14) Semusim

2165 Kata
Seperti yang sudah diprediksi, Argi tak percaya kalau aku pergi untuk menemui Nania atau siapapun. Dia memaksaku untuk video call sebagai pembuktian ucapanku. Dan akhirnya mau tidak mau aku harus jujur, walau sebenarnya Argi bisa aja dibohongi karena dia tidak tahu kolam  renang dan rumah belakang Tante Melia. Tapi tak ada gunanya bohong. Akhirnya aku pun harus menyanggupi permintaaanya untuk memberikan nomor hapenya pada Tante Melia. Ngotot banget Argi sama Tante Melia. Dan ini baru pertama kali terjadi Argi sebegitu frontal menunjukkan minatnya pada seorang wanita. Mungkin dia udah bosen berpura-pura cool dan jaim saat dikejar gadis-gadis SMA. [Kalau sama cucunya Mak Erat gua percaya deh, gak usah pake obat kuat, kan?] pesan Argi via pesan whattapps. [Yoi] aku membalas singkat. [Sepertinya gua mesti cepet-cepet ketemu Om Herman nih, buat berguru, wkwkwkw] Bibirku refleks ngakak walau tidak terlalu keras. Argi pernah sangat antusias ngobrol panjang lebar dengan Om Herman seputaran masalah mistik dan klenik. Tampaknya obrolan itu masih membekas di benaknya. Aku sendiri tidak terlalu meyakini hal-hal demikian. Walau menurut cerita Mama juga Uwa, Om Herman adalah seseorang yang memiliki kemampuan mistis lebih dibanding kebanyakan orang. Emang gue pikiran dan meneketehe. Yang pasti, menurutku pribadi, Om Herman itu memang orangnya super asik banget tanpa harus dikait-kaitkan dengan unsur mistis dan sejenisnya. [Mantap Bro. lu bener-bener beruntung bisa jadi kesayangannya Tante Meli] Hah! Apakah aku dan Alvin termasuk dua remaja kere yang beruntung? Hahaha berlebihan sekali kau, Alvin! Setelah menunggu kurang lebih lima belas menitan, Tante Melia sudah kembali lagi. Dia berjalan sangat anggun dan gemulai, mengenakan pakaian tidur warna pink terusan dan berikat pinggang dengan panjang tidak sampai menutupi lututnya. Baju tidur tampaknya terbuat dari bahan satin yang sangat lembut dan mengkilat. Ketipisannya baju tidur itu menerawangkan dalaman warna gelap penutup area intim dan dua gunung kembarnya yang sama-sama menonjol. Tante Melia tersenyum genit saat menyadari tangan kananku bergerak pelan membetulkan posisi si jagur yang tampaknya sudah benar-benar tak nyaman terpenjara di balik celanaku yang sesak. Darahku berdesir membakar gairaah dan gelora muda yang tidak bisa lagi setenang air kolam dan hembusan angin malam.    “Kenapa Pras, gak nyaman ya dududknya?” Tante Melia bertanya dengan suara yang sangat lembut. Aku hanya mengangguk ragu, entah ketidaknyamanan mana yang sebenarnya sedang aku rasakan. “Buka aja celana panjangnya, biar enak denger ceritanya,” rayu Tante Melia. “Eh, masa di si…..” Suara seketika tercekat. Si jagur mendadak terkejut saat tangan Tante Melia kembali memegangi dan mengelusnya dengan manja.  “Hehehe tenang, Pras. Aman. Gak akan ada yang ngintip kita. Semua orang sudah tidur kecuali satpam jaga di depan sana.” “Yakin gak bakal ada orang ke sini, Tan?” Aku masih ragu walau mungkin memang sudah sangat aman. “Pras sangat tahu akses ke kolam ini, kira-kira dari pintu mana lagi orang bisa masuk. Dari gerbang pun sudah dicegat satpam kali, hehehehe.” “Kan satpam juga orang, Tan.” “Hahaha, bener sih, tapi kan mereka udah tahu. gak mungkin berani ngusik kita.” “Tapi….” “Ya terserah sih, kalau memang nyamannya begitu. Kalau pun satpam melihat kita gak pakai baju, paling nganggapnya mau renang, simple kan?” tanya Tante Melia. Setelah berpikir beberapa saat dan beberapa kali mengedarkan kembali pandangan ke segala arah, ditambah keyakinan tidak mungkin ada orang lain yang berani masuk area ini, aku pun segera berdiri. Dengan mata dan kepala yang terus mengeawasi keadaan sekeliling, kedua tanganku membuka sabuk dan memelorotkan celana jeansku hingga menyisakan celana dalam dan kolor. Gila! Debarannya mulai terasa. Setelah melipat celana dan menaruhnya di salah satu kursi kosong, aku pun merapikan posisi si jagur yang makin sombong berdiri setelah posisinya jauh lebih nyaman dan lapang. “Siani duduk lagi, kita mulai ya critanya.” Tante Melia mnarik lembut tanganku dan aku pun duduk, berusaha santai di sampingnya. “Si jagur sepertinya jauh lebih siap denger ceritanya, dari tadi berdiri aja, hehehe.” Tante Melia terkekeh dengan tangan yang terus makin gemas mengelus lembut si jagur. “Sudah siap dari tadi siang malah,” balsku sambil sedikit menggeser p****t ke depan, lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi, hingga si jagur yang membentuk tenda di celana kolor makin terpampang jelas menyembul. “Masa sih? Siap apa nih si jagur. Siap denger cerita atau….” Tante Melia tersenyum simpul wajahnya merona semringah. Kedua matanya berbinar genit. Dia lalu menyilangkan sebelah kakinya seolah-olah ingin menyembunyikan sarangnya si jagur, namun justru mengesplor pada kiri bagian dalam yang putih, mulus dan selembut mentega. Si Jagur pun ikut berdenyut. “Siap dimanjakan setelah mendengar cerita nanti, hehehehe,” balasku kepalang tanggung seraya mencium kening Tante Melia yang jaraknya hanya beberapa centi dari wajahku. “Oke deh, sabar ya jagur,” ucap Tante Melia setelah melepaskan tangannya dari si jagur dan memblas ciumanku dengan sangat singkat. Tanpa menungguku bertanya lagi, Tante Melia langsung menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan keluarganya, entu saja menurut versinya. Namun tidak terlalu jauh dengan cerita versi Nania, Bu Marni juga versi Argi. Hanya saja Tante Melia melengkapinya dengan kisah cinta dia dengan Pak Gunadhi. Kisah yang aku rasa sama sekali tidak terlalu penting. Apakah kisah petualangan Pak Gunadhi dengan beberapa daun-daun muda, termasuk Firda. Benar-benar menjengkelkan, namun memang sama sekali aku tidak merasa lagi cemburu. Sepertinya cintaku pada Firda sudah padam sejak mendengar ada video Firda dari Argi. Selama Tante Melia bercerita aku nyaris tidak bersuara kecuali desahan-desahan kecil saat Tante Melia meramas atau memegangi si jagur dengan sedikit keras. Namun untungnya ceritanya tetap selesai walau beberapa kali terputus oleh ciuman dan ciuman mesra. Bahkan tejeda cukup lama saat dia mengulum si jagur yang masih belum memuntahkan laharnya. “Sebenarnya Alvin anak baik. Tante juga tidak terlalu marah sama dia. Hanya memang harus ada sedikit terapi shock aja. Supaya dia sadar bahwa jangan gegabah dalam bertindak, terus kalau sama-sama menikmati mengapa harus mengkhianati,” pungkas Tante Melia menutup cerita pajang lebarnya. “Setuju, Tan. Dan saya pastikan Alvin bukan menjebak Tante, tapi justru dia yang terjebak permainan Galang, maaf kalau saya salah prediksi.” “Yes, tante tahu itu. Sayangnya Alvin langsung kabur, kesannya pengecut banget kan? Itu aja sih yang bikin tante kesal. Semestinya dia datang minta maaf sama tante sambil menjelaskan semua, agar tante tahu duduk perkaranya dari berbagai sumber.” Tante “Iya, maklum Tan. Alvin masih labil, dia sangat ketakutan dan…” ucpku ambil menarik leher Tante Melia dan memeluknya mesra lalu mencium kembali pipi dan keningnya. “Dan tidak bertanggung jawab. Intinya pengecut kan, hehehehe.” Tante Melia melanjutkan ucpanku yang terputus. “Hehehe, jadi Tante sudah gak marah lagi nih sama Alvin?” tanyaku dengan perasaan yang sangat happy, Tante Melia sudah bisa tersenyum bahkan terkekeh saat membahas Alvin, itu artinya dia sudah tidak marah atau kesal lagi. Iya gak? “Pras, kalau Tante marah atau punya niat mencelakakan Alvin, apa sih susahnya. Alvin hanya anak muda yang masih hijau dan gak punya apa-apa. Tak akan habis tabungan tante kalau dipakai sekedar menangkap atau memenjarakan dia. Buktinya tante biarkan dia kabur kan?” Tante Melia meyakinkan keraguanku. Yes, persis seperti yang aku pikirkan sejak tadi. Rasanya tak mungkin Alvin bisa lolos dari jeratan Tante Melia jika pengacara tajir ini benar-benar mengejarnya. Alvin bisa lolos dan bebas kabur bukan karena kehebatannya bersembunyi tapi karena Tante Melia memang tidak mencarinya. “Ma..maf Tan, ta..tapi kenapa harus mengirim orang ke rumah Alvin, Tan?” “Hehehe, sudah tante bilang, itu hanya sekedar shock terapi aja. Cuma sekali aja kok setelah gak ngutus orang lagi.” Fix yang sering mendatangi rumah Alvin berarti teman-teman Argi yang ingin berguru menaklukkan Tante Melia. Hmmmm, repot dan menakutkan juga ternyata jadi master meesum, hihihi. “Malam ini pun kalau tante mau, bisa kok nangkap dia. Alvin sedang di rumahnya si Galang. Minta perlindungan dan tanggung jawab si Galang. Lucu ya, ngapain minta perlindungan sama si Galang, anak sendiri kan lagi kalang kabut keluarganya, hehehe.” “Alvin berarti di Cirebon ya, Tan?” tanyaku antusias. Tante Melia mengangguk dan hatiku benar-benar plong,   Aku menatap Tante Melia sekilas, lalu membuang pandangan ke arah lain. Beberapa saat kami saling berdiam diri, bermain dengan pikiran masing-masing. Timbul juga perasaan kesal, kenapa Alvin mesti ke rumah Galang. Mereka juga lagi pusing dan bingung. Sungguh aneh di kurus gedong ini! “Tante baru tahu kalau Pras asli Sukabumi, loh. Anak Jampang Surade lagi, hehehe,” ucap Tante Melia memecah kesunyian. “Kenapa dengan orang Jampang Surade, Tan?” tanyaku penasaran. “Entahlah mugkin mitos atau apa, katanya sih orang sana itu jago peletnya, hehehe,” balas Tante Melia seraya memainkan telapak tangan meremas tanganku. Seperti gadis belia yang malu-malu karena jatuh cinta. “Hahahaha.” Tiba-tiba aku tertawa ngakak tak tertahankan. “Kenapa ketawa Pras? Maksud tante, katanya sih, orang sana itu, jauh lebih menarik walau penampilannya sederhana. Gak tahu juga, tante kan baru kenal orang Jampangnya Pras doang. Dan memang aslinya kamu menarik pake banget, kok. Beda sama yang lain, heheheh.” Tante Melia menjelaskan. “Mungkin ya, mungkin juga tidak. Masalahnya saya tidak merasa sebagai orang sana, Tan. Sejak lahir tinggal di Bogor. Ke sana tidak lebih hanya liburan saja. Itu pun tidak setiap bulan. Kadang setengah tahun sekali. Jadi, saya tidak termasuk dalam orang Jampang yang menarik itu, hehehe.” “Tapi yang ini asli produk sana kan? Jangan-jangan Pras sebenarnya cucunya Mak Erat, hehehe,” ujar Tante Melia sambil meremas kuat si jagur. Aku hanya menjawab dengan senyuman misterius. Kenal pun tidak dengan yang namanya Mak Erat. Ada sih tetangga Uwa di Plara, Mak Erat pedagang daun pisang. “Jujur aja, Tante dekat dengan Alvin itu, awalanya hanya ingin lebih dekat dengan Pras. Entah lah sejak sering lihat Pras berenang di sini, tante merasa kamu memang beda. Selain ini-nya super jumbo banget, sexappealnya memang kuat banget,” desah Tante Melia seraya menggigit lembut bibir bawahku. Beberapa saat aku memandangi mata dan wajah Tante Melia yang kian merona terbakar hasrat dan birahinya. “Tante terlalu berlebihan deh. Alvin asli Bogor, tapi batangnya jumbo juga kan?” timpalku sambil meremas buah dadanya. “Ooooh ssssst…. Praaas. Ya sih, tidak dipungkiri, di antara semua brondong yang pernah tante kenal, punya kamu dan Alvin yang paling luar biasa. Dua-duanya hebat dan sangat mengesankan, ssssst…..” Tante Melia mulai merintih-rintih manja. Saat yang tepat untuk meminta sesuatu darinya. “Artinya kalau Alvin sudah datang minta maaf sama Tante, Alvin bisa diterima lagi kan?” tanya dan pintaku sedikit memaksa. “Tante sudah bilang sama Alvin, kalau dia gak macam-macam, Tante siap ngbeiyayai hidup dia, sekolah bahkan kuliah sampai lulus. Terserah dia mau kerja apa nantinya.” “Serius, Tan?” mataku membulat penuh. “Ya, termasuk Pras juga gitu. Ngapain mesti pidah ke Plara, di sini aja sama Tante dan Alvin. Anggap aja jadi supri atau apa kek. Atau sekalian aja kalian jadi Suami Semusim, tante, hehehe.” “Idih, emang ada Suami Semusim, Tan? udah kayak judul cerita si Ndra Cogan aja, hehehe.” “Sekarang justru yang lagi trend itu suami semusim, alias suami kawin kontrak.” “Kenapa begitu, kan beda kali suami semusim dan suami kawin kontrak, Tan?” “Yang kawin kontrak itu sama dengan suami semusim. Dia menjadi suami atau istri hanya dalam musim masa kontrak aja, kan? Waktunya sudah ditentukan. Ada yang seminggu, sebulan, tiga bulan bahkan lbih cepat atau lebih lama lagi. Tapi tetep aja musimnya sesuai masa yang tertera dalam kontrak itu.” “Hehehe kayak kawin bohong-bohongan ya, Tan.” “Yes, makanya sekarang di Indonesia dilarang yang begituan. Sama aja dengan prostirusi terselubung. Wali, saksi, dan penghulunya juga gak jelas. Bahkan ada perempuan yang dikontrak oleh empat lelaki dalam waktu sebulan? Masing-masing dapat jatah seminggu. Kan gila. Lah terus masa iddahnya kapan? Masa pagi cerai, sorenya udah kawin lagi dengan yang ngontrak baru?” “Hehehe iya juga. bener-bener prostitusi terselubung.” “Jadi, gimana, Pras mau gak jadi suami semusimnya tante, hmm?” “Gak ah, pengen jadi anak kontrak aja, deh. Anak yang bisa bikin enak.” “Hahahahaha, anak durhaka dong.” “Kok durhaka sih, anak baik justru,  kan udah bisa ngenakin mama angkatnya, hahahah.” Tak banyak acara lagi, aku pun segera menarik lehernya dan membekap tawanya dengan mulutku. Untuk kali ini aku yang akan berinisiatif dan lebih agresif. Sesuai saran  Argi, wanita karir yang sukses biasanya minta didominasi saat bercinta.    Setelah cukup lama berpelukan saling remas, saling usap, saling jilat dan saling lumat, akhirnya Tante Melia melepaskan pelukannya lalu berdiri tepat di depanku. Dengan gerakan yang sangat erotis sensual, dia melucuti pakaiannya dengan sangat perlahan hingga yang tersisa hanya celana dalam g-string dan beha. Mataku terbelalak. Mulutku terkunci, tenggorokan mendadak kering dan napas memburu. Sungguh ini sebuah pertunjukan paling erotis yang pernah aku saksikan. Tante Melia seorang pengacara ternama di kota ini, wanita karir yang sukses, dihormati dan dikagumi banyak orang, berubah menjadi seorang penari bugil yang sangat profesional, memesona dan menggairaahkan. “Berdiri, Sayang…” desah genit Tante Melia seraya sedikit menungging dan menarik lembut tangan kananku untuk berdiri. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN