MUSIK 21

869 Kata
Langit : Lo di mana? Lupa kalau hari ini Bunda ultah? Me : Gue udah di RS, bege! Jingga membawa kue tart bertuliskan 'Selamat ulang tahun, Bunda' sambil terus menyunggingkan senyum menuju koridor panjang ruang rawat sang bunda. Jingga berjalan untuk mengunjungi sebuah kamar yang sudah ia hafal. Mendadak ia menjadi gugup karena sudah hampir lima bulan tidak menjenguk bundanya di rumah sakit. Betapa ia begitu merindukan sosok itu. Pintu kamar terbuka, dan Jingga mendapati perempuan tersayangnya sedang duduk di kursi, melihat ke luar jendela. Sepertinya sang bunda belum sadar bahwa Jingga datang menjenguk. Wanita berperawakan kurus itu menengok, Jingga tersenyum, menaruh kue tart pada meja kemudian berjalan untuk memeluknya. Wanita yang melahirkannya, yang sangat ia sayangi. “Gimana kabar Bunda? Maafin Jingga karena baru sempet jenguk,” ucapnya perlahan. Bundanya melepaskan pelukan Jingga lalu menatap Jingga seolah-olah menilai. “Kamu siapa, Nak? Meluk-meluk saya?” Ini masih terjadi... “Jingga anak Bunda.” “Saya belum menikah, masa sudah punya anak?” Bundanya tertawa pelan kemudian melirik tart di meja. “Kue? Kue?! Aku mau kue!” Jingga mencoba tersenyum, ia mengambil potongan tart itu kemudian menyalakan lilin berangka 42 sambil menyanyikan lagu ulang tahun, sekuat tenaga menahan tangis di pelupuk mata. Hari itu, hati Jingga patah.   ***   Vano mencoba merangkum semua bab yang berada di hadapannya, tetapi ia tidak fokus sama sekali. Baru pertama kali Vano merasa tidak cukup good mood untuk belajar. Vano melirik Luna yang berada di hadapnnya, gadis itu sedang mencatat dengan giat sambil sesekali bernyanyi dengan suara pelan. Vano menyukai pemandangan indah di depannya. “Kepada seluruh siswa-siswi kelas dua belas, dimohon segera berkumpul di lapangan sekarang juga, karena ada pengumuman.” Luna menjauhkan pandangannya dari buku, anak rambutnya ia rapikan sedikit lalu melirik Vano. “Yaaah, ada pengumuman. Kita lanjutin nanti?” Vano langsung membereskan buku-bukunya. Lagi pula, sejak tadi Vano memang tidak fokus. Entah kenapa dan entah mengapa. Mereka berjalan menuju lapangan, untung saja jarak dari perpustakaan menuju lapangan sangat dekat. Vano melihat hampir semua murid sudah berada di lapangan. Ia mendengar Leo yang meneriaki namanya. Vano langsung mengajak Luna berjalan menghampiri Leo. Baru setengah berjalan, Vano melihat Jingga yang berdiri di dekat Leo. Gadis itu seperti kesal pada Leo dan berjalan pelan-pelan mejauhi Leo yang tidak sadar karena sibuk menggoda para siswi. Vano terus berjalan, dan ketika matanya bertemu dengan manik mata Jingga, entah kenapa Vano langsung memalingkan wajahnya. Mata itu, Vano enggan menatapnya. Tak lama, terdengar suara Kepala Sekolah yang mulai memberi kata pembuka. Lagi-lagi Vano merasa tidak fokus. Ia malah mengedarkan pandangan ke seluruh sudut, sampai ia melihat gadis itu lagi. Jingga sedang mengobrol dengan Bara sambil terkekeh, bahkan mereka terlihat tertawa bersama. Vano mendengus kecil.  Kalau mau bercanda, harusnya mereka berdua jangan ikut mendengarkan pengumuman! kesal Vano dalam hati. Vano langsung mengalihkan pandangannya. Bukannya itu bukan urusan Vano? Vano tidak peduli. Terserah mereka mau berbuat apa. “Seru, ya!” Luna terlihat bersemangat dan Vano tidak tahu mengapa. “Lo dengerin pengumuman kan, Van? Kok lo bingung gitu?” Apa Vano tidak mendengarkan pengumuman? Kenapa ia terus-terusan tidak fokus? Vano berdehem, “Emang apa?” “Kita bakal kemah di Puncak setelah UN.” Vano mengangguk-angguk, ia tidak terlalu excited. Vano punya villa di puncak dan ia bisa kapan saja ke sana. Lalu Luna mengibaskan tangan kanannya tepat di hadapan wajah Vano yang sedang mengunci fokusnya pada satu titik.  Wajah Jingga terlihat memerah, karena Bara sepertinya sedang memberikan sebuah lelucon padanya. Bara juga terlihat gemas dan mengacak rambut Jingga sampai tali di rambutnya terlepas. Bara dengan santai mengambil tali itu dan mengikat rambut Jingga lagi.  Gue nggak pernah ngacak-ngacak rambut dia. Vano melirik tangan kanannya, kemudian ia menghempaskan pikiran asing yang membuatnya hilang fokus. Kenapa Vano jadi kurang fokus akhir-akhir ini? Dan, untuk pertama kalinya, Vano menyadari bahwa dirinya peduli dengan masalah sepele seperti ini.   *** Suasana musik melow yang membuat mata mengantuk, mengalun di seluruh ruangan kamar. Leo menguap terus sedari tadi. Ia mengutuk Vano yang memilih lagu melow untuk menemani mereka belajar bersama. Leo akhirnya menyerah dan membiarkan lagu itu menguasai kamarnya. Ia melirik Vano dan Bara yang tidak belajar, karena mereka malah sibuk dengan ponselnya.  Mentang-mentang pada pinter! “Mau belajar apa main Hp,” sindir Leo. Tapi nampaknya Vano dan Bara tak mendengar. “Kalian lagi ngapain, sih?” “Chat,” jawab kedunya secara bersamaan. “Sama siapa?” Terdengar sebuah jawaban “Jingga.” Dan “Luna.” Secara serentak! Kedua alis tebal milik Leo terangkat, merasa tidak paham. Sedangkan Bara langsung melirik Vano, begitu pula Vano yang melirik Bara. “Bara, lo chat sama Jingga dan lo Vano, chat sama Luna?” Leo benar-benar bingung dengan kerjaan dua sahabatnya ini. “Kok ketuker?” “Lebih baik lo lanjut belajar,” ucap Dion. Tapi tetap, Leo merasa ada yang janggal. “Kenapa kalian nggak chat sama cewek kalian masing-masing?” Vano mengambil tasnya, memasukkan buku dengan gerakan cepat. Ia langsung keluar dari kamar Leo, lalu tak lama Bara pun pamit. Dion berkata pada Leo, “Mereka udah putus. Sekarang Bara sama Vano jomblo, Yo.” “Kok gue nggak tahu? Kok gue ngerasa jadi orang b**o?” “Lo emang stupid, Man.” Leo mendengus keras . “k*****t!”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN