“Sekarang katakan padaku apa yang kau ingin kan sampai repot-repot bertandang kemari?” tanyanya tanpa basa basi begitu mata Tania menghujam matanya. Wanita itu melirik sekitar. Sekiranya aman, ia menarik nafas. “Kita bicara kan sambil makan siang, bagaimana?” tawarnya yang diangguki saja oleh Feri. Mereka tak mungkin membicarakannya di sini. Lagi pula, lelaki itu malas jika harus berurusan dengannya lagi. Namun tak menampik pula juga masih ada rasa senang menyelinap. Me-ngingat tawaran rujukan dari wanita ini lalu ia berepot-repot datang kemari. Kalau bukan karena penting sekali, mana mungkin Tania rela menghabiskan waktunya untuk datang kesini? Feri masih hapal benar bagaimana tabiat perempuan ini. Baginya waktu adalah dollar. Terbuang sedikit saja, sudah berapa dollar yang lari dari ka