bc

Suami Semusim

book_age18+
76.4K
IKUTI
403.5K
BACA
revenge
alpha
sex
playboy
drama
sweet
bxg
city
small town
wife
like
intro-logo
Uraian

SUAMI SEMUSIM kelanjutan dari cerita KETAGIHAN

Dengan segala kepolosannya Pras mendekati Firda, teman nongkrongnya sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Namun segala usahanya tak membuahkan hasil. Firda lebih memilih hot daddy untuk menjadi gebetannya.

Ketika Pras sedang terluka, gadis dari masa lalu datang kembali. Walau sejak dulu diantara mereka tidak pernah ada komitmen, namun kebersamaannya kali ini cukup membangkitkan kembali nostalgia lama. Namun ternyata itu pun hanya fatamorgana. Sang dara datang bukan untuk mengobati lukanya, namun justru menorehkan luka baru yang lebih pedih.

Bagaimana mungkin, gadis yang sudah dirancang menjadi kekasih terakhirnya itu lebih memilih menikah dengan calon mertuanya. Ya ayahnya Pras yang sudah memiliki lima orang istri.

Salahkan bila Pras meradang dan murka dengan semua kenyataan ini?

Ayah apa namanya yang tega menceraikan istrinya demi menikahi calon menantunya yang bahkan sudah tak suci lagi?

Apa yang selanjutnya dilakukan Pras untuk membalaskan semua sakit hatinya?

Beribu kali Pras terbelalak dan menganga kehabisan kata-kata. Dia menemukan banyak fakta yang mencenganngkan di balik sebuah peristiwa yang terjadi. Hingga dia bertanya-tanya

Siapa dirinya dan siapa mereka yang sesungguhnya?

Perjalanan panjang pengungkapan dan membongkar segala rahasia dan misteri itu hanya bisa dibaca dalam SUAMI SEMUSIM Karya ekslusif Ndra Irawan di platfoam Dreame/Innovel

chap-preview
Pratinjau gratis
1) Semusim
“Pras, nanti siang bapak mau berangkat ke Surabaya, Cilacap dan kota-kota lain di sekitar Jawa Tengah dan jawa Timur. Rencananya pulang pergi dengan pesawat, selama di sana akan menyewa kendaraan, jadi Pras gak bapak ajak,” ucap Pak Budi yang duduk tepat berhadapan denganku. “Oh iya siap, Pak!” jawabku sambil sedikit membungkukkan badan sebagai tanda sungkan dan hormat padanya. “Ya, sengaja di sana sewa kendaraan karena mau nagih ke beberapa toko sekalian juga mencari planggan baru. Ya hitung-hitung jalan-jalan aja, hehehe,” lanjutnya sambil terkekeh bahagia. “Oh iya, Pak. Semoga selamat sampai tujuan dan tidak ada kendala apapun selama berkegiatan di sana.” Aku membalas dengan sedikit basa-basi karena memang tidak tahu harus seperti apa menanggapinya. “Amiin. Kemungkinannya agak lama. Bisa lima atau enam hari atau mungkin lebih dari seminggu. Sesuai kebutuhan aja.” Pak Budi melanjutkan ucapannya sambil menatap Bu Nurul istrinya yang sudah berpakaian rapi dan duduk manis di sampingnya. “Nah untuk sementara, selama bapak tidak ada, kamu tolong anter jemput ibu ke boutiq. Setelah mengantar ibu, kembali lagi ke rumah dan bantu mengawasi para tukang kayu yang sedang mengerjakan tugasnya di gudang.” Pak Budi melanjutkan instruksinya yang berderet-deret. “Siap Pak!” balasku bersemangat. “Usahakan, semua barang-barang yang sedang dikerjakan mereka,  besok sudah kelar. Bapak sudah minta pada Pak Arnadi untuk mengurusnya segera, tapi akan lebih baik kalau Pras juga ikut mengawasinya. Pastikan semua barang-barang itu sudah terkirim minggu depan, ya.” Pak Budi masih belum puas dengan instruksinya. “Siap Pak!” jawabku sigap. “Sekali lagi, tolong bantu Pak Arnadi mengawasi semua pekerja dengan teliti. Soalnya terkadang para tukang itu, suka sedikit nakal kalau gak ada bapak. Mereka sudah bapak kasih tahu, kalau selama bapak tidak ada, kamu yang menggantikannya,” titah Pak Budi yang terkenal sangat teliti, tegas dan sedikit bawel tapi super baik hati. “Gak apa-apa kan Ma,  kalau hanya antar jemput saja, kalau bisa sih papa harap Pras lebih fokus di workshop mengawasi anak-anak. Mama tahu sendiri kan para plangganan sudah mewanti-wanti agar setelatnya minggu depan semua pesanan sudah terkirim ke Karawang. Mereka bahkan mengancam akan membatalkan pesanannya kalau minggu ini belum ada sebagian barang yang dikirim.” Majikankku mengalihkan pandangannya pada istrinya. “Gak apa-apa Pa, ya seperti biasa aja, anter pagi jemput lagi sore atau malam, tapi kalau Pras bener-bener sibuk, Mama bisa naik taksi online kok,”  jawab istri majikanku santai. “Hust jangan. Biar Pras aja. Bisa kan Pras antar jemput Ibu?” Majikanku kembali menatapku. “Siap Pak!” Hanya siap dan siap yang bisa aku jawab. Sudah kaya Satpam aja deh. Secara kalaupun menjawab tidak siap juga, tetap saja tugas itu harus dilaksanakan. “Ya udah. Kalau begitu udah gak ada masalah lagi kan? Mama berangkat dulu. Papa juga hati-hati selama di perjalanan dan si sana ya!” ujar istri majikanku mengakhiri diskusi paginya. “Iya Ma. Do’akan semua berhasil ya. Mama juga hati-hati selama Papa tidak ada,” balas Pak Budi sambil tersenyum manis pada istrinya. “Pras, sudah siap mobilnya?” tanya Bu Nurul dengan wajah sedikit kurang bersahabat. “Sudah siap Bu, tinggal berangkat,” jawabku mantap. “Pa, mama berangkat dulu ya. Assalamualaikum,” ucap Bu Nurul berpamitan. “Waalikumsalam,” balas Pak Budi. “Saya juga berangkat dulu Pak, Assalamualaikum.” Aku pun berpamitan pada lelaki yang telah mengangkat derajatku dari keterpurukan. “Iya hati-hati kalian berdua. Semoga lancar dan selamat. Waalaikumsalam,” balas majikanku. “Amiin,” balasku bebarengan dengan Bu Nurul. Setelah itu aku dan Bu Nurul berjalan ke arah mobil. Tak berapa lama mobil yang aku kendarai sudah melaju di atas jalan raya menuju toko pakaian milik Bu Nurul yang jaraknya kurang lebih 15 kilo meter dari rumahnya. Sebenarnya hal ini bukan sesuatu yang baru. Hampir setiap pagi atau sore aku mengantar jemput Bu Nurul ke tokonya. Hanya biasanya selalu dibarengi Pak Budi suaminya yang juga pulang dan pergi ke toko meubelnya atau ke tempat lain.   Sudah dua bulan, aku menjadi sopir pribadi Pak Budi serta tinggal di rumahnya. Namun belum teralu akrab dengan Bu Nurul, istrinya. Selain karena jarang bertemu, aku juga berusaha membatasi interaksi dengannya. Menurut cerita dari beberapa anak buahnya termasuk Bi Asih asisten rumah tangganya, Bu Nurul termasuk wanita yang tidak disukai banyak orang. Dia memiliki sifat yang sedikit sombong, judes dan pemarah. Terkadang bicaranya suka nyelekit jika emosinya sedang tidak  terkontrol. Ya, seperti saat ini. selama dalam perjalanan mengantarnya aku sama sekali tidak mengeluarkan suara untuk bicara dengannya. Dia sendiri tampaknya sibuk dengan handphone dan kerudung besar yang dipakaianya. Sesekali aku melihat dia juga sibuk dengan riasan wajahnya. Sepertinya dia masih belum percaya diri jika pagi itu dia benar-benar tampil sempurna.   Setelah mengantarkan Bu Nurul, aku segera kembali ke rumah dan melaksanakan tugas mengawasi para pekerja di gudang yang lokasinya tak jauh dari rumah megah miliki Pak Budi. Setelah maghrib aku menjemput Bu Nurul ke toko pakaiannya. Dia biasanya pulang jam delapan malam, namun demi menjaga agar dia tidak harus menunggu, aku berangkat menjemputnya jauh lebih awal. Kesan pertama menjadi sopir khsusunya, wajib bagus. Bukan tak mau dikeluarkan, tapi malas jika harus ribut dengan istri majikan.  Perjalan pulang yang sedikit macet, akhirnya tidak terlalu bête. Bu Nurul yang saat berangkat tadi sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun untukku, kini dia mulai mau bicara dan bertanya tentang beberapa hal. Walau sesungguhnya itu pertanyaan yang sangat basi. Seputaran usiaku, latar belakang pendidikan dan lain-lain. Padahal sebelum aku kerja dengan suaminya, dia pernah juga menanyakan hal itu hingga berkali-kali. Tapi itu lebih baik, daripada tidak ada bahan pembicaraan sama sekali.  Tugas hari kedua mengantar jemput Bu Nurul, sudah mulai sedikit nyaman. Suasana dalam mobil tidak terlalu kaku dan tegang. Bu Nurul ternyata tidak sejutek dan sependiam yang selama ini aku kira. Dia sangat gaul bahkan sangat update dengan dunia kekinian, terutama drama korea, medsos dan sejenisnya. Sepertinya yang namanya emak-emak dari kelas manapun, memiliki selera yang hampir sama dan tak terlalu jauh-jauh amat dari medsos, sinetron dan drakor. “Gila, ibu gaul banget sih,” candaku ketika kami terjebak macet dan Bu Nurul dengan fasih bercerita tentang cerita-cerita Ndra Irawan yang dia baca di Dreame.  “Iya kan gini-gini juga jiwa ibu masih muda, Pras. Meskipun umur sudah tua, tapi sekali kali kepingin juga gaul dong, syukur-syukur bisa kenal langsung dengan penulis meesum yang katanya gantengnya ‘Masya Allah itu’ hehehe,” jawab Bu Nurul seraya terkekeh dan aura horor di wajahnya hilang sirna entah kemana. “Usia boleh 45 tapi jiwa gak masalah kan masih seperti 25. Lagian Ibu memang gak kelihatan tua kok. Masih cantik kinyis-kinyis. Mahmud usia 25 tahun sih lewaaaaat, Bu!” ujarku sedikit menggodanya karena ternyata dengan pujian itu, kemarin dia mau membelikan aku dua bungkus rokok. Padahal menurut sebagian karyawan tokonya, Bu Nurul manusia paling pelit sedunia. “Masak si Pras? Kamu gak lagi ngegombalin istri orang kan, hahahaha?” tanya Bu Nurul dengan wajah yang mendadaak semringah dan ronanya benar-benar bersemu merah. “Eh.. maaf, Bu kalau ucapan saya menyinggung perasaan ibu. Tapi bener kok begitu adanya. Kualat saya kalau berani godain istri majikan. Tapi anggaplah hanya sebuah candaan, hehehe,” balasku santai dan masih sedikit takut-takut salah candaan yang akhirnya membuat wanita ini ngamuk tak tertahankan. “Heheh, jadi tadi cuma bercanda ya. Kamu bilang ibu masih cantik itu cuma ingin nyeledek ibu doang kan?” tanya Bu Nurul dengan wajah yang mendadaak kembali horor. “Eh maksud saya bukan begitu Bu. Maaf sekali lagi, secara usia memang ibu sudah lebih tua, namun secara tampilan sangat cantik dan seger. Itu tadi saya bilang mungkin kalau saya gak tahu usia ibu, pasti akan menganggap masih 25 tahun, serius Bu.” Aku meralat dengan sigap. “Hmmm.” Bu Nurul tampaknya masih happy dengan pujianku. “Tapi itu, sama sekali tidak bermaksud bercanda dan sama sekali tidak ada niat mengejek ibu. Sekali lagi maaf kalau saya kurang sopan, maklum Bu.” Kembali akau mempertegas dengan perasaan yang sedikit kikuk. Sepertinya candaanku sedikit keterlaluan. “Hehe. Kalau kamu bener-bener jujur bicara begitu, ibu sih hanya bisa ucapan terima kasih aja. Berarti usaha ibu melakukan perawatan selama ini, gak sia-sia, Pras. Namun sayangnya hanya kamu aja yang berani jujur memuji ibu,” balas Bu Nurul dengan wajah yang seketika terlihat mendung. Wiat! Kenapa jadi mendung? “Hehe iya, Bu. Maaf saya bukan muji-muji karena ada maksud lain, tapi itu memang kenyataan dan semua pujian saya keluar dari hati, kok.” Aku kembali mengulangi pernyataanku. Semakin menguatkan pendapat si Ndra Irawan bahwa tak ada satu wanita pun yang tidak senang dipuji kecantikannya dan dianggap lebih muda dari usianya. Walau terkadang harus sedikit gombal. Tapi memang wanita senang kok digombalin. Jadi sesungguhnya gombal itu bukan untuk memperdaya wanita, tapi demi membahagiakannya. Untuk sementara aku akan percaya dengan teorinya si Cogan super mesumm itu. “Oh iya Pras, besok ibu gak ke toko, anter ke tempat gym dan salon aja ya, sudah seminggu ini gak sempat perawatan,” ucap Bu Nurul dengan wajah yang kembali sumringah, manis dan cantik kinyis-kinyis. “Oke siap Bu!” balasku dengan antusias. Biasanya jika dia pergi ke salon perawatan, maka dia jarang ke tokonya lagi. Artinya aku tidak usah menjemputnya malam-malam. Pada hari berikutnya aku kembali mengantar Bu Nurul ke salah satu salon dan sanggar senam langganannya. Tidak terlalu pagi karena bukanya juga hampir jam sepuluh siang. “Pras kamu sudah punya tunangan, pacar atau istri?” tanya Bu Nurul tiba-tiba yang sontak membuatku sedikit terkejut. “Boro-boro punya istri, tunangan atau pacar Bu. Zaman sekarang mana ada cewek yang mau sama cowok dekil dan kere seperti saya,” jawabku diplomatis. “Hahaha kamu suka merendah. Kamu bukan kere, tapi saat ini kan masih berjuang. Kalau kamu bilang kamu kucel dan dekil, ibu sama sekali tidak setuju. Beberapa teman ibu malah banyak yang muji kamu. Sopir paling ganteng kata mereka, hahahaha.” “Ah ibu terlalu berlebihan,” balasku seraya cengengesan, sudah terlalu sering rasanya mendengar pujian seperti itu, dari sejak masih balita deh kayaknya. “Beneran Pras. Tapi kamu jangan geer dulu. ya. Biasalah emak-emak selalu penasaran kalau lihat yang seger-seger. Ya hanya sebatas itu saja sih. Sama seperti kalian para cowok yang suka memuji kalau lihat cewek cantik, iya gak? hehehe” ucap Bu Nurul dibarengi tawa renyah dan krsispy, kalau pakai bumbu MSG mungkin sudah aku jilati. “Gak tahu Bu, entah kenapa saya selalu grogi kalau deket dengan cewek dan…” balasku seraya mendengus dan sedikit mengalihkan pandangan ke samping kiri. “Lah sekarang kamu sedang dekat sama cewek, loh. Apa kamu gak merasa ibu ini cewek, Pras?” “Eh..!” Aku terkejut. “Padahal setiap hari kalau keluar rumah, ibu selalu pakai jilbab loh, cewek banget kan hehehe?” tanya Bu Nurul dengan sedikit bercanda dan rona wajahnya mulai terlihat sedikit genit. Hmmm, gua mengucapkan terima kasih dan angkat topi salut pada si Cogan. Untung saja semalam aku nelpon dia, minta sedikit tips, cara menaklukkan emak-emak yang sedikit judes namun rada-rata ganjen sejenis Bu Nurul ini. 

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Saklawase (Selamanya)

read
68.1K
bc

Crazy In Love

read
409.4K
bc

Surgeon Story

read
265.4K
bc

Janda Kembang vs Geng Serigala (Bahasa Indonesia)

read
663.1K
bc

Hubungan Terlarang

read
507.6K
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
550.6K
bc

Brother In Law

read
514.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook