tania yang menjauh darinya. Ingin sekali Elena melampiaskan rasa kesalnya kepada Tania yang hampir membuat dirinya kehilangan segel perawannya tersebut. “Aku benar-benar minta maaf Elena tapi semalam Sean sudah meyakinkanku kalau ia tidak akan melakukan hal buruk kepadamu,” kata Tania memohon maaf kepada sahabatnya tersebut. “Apa Sean mengatakan hal itu?” Elena bergeming sejenak karena merasa terkejut. Sementara Tania menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN