Hendra memandangi seorang cewek cantik tengah berjalan menelusuri koridor kampus. Matanya membelak seperti baru saja melihat penampakan hantu di hadapannya. Dirinya takut namun matanya masih melihat cewek itu. Berjalan anggun mengenakan dress biru pucat ke arah kantor kepala yayasan.
“Alya!.” Pekiknya hampir seperti berbisik namun penuh pertanyaan yang datang ke otaknya.
Alya? Bukankah dia sudah? Tapi, kenapa ada cewek yang mirip sekali sama Alya, ya? Apa dia memiliki saudara kembar? Ataukah, ya gue tau kalau di dunia ini ada tujuh orang yang mirip. Tapi gak semirip itukan?. Gumam Hendra saat dirinya berada di dalam perpustakaan.
“Reza?” Pekiknya keras dan alhasil membuat seisi perpustakaan memalingkan matanya ke arah Hendra berada.
“Ini di perpus, jangan disamakan dengan pasar.” Ucap petugas perpustakaan dengan ketus.
Hendra hanya dapat meminta maaf karena kesalahan yang ia perbuat, lalu meningglakan perpus untuk bertemu dengan Reza.
***
Reza melangkahkan kakinya lesu menuju kelas. Hari ini rasanya ia tak ingin bertemu dengan Selly. Entah mengapa rasa benci itu timbul lagi. Rasa benci saat mereka belum bertemu, rasa benci saat Reza belum tau kalau Selly itu adalah Alina.
“Reza!” Teriak seseorang dari belakang. Dengan cepat Reza memalingkan pandangannya ke sumber suara.
Hendra berlari menghampiri Reza, dengan nafas tersenggal Hendra ingin memberitahukan padanya bahwa ia baru saja menemukan sebuah penampakan yang sangat aneh namun nyata.
“Reza… tadi… tadi gue… gue…” Ucap Hendra terenggah-enggah mengatur nafasnya.
“Pelan-pelan, Ndra. Baru elo ngomong.”
Hendra berusaha mengatur nafasnya agar sedikit tenang. Setelah ia yakin bahwa dirinya sudah tenang dan siap memberitahukan berita yang di rekam oleh matanya tadi. Hendra pun memulai berbicara,
“Tadi gue liat Alya!” Terlihat raut wajah Reza terkejut saat Hendra memberitahukan bahwa dia melihat Alya. “Maksud gue, tadi gue ngeliat arwah Alya.”
“Elo jangan ngomong yang aneh-aneh, deh.” Kini raut wajah Reza menjadi sedikit datar saat Hendra mengatakan ‘arwah Alya’. Sungguh bodoh jika ada manusia yang percaya ada arwah bergentayangan di siang hari.
“Gue gak bercanda, Za. Gue serius. Arwah Alya masuk, salah nembus pintu kepala yayasan.” Lanjut Hendra memastikan bahwa Reza percaya dengan ucapannya.
“Gue gak percaya.” Sahut Reza pasti.
“Kalau elo gak percaya, ya udah. Yang penting gue jujur, Za. Gue liat arwah Alya.” Jelas Hendra sekali lagi.
“Stop! Elo gak usah nyebut nama Alya. Dari kemarin kepala gue pusing sama Alya dan orang yang mirip sama dia, ngerti lo?!” Pekik ketus Reza pada Hendra lalu meninggalkan Hendra yang masih terdiam di tempatnya.
“Alya dan orang yang mirip dengan Alya? Maksudnya?” ucap Hendra binggung, lalu tiba-tiba terpekik keras karena mengingat sesuatu.
“Jangan-jangan cewek itu yang di maksud sama Reza.”
***
“Paman, hari ini Diana masuk kelas. Dan banyak banget mata cowok, mahasiswa Paman itu yang matanya jelalatan liatin Diana. Apa pakaian Diana salah?” Diana mengadu di dalam kantor pamannya.
“Kan kemarin Paman sudah katakan. Mereka tertarik pada barang baru. Eh salah maksud Paman, anak baru.”
“Barang baru? Dikiranya Diana ini benda apa? Tapi kan gak harus kayak gitu paman.” Kata Diana kesal.
“Kamu kan cantik. Tenang saja. Gak mungkin ada yang berani deketin kamu. Semua di sini sudah tahu kalau kamu itu keponakan Paman, kepala yayasan di sini. Jadi kamu tenang saja.” Jelas paman Diana mencoba menenangkan keponakannya itu.
“Oh iya makasih dasinya. Nih paman pakai. Kata bibimu juga mana buat bibi.” Lanjut paman Diana berterimakasih atas oleh-oleh yang diberikan Diana padanya.
“Buat bibi udah Diana titipin ke Tante Juni kemaren. Kalau Diana kasih ke Paman Diana takut gak nyampe.”
“Kamu ini. Emangnya Paman segitunya?”
Tiba-tiba pintu ruangan itupun di ketuk oleh seseorang dari luar. Dan paman Diana pun dengan cepat menyuruh orang itu masuk ke dalam. Setelah melihat siapa yang datang Paman Diana menarik sudut bibirnya sampai berbentuk bulan sabit. Entah siapa yang datang hingga Pamannya itu tersenyum senang.
“Abian?” Ucap Diana terkejut saat kepalanya ditoleh ke arah pintu masuk.
“Hei...” Sapa Abian pada Diana.
“Pagi Pak. Ada apa Bapak memanggil saya?”
“Begini. Ada tugas yang sangat besar untukmu Abian.” Ucap paman Diana dengan senyuman yang aneh terpancar dari raut wajahnya.
“Tugas? Tugas apa, ya, Pak?”
“Ya tugas, tugas untuk menjaga atau menjadi bodyguard untuk Diana, keponakan saya selama di kampus.”
“Apa?!” Ucap Abian dan Diana hampir bersamaan.
***
Diana dan Abian tengah berjalan menelusuri taman kampus. Dua-duanya diam tampa kata, masih memikirkan kata-kata yang beberapa menit yang lalu mereka dengar.
“Paman ada-ada saja.”
“Pamanmu ada-ada saja.”
Ucap Diana dan Abian hampir bersamaan kembali, dengar raut wajah terkejut refleks mereka menoleh. Menatap wajah masing-masing dan tiba-tiba mereka tertawa terbahak-bahak.
“Haha... elo sama gue ini kayanya jodoh, deh.” Celetuk Abian di sela-sela tawanya.
“Jodoh? Maksudnya?”
“Ya, dari kemarin elo sama gue kan jalan seharian terus. Sekarang ketemu lagi. Paman elo itu minta gue jadi bodyguard elo. Dan sekarang? Kata-kata elo sama gue hampir sama juga barbarengan. Apa bukan jodoh namanya?” goda Abian sambil mengedipkan sebelah matanya pada Diana.
“Haha... pede banget lo.” Ucap Diana menahan tawa.
“Yeh… gue bukan pede, ya. Tapi gue ini tampan.” Ucap Abian percaya diri.
“Idih…” Ucap Diana dan bergidik menjauh dari Abian. Namun Abian mengerjarnya.
Di sisi lain taman. Reza tengah berjalan bersama Hendra menyelusuri koridor dekat taman kampus. Namun langkahnya terhenti saat mendengar teriakan dari seseorang yang memanggil nama Reza.
“Reza!”
“Za, Selly tuh.” Ucap Hendra menyenggol bahu Reza.
“Kenapa kehidupan gue selalu terusik sama tuh cewek.”
“Apa Za?” Tanya Hendra bingung.
“Eh, nggak kok.”
“Reza.” Dengan sedikit terkejut Reza menatap Selly yang kini sudah berada di hadapannya juga Hendra.
“Hei Sel, apa kabar lo?” Tanya Hendra memecahkan keheningan yang di buat oleh Reza.
“Gue? Keliatannya?” Ucap Selly ketus sambil menunjukan jarinya ke arah hidungnya.
Judes banget nih cewek. Kalau bukan temen kecilnya Reza juga ceweknya sobat gue. Gue cekek nih cewek. batin Hendra kesal sambil menatap Selly.
“Ngapain lo liat-liat!?” Lanjut Selly lebih ketus dan kejam.
“Enggak kok geer banget sih jadi cewek. Reza gue duluan deh ke kelasnya, ada hawa gak enak di sini.” Ucap Hendra sambil bergidik ngeri.
“Eh… elo ngomong apa? Elo kira gue setan hah!” Teriak Selly yang sadar bahwa ucapan yang keluar dari mulut Hendra itu adalah sindiran untuknya.
“Gue juga mau ke kelas.” Sahut Reza pada Selly.
“Apa!? Elo sama gue kan baru ketemu Za. Elo bolos aja, ya?” bujuk Selly.
“Gak Sel. Gue harus masuk kelasnya Pak Bram. Kalau nggak, nilai gue bakalan di kecilin sama Pak Bram.” Ucap Reza lalu pergi meninggalakan Selly yang sedang mengomel kesal.
“Tuh anak kenapa sih? Perasaan semakin hari, sifatnya semakin berubah sama gue. Gak kaya dulu, waktu SMA. Waktu gue…” Ucapan Selly terhenti saat mata Selly mendapatkan sosok yang mungkin menyeramkan untuknya. Dengar raut wajah ketakutan Selly berusaha mengeluarkan suaranya yang tak kuat menatap sosok itu.
“Setan!!!”
***
“Tuh anak kenapa ya?” Tanya Abian pada Diana. Namun Diana hanya mengerakan bahunya menandakan bahwa dia juga tidak tau.
“Ya udahlah, bukan urusan kita juga, kan?” Ucap Diana enteng.
“Iya juga ya. Ya udah ayo.”
“Ayo kemana?”
“Bukanya elo ada kelas ya? Dan bukannya ini kelas elo yang pertama?” Tanya Abian.
“Oh iya. Gue lupa.” Ucap Diana sambil menepuk jidatnya pelan.
“Dan katanya dosennya itu killer abis. Bener gak?” Lanjut Diana bertanya.
Abian hanya menganggukan kepalannya saja dan langsung saja raut wajah Diana menjadi panik. Sangat panik.
“Ya udah gue ke kelas dulu ya. Dah…” Ucap Diana pergi.
“Dah…” Jawab Abian pelan, namun melambaikan tangannya kepada Diana yang sudah menghilang.
Diana terus berlari menuju kelasnya, hingga tepat di depan kelas dia mencoba mengatur nafasnya terlebih dahulu lalu masuk ke dalam ruangan.
“Permisi Pak. Maaf saya terlambat.” Ucap Diana terburu-buru pada sang dosen yang ternyata sudah memulai mata pelajarannya.
“Diana?” Tanya dosen tersebut.
“Iya, saya Pak.” Jawab Diana bergidik ngeri.
“Bagus. Dari kemarin saya menunggu kamu masuk kelas saya.” Ucapnya bahagia. Sontak membuat mata Diana melebar terkejut saat mendengar ucapan dosen barunya itu.
“Silahkan perkenalkan diri kamu Diana.”
“I… iya, Pak.”
Diana berdiri tepat di podium tempat Pak Bram berdiri, menatap seluruh mahasiswa yang juga menatap padanya. Entah tatapan seperti apa, bisa tatapan kagum, tatapan penasaran dan tatapan sebagainya yang di perlihatkan oleh para penghuni kelas.
“Hallo semuanya. Saya Diana Anatasya. Salam kenal.” Ucap Diana membungkuk.
“Diana ini keponakannya kepala yayasan, Diana baru datang dari Jepang. Jadi saya harap kalian dapat membantunya.” Teriak Pak Bram memberi tau seluruh mahasiswanya.
“Baik Pak.” Ucap berbarengan seluruh mahasiswi.
“Alya!” Pekik dua lelaki yang sedari tadi tidak terlalu mengacuhkan perkenalan yang di ucapkan oleh Diana.
Seluruh mahasiswa dan juga Pak Bram melirik Reza dan Hendra dengan tatapan heran, begitu juga Diana yang terkejut saat mendengar nama yang di sebutkan oleh dua pemuda itu. Apa lagi saat Diana melihat wajah salah satu lelaki yang sepertinya pernah ia lihat namun entah dimana.
“Reza! Hendra! Kalian ini memang selalu mengacau di kelas saya. Diana silahkan kamu cari bangkumu dan kita mulai kembali kelas saya.” Ucap pak Bram kesal dan juga geram dengan perilaku dua mahasiswanya ini.
“Halo, Fini.” Ucap salah seorang perempuan yang duduk bersampingan dengan Diana.
“Diana. Salam kenal.” Sambut Diana ramah.
Mata Diana kini melirik dua lelaki yang juga memandanginya. Matanya memancarkan ekpresi bingung dan penuh tanya. Sebaliknya dengan kedua lelaki itu, Reza dan Hendra terus menatap Diana dari kepala hingga kaki. Seluruh tubuh Diana mereka terka-terka dan akhirnya mereka menatap masing-masing sambil menggelengkan kepalanya.
***
“Kenapa setannya ada di kampus ini?” Ucap Selly ketakutan di dalam UKS.
“Gimana? Udah agak enakan?” Tanya suster yang menjaga UKS kampus tersebut.
“Iya, sus. Sudah agak mendingan.” Jawab Selly.
“Kalau saya boleh tahu, kenapa dek Selly ini bisa pingsan?” Tanya Suster penasaran.
“Gue liat hantu, sus.”
“Hantu? Siang bolong gini mana ada hantu dek.” Tawa suster tidak percaya dengan ucapan Selly.
“Ah terserah. Intinya gue liat hantu cewek lumpuh itu!” ucap Selly geram dan pergi dari UKS.
Selly berjalan kesal tanpa tujuan, yang jelas kini Selly tengah berjalan lurus di koridor kampus.
“Hantu itu kenapa bisa ada di kampus? Masa tuh hantu gentayangan nyamperin gue sampe kampus sih?” Selly menghentikan langkahnya, tampak berpikir keras. “Tapi Alya kan bukan gue yang bunuh, itukan kecelakaan. Kenapa hantunya nyamperin gue?” Tanya Selly binggung.
Mata Selly menatap sosok itu lagi, dan kali ini sosok itu berjalan dengan Fini. Cewek terpintar di jurusan Reza, dengan seduktif mungkin Selly menatap seluruh tubuh sosok itu. Tidak melayang? Batinnya bingung.
“Dia tidak lumpuh dan terlihat sedikit berbeda.”
“Eh tunggu.” Ucap Selly pada seorang mahasiswa yang melintas di dekatnya.
“Ya ada apa?”
“Elo tau sama cewek itu? Itu yang lagi sama si Fini.” Tunjuk Selly.
“Oh dia. Namanya Diana, dia itu keponakan ketua yayasan yang dari universitas Jepang, mahasiswi pindahan.” Jelas mahasiswa tersebut yang sontak membuat Selly terkejut.
“Keponakan ketua yayasan? Dari jepang?” Ucap Selly membuat mahasiswa tersebut ikut terkejut. “Ya udah makasih ya.”
“Namanya Diana? Bukan Alya? Dan perasaan gue Alya itu miskin gak mungkin dia dari Jepang. Gue masih penasaran sama anak itu, gue harus cari tahu lebih dalam lagi tentang cewek itu.” Gumam Selly memandang Diana dan Fini yang berjalan menuju kantin kampus.