Tak sampai sepuluh menit, aku sudah membuka pintu kamar Bu Nurul yang memang sengaja tidak dia kunci.
Beberapa saat aku berdiri mematung dan tertegun di daun pintu yang tak sempat aku tutup kembali. Mataku sedikit terbelalak tak berjedip menatap Bu Nurul. Aku begitu takjub dengan pakaian yang dikenakannya. Dia hanya memakai tanktop putih terusan sampai di atas lutut.
Terlihat menerawang apa yang ada di balik tanktopnya. Sebuah celana dalam dan bra berenda warna hitam yang benar-benar menyilaukan mata. Aku menelan ludah beberapa kali melihat pemandangan di depanku yang sebegitu menggairahkannya. Selama kurang lebih dua bulan tinggal di rumah ini, baru kali ini aku melihat Bu Nurul dalam keadaan seperti ini.
“Hai, Pras, kok malah bengong, sih?” seru Bu Nurul mengejutkan.
Seketika itu juga aku tersadar. Namun ajaibnya si jagur mendadak kembali menggeliat tak terkontrol.
“Eh… ma… ma…maaf Bu, sa..sa..saya agak sedikit terkesima, ma..maaf,” jawabku gugup dengan suaraku yang mendadak jadi Azis gagap.
Betapa malunya diriku kepergok memasang wajah mesumm di hadapan istri majikanku. Bu Nurul mungkin juga bisa melihat dengan jelas jakunku bergerak naik turun saat kerongkongaku menelan ludahku sendiri. Kehausan tapi bukan ingin minum.
“Kamu tarkesima dengan pakaianku ya, Pras?” tanyanya lagi seraya tersenyum menggoda dan membentangkan kedua tangannya.
“I.. i..iya aa Bu, eh… eng….gak nyangka saja, i..i..ibu ber…,” jawabku masih gagap. Maksud hati untuk menutupi kegugupan namun ternyata segala malah semakin kacau.
“Namanya juga mau dipijat Pras, masa ibu harus pakai gamis, he he he.”
“I…iya Bu, ta…ta..tapi…”
“Ya udah jangan banyak pikiran. Ayo mau gak mijitnya? Badan ibu rasanya udah kaku banget, Pras. Jangan terlalu sakit ya mijitnya,” katanya genit. Sepertinya dia berusaha mencairkan suasana yang terasa sedikit kaku, canggung dan tegang, namun justru semakin membuatku tambah tegang. Terutama si jagur.
Bu Nurul langsung rebahan tengkurap di atas tempat tidur. Sebuah botol minyak urut sudah pula tersedia di sana. Aku pun segera mengambil botol itu dan membuka tutupnya serta melumuri tanganku dengan minyak itu.
Istri majikanku yang tengkurap di depan mataku seperti sengaja mengekspose tubuhnya yang tersingkap hingga bagian paha atas. Pemandangan yang benar-benar sangat menganggu mata, jantung dan si jagurku.
“Bu, maaf mulai pijatnya sebelah mana dulu?” tanyaku pelan-pelan, jantungku makin dag-dig-dug tak karuan.
“Kaki aja dulu, kemudian ke punggung dan leher,” balas Bu Nurul seraya membenamkan wajahnya pada bantal.
Posisi yang sangat menguntungkan dan sekaligus mungkin menyelamatkan wajahku. Dengan posisi demikian dia tidak akan melihat si jagur yang sudah membentuk tenda terbalik pada celana trainingku.
“Oh ya Pras, dimatikan aja lampu utamanya, pakai lampu tidur aja ya, bisa kan?” perintah Bu Nurul dengan suara yang sedikit tertahan. Dia tengkurap sehingga rongga daadanya tertekan kasur dan bantal.
“Boleh, Bu!” balasku sambil beranjak turun dari tempat tidur untuk mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur. Susana seketika berubah temaram dan sangat mendukung.
Setelah itu aku kembali naik ke atas spring bed. Jantungku semakin tak karuan. Suasana romantis dan sedikit mesumm benar-benar telah menyelimuti seisi ruangan kamar yang cukup mewah ini.
Setelah mengoleskan lotion ke telapan tanganku dan juga kaki Bu Nurul, aku pun mulai meletakkan tanganku di atas betis yang berada di bawah lututnya.
‘Gila! Mulus dan lembut amat ini kulit, sama seperti miliknya Adel dan tante Melia.’ batinku sambil menahan napas, berusaha mengendalikan si jagur yang mulai berdenyut denyut.
Namun biar bagaimana pun aku tidak boleh kurang ajar pada istri majikaku. Sebisa mungkin aku harus bersikap profesional seperti tukang pijat panggilan pada umumnya. Walau ini bukan pengalaman pertamaku memijat wanita.
Aku mulai mengolesi kaki jenjang milik Bu Nurul, kemudian mulai memijit pelan-pelan. Kedua tanganku sedikit gemetaran, entah karena takut salah memijat atau mulai terbakar dengan gairah yang tina-tiba meletup membakar isi kepalaku. Sepertinya pijatanku terlalu keras sehingga Bu Nurul mengaduh kesakitan
“Aduh.. sakit Pras. Pelan-pelan aja mijitnya. Jangan ditekan banget, biasa aja kaya memijat diri sendiri,” protes Bu Nurul seraya mendongak.
“Eh iya Bu, ma..maaf,” balasku sambil mengurangi tekanan pijitanku dan kembali bertanya. “Kalau segini gimana, Bu?” Tekanan pijatanku sudah semakin pelan dan lembut.
“Iya kayak gitu Praaas, pertahanin pijitannya kayak gitu. Enak sekali, aaaah gak terasa sakit dan… aaaaah ssssht, kamu pinter….“ pujinya dalam suara desahan yang persis seperti seseorang yang sedang makan bakso kepedasan tapi sangat enak.
Ketika pijatanku semakin intens dan lembut, tiba-tiba Bu Nurul mengangkat pantatnya sedikit menungging. Jantungku kian berdebar hebat karena mau tidak mau mataku yang yang sejak tadi berusaha merem melek harus menyaksikan celana dalam hitamnya yang sedikit menyeruak tepat di bagian pinggir area intimnya. Beberapa bulu-bulu halusnya bahkan terlihat keluar dari sisi-sisinya.
“Aaaaaaah.” Kembali terdengar desahannya akibat pijitanku yang mungkin dia rasakan sudah sesuai dengan keingingannya.
“Lebih ke atas Praaas, aaah ssssst…” Kembali Bu Nurul memberikan perintah sambil terus mendesah keenaken. Kepalanya makin terbenam dan dengan sendirinya dua bongkahan pantatnya makin menungging. .
“Apa masih terasa sakit, Bu? Kok meringis-ringis kaya kepedesan gitu,” godaku berpura-pura polos.
“Hmmm aaaah ssss cukuuuup enak Praaas, kamu pintar ternyata. Bukan.. aaaah.. bukan bohong jago mijat aaaah sssst,” pujian Bu Nurul makin panjang dalam nada yang semakin mendesah. Lebih tepatnya melenguh panjang dalam kenikmatan yang sedang menggulungnya.
Aku sedikit menyunggingkan senyum. Istri majikanku memang sedikit lebay, padahal pijatanku masih sekitar area betis di bawah lutut belakangnya. Sama sekali belum menyentuh bagian-bagian yang mungkin akan membuat dia semakin mengerang atau mendesah kegelian. Setahuku betis bukanlah area yang terlalu sensitif bagi siapapun. Tapi gak tahu kalau buat Bu Nurul.
“Prassss eeeh, dulu…, Bapak suka mijat ibu. Ta…tapi sekarang aaaah boro-boro mijat ibu, dia sendiri maunya dipijat orang. Kamu tahu sendiri kalau ada di rumah hampir tiap malam maunya dipijat, aaaaj nikmaaat sekali… Praaaas.” Bu Nurul kembali berbicara dengan tetap mempertahankan desahan dan lenguhannya.
“Iya, maklum kerjaan bapak kan juga sibuk, Bu. Saya malah salut diusia beliau yang sudah segitu, tapi masih kuat berbisnis ke sana kemari.” Aku merespon dengan kalimat yang sok bijak.
Sebenarnya aku sudah sangat paham kemana arah pembicaraan istri majikanku ini. Dia sudah lebih dari sekali mengatakan itu saat tadi sedang ngobrol di meja makan.
“Ya, namanya juga pebisnis, Pras. Ya begitu itu kerjaaanya gak jelas dan gak kenal waktu. Hingga… aaaaaah, terusss Pras ke ataaaaa sssst.. oooh nikmaaaat Praaas..” Bu Nurul sedikit mendongakkan kepalanya. Sontak saja paha dan pantatnya pun ikut sedikit turun dan terbuka.
“Aaaaah, sampai-sampai kebutuhan nafkah batin istrinya diabaikan,” lanjutnya setelah beberapa kali berusaha mengambil napas panjang. Walau sudah sangat ketahuan jika dia sedang berusaha keras mengendalikan napasnya yang pendek-pendek dan memburu.
“Ke atas lagi Praaaas…..” rintih Bu Nurul saat kedua tanganku sudah berada di atas pahanya. Sepertinya dia mengharapkan tanganku untuk segera meremas dua bongkahan pantatnya yang sangat aduhai.
Aku mulai berkeringat dingin memijat paha hingga di bawah pantatnya. Hembusan AC kamar yang aku perkirakan ada di angka 16 derajat celcius, sama sekali tak mampu mendinginkan tubuhku yang sudah mulai terbakar birahi. Keringat mulai turun dari dahi ke leher bahkan hingga ada yang menetes mengenai kulit paha Bu Nurul yang ada di bawahku.
“Praaaas… aaaaaaah… sssst uuuuh, Praaaaa ibu aaah ibu uuuuuh, gilaaaa kamuuuuuu,” desahan Bu Nurul semakin lama semakin keras dan panjang akibat pijitanku yang makin naik ke atas. Sesekali meremas bongkahan pantatnya. Mataku yang jelalatan dengan sangat jelas melihat celana dalam Bu Nurul tepat di bagian intimnya sudah mulai lembab dan basah. Usahaku semakain keras untuk mengendalikan dan menghindarkan pikiran-pikiran mmesum tentangnnya.
Pantat istri majikanku semakin menungging bulat dan seksi montok. Bercak-bercak basah semakin nyata terlihat pada celana dalamnya. Tampaknya gairah Bu Nurul sudah mulai membakar dirinya sendiri. Hati berusaha menghindar namuan tanganku semakin nakal dengan lebih intens meremas paha atas sampai ke dua bongkahan p****t yang benar-benar padat berisi. Dan saat keadaan sudah mulai sedikit tak terkendali, aku pun meremas p****t itu dan menekannya dengan sedikit kasar karena gemas.
“Auuuuh aaaah sssst remas yang kuat Pras, teruuuuuuus Praaas aaaaaaaaah…” Bu Nurul tiba-tiba melenguh panjang di luar kontrolnya.
Sudah pasti efek dari gairah dan kenikmatan yang sudah menggulungnya hingga di ubun-ubunnya. Aku kini percaya jika memang sudah cukup lama Pak Budi tidak memainkan dua bongkahan super seksi dan montok ini.
Remasanku semakin kuat dan tekanan tanganku makin kencang, bahkan sedikit nakal jari-jari tanganku menyisir bagian pinggir bibir area intim Bu Nurul yang masih terbungkus celana dalamnya.
“Aaaaaaaah Praaas…. Praaaaaaassss uuuuuuuh…” Lenguhan yang benar-benar panjang meluncur dari mulut Bu Nurul dengan kepala yang mendongak dan p****t menungging sempurna.
“Nikmaaaaaat aaaaah sssssst!” Bu Nurul kembali menjatuhkan kepalanya, setelah tubuhnya yang tegang dan mengejang, kembali lemas. Aku kembali sedikit menahan tawa dalam hati. Hanya dengan remasan kasar ternyata wanita ini sudah mencapai klimaksnya.
Setelah 10 menit memijat paha sampai pantatnya yang mengakibatkan dia mencapai klimaks awal, aku kemudian memijat daerah punggungnya. Semakin intens pijitanku di daerah itu, semakin Bu Nurul mendesah-desah kenikmatan. Bahkan sudah gak malu lagi mendesah agak keras dengan memanggil namaku mesra.
“Praaas nikmat sekali pijatanmu Saaaayang, oooh ssssst….” Bu Nurul bicara lirih.
Aku hanya mengulum senyum. Wanita tejutek sedunia ternyata bisa juga bicara lembut, mesra, nakal dan menggairahkan.
Setelah terdengar suara desahan Bu Nurul yang menandakan beliau sudah kembali digulung syahwat. Aku mulai beralih ke leher beliau sambil mengurut dan terkadang mengelusnya. Aku jadi teringat saat dipijat Mbak Sri dulu. Hanya bedanya kini aku yang jadi tukang pijatnya. Nasib memang berputar.
Mulut Bu Nurul tak henti-hentinya mengeluarkan desahan, lenguhan dan rintihan kenikmatan, dia kini benar-benar sudah lupa siapa dirinya dan siapa aku yang sebenarnya. Aku sangat yakin saat ini yang ada di benak dan angannya hanya nafsu dan gairah yang bergejolak untuk dibikin enak.
“Aaah…“ Aku sedikit melenguh karena terkejut saat sebelah tangan Bu Nurul tiba-tiba menyentuh si jagur.
Meskipun aku sudah terbakar nafsu, tapi harus tetap dalam batas sadar dan tidak boleh menuruti syahwat yang mulai ambil kendali. Jangan sampai terulang kembali kesalahan-kesalahan masa lalu yang telah membuat hidupku dan keluargaku jadi menderita seperti saat ini.
“Maaf, Bu gak boleh!” ucapku sambil berusaha melepaskan tangan Bu Nururl dari selangkangaanku. Mencoba menolak secara halus hingga tangan itu akhirnya terlepas.
Beberapa saat kemudian, tangan Bu Nururl kembali memaksa meraih dan mengelus si jagur di balik celana training yang sudah sangat keras berdiri maksimal. Dan dengan sangat kuat aku pun kembali menepiskan tangan itu hingga kembali terlepas.
Aku segera mengubah posisi jongkokku dengan menyembunyikan bagian vitalku, hingga istri majikanku tak bisa lagi menyentuh si jagur. Rupanya tindakanku yang dia anggap menghindar itu membuat dia yang sudah terbuai birahi tidak terima atau mungkin tersinggung.
Dan dengan sangat kasar, tiba-tiba dia bangkit dari tidurannya. Aku pun segera mundur dan berdiri seraya menatap Bu Nurul yang juga berdiri seraya berkacak pinggang. Aku menunduk gak berani melihat wajahnya yang merah padam dengan sorot matanya yang tajam menghujam.
“Lihat mataku Pras!” hardik Bu Nurul sambil tangannya meraih daguku agar aku tidak menunduk dan melihat wajahnya.
Aku pun terpaksa menatap matanya yang melotot. Baru kali ini aku melihat wajah Bu Nurul yang bersemu merah terbakar amarah dan ini benar-benar sangat horor.
“Bukankah kamu sudah berjanji akan membantuku mengusir semua kegalauan yang selama ini aku rasakan?” tanya Bu Nurul dengan suara yang sedikit menggeram.
Aku masih tetap menunduk. Aku tak pernah berjanji untuk membantu dia memuaskan syahwatnya dengan cara apapun.
“Jawab!” hardik Bu Nurul lagi dengan mata yang semakin membesar. Tampaknya dia benar-benar ingin melampiaskan emosinya.
“Ma..ma maaf Bu, tapi ini salah. Sa..sa..say tak bisa mengkhianati kepercayaaan suami ibu. Dia adalah majikan saya dan bapak sudah saya anggap ayah sendiri.” Aku menjawab dengan sebisa mungkin tetap berusaha tenang.
“Pras, hampir setiap waktu kamu bertanya mengapa aku galau, murung dan sering uring-uringan. Kamu tahu gak, apa penyebab semua itu?” tanyanya masih dengan nada marahnya yang ditahan.
“Saya kurang tahu, Bu. Kan ibu katanya gak mau cerita karena itu masalah pribadi!” jawabku dengan tenang dan lancar.
Aku sudah mulai bisa mengendalikan diriku, si jagur pun kini sudah mulai kembali melemah. Rupanya dia juga sangat ketakutan dengan amarah Bu Nurul yang siap untuk meledak seledak-ledaknya.
“Asal kamu tahu, sudah lebih dari dua tahun suamiku tidak mampu lagi memuaskan hasratku. Dan sudah tiga bulan ini, dia sama sekali tidak pernah menyentuhku. Kamu pikir suami istri cukup saling bersentuhan tangan saja!“ Bu Nurul menjelaskan dengan nada tinggi dan membentak-bentak. Aku yakin Bi Asih kalau belum tidur pasti akan bisa mendengarnya dengan jelas.
“Tapi Bu, mengapa harus saya yang menjadi sasarannya? Kalau begini ibu telah menjadikan saya sebagai korban dari masalah yang sedang ibu alami” jawabku dengan suara agak tinggi mencoba mempertahankan argumenku bahwa ini perbuatan yang salah.
Plak! Bu Nururl berusaha menamparku, namun dengan sigap tanganku menangkisnya, hingga dia sedikit meringis.
“Oke! Kalau kamu merasa jadi korban, aku tidak memaksa. Tapi kamu jangan pernah menyalahkan aku kalau mulai malam ini, aku akan mencari brondong di luaran sana untuk memuaskan hasratku. Hiks Hiks hiks…” Bu Nurul akhirnya menangis. Mungkin karena kesal atau malu, bahkan mungkin tangannya sakit. Tetapi tangisan wanita itu sama sekali tidak mempengaruhi keputusanku.
“Sekarang kamu keluar dari kamarku dan bawa semua barang-barangmu dari rumah ini!”
“Ibu mengusir saya?” tanyaku memastikan.
“Ya! Semestinya tanpa diusir pun kamu sudah harus sadar diri. Dasar anak tak tahu diuntung. Seharusnya kamu bersyukur dan berterima kasih sudah ditolong oleh aku dan suamiku. Sekarang malah ngelunjak dan sok munafik.” Bentakan Bu Nurul makin naik.
“Apakah saya harus menelpon Bapak sekarang?” tantangku.
“Gak perlu! Biar itu jadi urusanku. Kamu pikir aku gak mampu nyari sopir yang lebih ganteng dan penurut dari kamu!”
“Baik Bu. Tapi jika ibu bicara bohong pada bapak tentang saya, maka saya tak segan-segan untuk melakukan sesuatu yang pasti tidak akan ibu duga.” Aku berusaha bicara kalem dan sesantai mungkin, walau hatiku panas dan marah.
“Hah! Gak usah banyak bacot kamu. Jadi orang mikhin saja kamu sombong! Cepetan keluar dari rumahku manusia munfik!”
“Baik Bu! Saya memang miskiin tapi saya masih punya harga diri!”
“Keluar kamu gigolo munafik! Asal kamu tahu aja. Aku sudah muak melihat wajahmu yang sok munafik itu! Kamu hanya lah iblis yang sedang menyamar menjadi malaikat!”
“Terima kasih!” balasku datar.
“Kamu pikir aku gak tahu siapa kamu sebenarnya? Kamu adalah penjahat kelamin yang sok berlaga polos dan alim, Pras!”
“Aku tahu apa yang telah kamu lakukan sebelum berada di rumah ini. Kamu pikir aku manusia bodoh. Puih! Dasar munafik!”
Ya Allah, ujian apalagi yang harus aku hadapi. Setelah sekian lama berusaha untuk bertobat dan kembali ke jalan yang lurus, mengapa ujian demi ujian datang silih berganti dengan benatuk dan ragam yang lebih sahsyat.
Haruskah aku kembali menjadi Pras yang dulu?
“Keluaaaaar kamu lelaki sialaaaaan!” Teriak Bu Nurul membahana dan plek wanita itu jatuh terkulai….
^^^
SUAMI SEMUSIM. Perjalanan hidup seorang Pras setelah pindah dan bersekolah di tempat baru. Perjalanan yang ternyata lebih gila dari sebelumnya. Bukan hanya petualangan cintanya yang makin rumit, namun perjalanan hidup selanjutnya memang sangatlah banyak kejutan-kejutan yang tak terduga.
Bagaimana perjalanan Pras bisa sampai ke titik ini? Silahkan ikuti ceritanya disini, setiap hari mulai 1 Juli 2021.
Untuk sahabat yang belum mengetahui perjalanan awal Pras, silahkan baca dulu cerita KETAGIHAN yang aslinya memang bikin siapapun ketagihan.
^^^
Catatan : Buat Pembaca yang sudah membaca cerita ‘KETAGIHAN’ sampai tamat, maka untuk Bab 5 & 6 (Flashback 1&2) di bawah ini, bisa dilewat. Langsung saja masuk Bab 7, tapi jika mau membaca sekedar flashback juga gak ada masalah.