Alya pulang ke rumah setelah perasaannya sedikit lebih baik dari sebelumnya. Mama Alya terlihat khawatir saat melihat putrinya yang selalu ceria sepulang sekolah kini terlihat begitu murung. Bahkan matanya pun memerah. Seperti habis menangis.
“Ternyata dia beneran Reza, Ma.” cerita Alya setelah sebelumnya Mamanya terus mendesaknya untuk bercerita.
“Jadi sekarang dia pacaran dengan Selly?”
Alya mengangguk lemah. “Iya, Ma. Dan itu gak bisa Alina terima, Ma. Alina gak percaya kalau Selly benar-benar serius ingin mengambil kebahagiaan Alina. Alina sedih Ma, Alina gak percaya semua ini.”
Alya kembali menangis di pelukan Mamanya. Menumpahkan segala kesedihannya di dalam pelukan hangat itu. Membiarkan tangisnya merebak, agar sedikit mengurangi kepedihan di dalam hatinya.
Tangis itu sangat terdengar memilukan. Tangis yang benar-benar berasal dari hati yang terdalam. Tangis yang menggambarkan betapa dalamnya sakit yang dia terima. Sakit yang hanya di yang tau seperti apa sakitnya.
“Kamu jangan nangis lagi, Nak. Kamu harus percaya kalau sebenarnya Reza tidak mempercayai kalau Selly itu adalah kamu.” hibur Mamanya yang ikut menangis.
“Ma, Alina baru sadar kalau Alina mencintai Reza. Alina cuma belum bisa menerima kalau nantinya Reza bersatu dengan orang yang tidak Alina kehendaki. Alina tahu itu egois Ma, tapi Alina juga gak tau kenapa Alina bisa seperti ini. Alina gak rela! Alina gak mau berpisah lagi dengan Reza. Tapi Alina juga takut kalau Reza tidak mempercayai kalau Alina adalah Alina yang sesungguhnya. Bukan Selly.”
“Kalau dia diciptakan untuk kamu, Alina, pasti dia akan bersama kamu.”
“Alina tau Ma. Alina tau! Tapi Alina masih aja belum rela. Alina gak bisa ikhlas untuk saat ini. Alina udah coba, tapi tetep aja gak bisa. Bantu Alina buat relain ini, Ma. Bantu Alina.”
“Mama akan selalu bantu kamu, Nak. Mama akan selalu ada di sisi kamu.”
“Alina sayang Reza, Ma. Alina sayang sama dia. Alina cinta sama dia dari dulu. Kenapa Alina sadar akan perasaan ini saat semuanya udah terlambat, Ma? Kenapa kami dipertemukan di saat seperti ini Ma? Kenapa?”
“Semuanya belum terlambat, Nak. Belum sama sekali.”
“Tapi sekarang dia udah sama Selly, Ma. Gak ada lagi Alina di hati dia. Selly yang akan gantiin posisi Alina di hati Reza.”
Alya menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian dia seperti sadar dengan keadaannya sekarang. Cepat-cepat dia mengusap air matanya dan mengucapkan istighfar. Kemudian dia menyunggingkan senyum manisnya.
“Mama bener. Semuanya belum terlambat.”
***
“Za, nanti malem elo temenin gue dateng ke prom ya.” ajak Selly saat mereka sedang makan di kantin.
“Iya, kan emang udah kewajiban aku harus nemenin kamu, Al.” jawab Reza sambil tersenyum lebar.
Sejak Selly mengatakan kalau dia adalah teman masa kecil Reza. Sikap Reza berubah 3600. Dia menjadi bersikap manis pada Selly, bahkan menjadi semakin perhatian. Selly sangat senang karena sikap Reza sudah berubah padanya. Dan dia sangat yakin kalau sebentar lagi dia akan mendapatkan seluruh hati Reza.
Tanpa sengaja mata Reza menangkap satu sosok yang menatapnya dengan kesedihan dari kejauhan. Entah kenapa saat melihat sosok itu, Reza merasakan seluruh hatinya benar-benar rapuh. Dia sangat tidak ingin melihat sosok itu terlihat sedih.
Entah dari mana datangnya perasaan itu. Tapi Reza tetap merasa kalau Alya lebih cocok menjadi Alina ketimbang Selly. Memang sekarang sikap Selly menjadi manis. Tapi itu saja tidak cukup meyakinkan Reza kalau Selly benar-benar Alina.
***
Alya menatap nanar Selly dan Reza yang sedang memamerkan kemesraannya di kantin sekolahnya. Sebisa mungkin Alya menata hatinya agar tidak di bakar api cemburu. Dan hal itu sepertinya berhasil. Karena sekarang Alya benar-benar ikhlas kalau Reza lebih bahagia bersama Selly. Karena kebahagiaan laki-laki itulah yang dia inginkan lebih dari apapun.
“Alya,” tiba-tiba Hendra datang saat Alya memutuskan untuk tidak melihat pasangan baru itu.
“Eh kamu, Ndra. Kenapa?”
“Elo ntar malem dateng gak ke acara prom kita?” Tanya Hendra langsung.
Alya menggelengkan kepalanya. Selama ini dia tidak pernah berpikiran untuk menghadiri prom yang selalu diadakan sekolahnya setiap bulan Februari. Selama ini Alya hanya bisa mendengar dari teman-temannya tentang prom yang katanya mewah dan romantis itu.
“Aku sama sekali gak minat buat dateng ke acara gituan, Ndra.” Jawab Alya malas.
“Nanti malem gue ke rumah elo, ya? Jam tujuh tepat gue jemput elo, jangan lupa dandan. Gak usah menor. Yang penting elo dandan secantik mungkin.” Hendra kemudian meninggalkan Alya setelah mengucapkannya.
Alya hanya mengangkat bahunya setelah Hendra pergi. Alya kini lebih memilih untuk pergi ke ruang lukis daripada harus pusing-pusing menerima ajakan Hendra. Alya harus menyelesaikan lukisan itu. Lukisan yang berasal dari hatinya. Lukisan yang merupakan gambaran jiwanya.
***
“Kamu harus dandan sayang. Gak enak kalau kamu menolak ajakan Hendra.”
“Alina gak mau, Ma. Alina gak pantes ada ke acara itu.”
“Kata siapa kamu tidak pantas?” Mama Alya langsung mendorong Alya untuk masuk ke dalam kamarnya. Dengan cekatan Mamanya kemudian mendandani Alya dengan alat-alat kosmetik yang dia punya.
Mama Alya begitu bersemangat saat Alya menceritakan kalau dia diajak Hendra untuk datang bersamanya untuk menghadiri prom di sekolah. Ajakan itu adalah yang pertama buat Alya. Karena setelah dua tahun bersekolah di SMA Majasriya, baru Hendra yang mengajaknya untuk menghadiri prom tersebut.
Karena tidak terbiasa dengan alat-alat kosmetik, Alya sampai bersin berkali-kali saat Mamanya mengolesi wajahnya dengan alat-alat kosmetik yang tidak dia ketahui namanya itu.
Setelah hampir satu jam dia tak berkutik, bahkan sampai ketiduran. Alya kaget saat melihat bayangan yang ada di dalam cermin di depannya. Berkali-kali Alya terpesona dengan bayangan dirinya yang begitu anggun itu.
Dress berwarna pink muda yang sepanjang lutut kini menutupi tubuh langsingnya. Kakinya memakai flat shoes berwarna senada. Pita kupu-kupu kecil menghiasi kepalanya. Alya tersenyum senang saat melihat bayangannya di dalam cermin.
“Nak Hendra sudah menunggu di luar.” bisik Mama Alya.
Dengan tersipu-sipu Alya keluar dari kamarnya dan menuju teras rumahnya. Berkali-kali Mama Alya menggoda Alya, membuat Alya semakin tersipu malu. Saat Alya membuka pintu depan, dia dikagetkan dengan sosok yang berdiri membelakanginya. Kemudian dengan pelan dia mendekati sosok itu.
“Ndra,” panggilnya pelan.
Hendra berbalik ke belakang dan mendapati gadis impiannya sudah berada di hadapannya. Alya sempat kaget saat melihat penampilan Hendra yang berbeda dari biasanya. Alya mengakui kalau sosok di depannya itu terlihat keren dengan balutan toksedo hitamnya.
Hendra terlihat kaget dan kagum saat melihat penampilan Alya yang sangat cantik itu. berkali-kali dia mengucek-ngucek matanya untuk meyakinkannya kalau gadis di depannya itu adalah Alya.
“Hei…” sahut Alya saat melihat Hendra menatapnya tanpa berkedip.
“Ah… eh…” Hendra gelalapan saat Alya menegurnya. “Udah siap Al?” tanyanya setelah kesadarannya telah kembali sepenuhnya.
Alya mengangguk sambil tersenyum manis. “Udah,”
Kemudian Hendra memutari Alya dan berdiri di belakang gadis itu. Dengan penuh kelembutan dia membawa gadis itu menuju mobilnya. Tak lupa dia berpamitan dengan Mama Alya yang berdiri di dekat pintu. Mama Alya tersenyum saat melihat ketulusan dari mata Hendra.
Semoga kamu bahagia Nak. harap Mama Alya dalam hati.
Berkali-kali Hendra memuji penampilan Alya malam itu. Walaupun kekaguman itu tidak dia katakan secara langsung, tapi Hendra yakin kalau gadis itu mengetahui bahwa dia sangat mengagumi penampilan gadis itu.
Selama perjalanan mereka lebih sering bercerita mengenai kejadian-kejadian lucu di sekolah. Bahkan tak jarang mereka tertawa geli saat salah satu dari mereka membicarakan hal-hal yang mereka anggap sangat lucu.
Tak terasa mereka kini sudah berada di halaman sekolah mereka. Setelah menurunkan Alya dari dalam mobilnya, Hendra membawa Alya menuju aula sekolah mereka yang sudah disulap untuk menjadi tempat berlangsungnya prom sekolah mereka.
Alya sempat merasa gengsi saat hendak memasuki pesta itu. Dia merasa asing karena hanya dia sendiri yang menggunakan kursi roda. Melihat kegelisahan di wajah Alya, Hendra kemudian menenangkan Alya dan mengatakan semuanya akan berjalan lancar dan baik-baik saja. Alya sedikit lega saat Hendra menenangkannya.
Saat Alya baru beberapa detik memasuki aula sekolahnya yang sudah berubah menjadi area pesta, lantunan merdu dri sebuah piano menyambut kedatangan mereka. Alya memejamkan matanya dan menikmati lantunan-lantunan dari sebuah lagu klasik yang romantis itu. Alunan musik itu benar-benar menyejukkan jiwanya.
“Reza bagus banget mainin pianonya.” sebuah suara mengharuskan Alya membuka matanya. Alya langsung menatap Hendra dengan tidak percaya.
“Ha? An… Reza?”
Hendra mengangguk sambil tersenyum. “Iya, lo gak tau? Sebenernya setiap prom diadain, Reza selalu mainin piano untuk menjadi salah satu hiburan di acara ini. Seluruh lagu yang dia mainin semuanya sangat menyentuh hati. Reza bilang lagu-lagu itu khusus dia persembahin buat seorang gadis yang spesial di hati dia. Tapi Reza gak pernah mau ngasih tau gue siapa orang itu. Tapi yang gue lihat dari cara Reza mainin piano dengan penuh perasaan, gue tau kalau Reza sangat mencintai gadis itu.”
Alya terpaku saat Hendra menceritakan sedikit hal mengenai Reza. Alya merasa ada sedikit harapan di dalam hatinya. Tapi di saat bersamaan hatinya merasa tidak karuan. Seperti ada yang mengganjal hatinya. Sesuatu yang terasa begitu menyesakkan dadanya.
Alya menatap Reza yang sedang memainkan piano dengan penuh perasaan. Tangan-tangannya sangat lentik menari-nari di atas tuts-tuts itu.
“Ndra, aku keluar dulu ya.” pamit Alya dengan kepala yang menunduk.
“Ah, biar gue nemenin elo.” Hendra langsung mendorong kursi roda Alya tanpa sempat gadis itu menjawab.
Hendra dan Alya tidak pernah menyadari kalau sedari tadi. Sejak mereka masuk ke dalam ruangan itu. Ada dua pasang mata yang mengintai mereka. Dua pasang mata itu ada yang menatapnya dengan kepiluan. Tapi sepasang mata yang lain menatap mereka dengan tatapan memburu disertai dengan seringaian lebar.
“Saatnya rencana itu dimulai.”
***
Alya merasa hatinya tidak enak sejak mereka meninggalkan pesta itu. Dia seperti merasa ada yang mengawasinya. Tapi dia tidak tau siapa itu.
“Elo kenapa diem aja, Al?” tanya Hendra yang melihat Alya hanya diam saja.
“Ah… ah... a... aku gak kenapa-napa kok…”
Hendra menatap Alya dengan tidak yakin. “Kamu haus, Al?”
“Ah, eng... enggak kok.”
“Gak usah bohong. Aku masuk ke dalam dulu ya. Mau ambil minum. Gak apa kan kalau aku tinggal sendiri disini?”
Sebenarnya Alya merasa semakin merasa tidak enak. Dia benar-benar merasa akan terjadi sesuatu pada dirinya. Dia juga sebenarnya ingin menahan Hendra agar tidak pergi. Tapi dia tidak mempunyai alasan yang kuat untuk menahan Hendra agar tetap di dekatnya. Akhirnya Alya menganggukkan kepalanya dan membiarkan Hendra pergi.
“Gue gak bakal lama.” sahut Hendra dan kemudian pergi.
Saat itulah Alya merasa ada seseorang yang berjalan di belakangnya. Alya ingin menoleh ke belakang, tapi dia merasa takut. Akhirnya dengan sekuat tenaga dia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Saat itulah Alya melihat dua orang laki-laki tak di kenalnya sedang menatapnya penuh nafsu.
“TOLONG!!!” teriak Alya seketika saat dua orang laki-laki itu menariknya secara paksa.
Alya mencoba berontak, tapi kekuatannya kalah telak dari dua orang laki-laki itu. Bahkan salah satu dari laki-laki itu melayangkan tinjunya pada Alya agar gadis itu diam. Alya yang tidak menyangka akan mendapatkan pukulan keras itu menjadi lemah tak berdaya. Kepalanya terasa sangat pusing.
Hendra yang saat itu belum jauh melangkah terpaksa harus menghentikan langkahnya saat mendengar sebuah jeritan keras. Hendra merasakan amarahnya mendidih saat melihat Alya diseret paksa oleh dua orang laki-laki berbadan besar. Seketika Hendra langsung berlari mengejar ketiga orang itu.
Alya merasa tubuhnya semakin melemah saat dua orang laki-laki itu mencengkram lengannya dengan erat. Samar-samar Alya mendengar seseorang meneriakkan namanya. Walau samar, Alya tau kalau orang itu sedang khawatir. Itu dapat dilihat dari suaranya yang bergetar saat memanggil Alya.
Alya terjatuh tanpa terkendali saat dua orang yang membawanya secara paksa melepaskannya tanpa perasaan. Dari balik matanya yang mengabur Alya dapat melihat Hendra sedang berkelahi dengan dua laki-laki itu. Dua berbanding satu.
Alya tidak dapat menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia merasa sedih melihat Hendra yang sekarang sudah memar-memar akibat mendapatkan serangan yang bertubi-tubi itu. Air mata Alya semakin deras terjatuh saat melihat Reza datang dan mendaratkan pukulan telak pada salah satu laki-laki itu. Tepat di perutnya.
Sebenarnya tadi Hendra sempat mengirim SMS pada Reza untuk meminta pertolongan. Karena Hendra tau kalau dia saja tidak cukup kuat untuk melawan dua laki-laki yang menyeret paksa Alya itu. Karena itulah dia meminta pertolongan Reza yang notabene adalah pemegang sabuk hitam di salah satu perkumpulan karate terbesar di kotanya.
Reza meninju laki-laki yang sedang berduel dengannya itu dengan membabi buta. Sebelum Hendra mengirimkan SMS padanya dia sudah melihat Alya dibawa pergi dua laki-laki itu dengan tanpa perasaan. Sebenarnya Reza sudah memperhatikan Alya sejak gadis itu tiba. Tapi Reza pura-pura tidak melihat gadis itu saat gadis itu melihatnya yang sedang bermain piano.
Reza sangat emosi saat melihat kaki Alya yang lumpuh itu dipaksa untuk bergesekan dengan kerasnya bebatuan lapangan sekolah mereka. Dia merasa hatinya pilu saat melihat gadis itu kesakitan.
“Berhenti…” pinta Alya pelan dengan suara tertahan.
Pertarungan itu tidak berhenti walaupun Alya sudah berkali-kali berteriak walaupun suaranya terdengar parau. Perkelahian itu kini sudah berpindah tempat. Dari lapangan belakang sekolah, menjadi jalan raya yang berada di depan sekolah mereka.
“BERHENTI!!!!!” teriak Alya histeris.
Alya mencoba berdiri dari duduknya. Dia ingin menghentikan perkelahian itu. Reza dan Hendra sudah kelihatan sangat lelah, apalagi penampilan mereka sudah berubah menjadi berantakan. Tanpa sadar Alya berdiri dengan kakinya dan berjalan setengah berlari ke arah area pertarungan itu. Tidak ada yang menyadari kalau Alya sudah bisa berjalan seperti biasa. Bahkan Alya sendiri pun tidak mengetahui hal itu.
Reza kaget saat melihat Alya setengah berlari menuju arahnya. Alya terus menyebrangi jalan tanpa melihat ke kanan dan kiri terlebih dahulu. Saat itulah Reza melihat sesuatu yang berkilauan sedang menuju mereka.
“Alya, awas!!!”
Sebuah hantaman keras menghentikan perkelahian itu dengan sendirinya. Dua laki-laki itu langsung lari pontang-panting saat melihat seorang gadis tengah tergeletak tak berdaya dengan tubuh yang berlumuran darah. Melihat itu, Reza dan Hendra langsung berlari menghampiri gadis itu.
“Al... bangun Al!” pekik Reza sambil menaruh kepala Alya ke atas pangkuannya.
Mata Alya yang tertutup perlahan-lahan terbuka. Entah kenapa Reza menitikkan air matanya tanpa sadar saat melihat Alya berlumuran darah. Dia merasa hatinya sakit. Perih. Tapi dia tidak tahu kenapa perasaan itu bisa muncul.
“Ma... maafin... a... aku…” sahut Alya dengan terbata-bata. Mata beningnya menatap lurus mata Reza yang berkaca-kaca.
“Kenapa elo minta maaf Al? Elo gak salah.” ujar Reza.
“Maafin aku Reza... a... aku... udah... bohongin ka… mu…. A… ku… min... ta... ma… af…”
“Elo bohong apa sama aku Al?” tanya Reza.
Alya tidak menjawab pertanyaan Reza. Gantinya dia tersenyum manis pada Reza sebelum akhirnya menutup matanya.
Melihat Alya menutup matanya, Hendra merasa hatinya runtuh saat itu juga. Dengan pikirannya yang masih bekerja setengahnya, dia menghidupkan mobilnya dan mengusulkan agar Alya di bawa ke rumah sakit.
Dengan pikiran kalut Reza menggendong tubuh Alya yang bersimbah darah ke dalam mobil Hendra. Dia sama sekali tidak ingin gadis ini pergi dari hidupnya. Entah kenapa dia merasakan cinta yang begitu besar pada gadis ini. Cinta yang sama seperti yang dia berikan untuk Alina. Tapi Reza sama sekali tidak merasakan cinta itu saat bersama Selly. Padahal jelas-jelas Selly adalah Alina.
Alya segera dimasukkan ke ruang UGD saat baru tiba di rumah sakit. Seluruh upaya telah dikerahkan untuk menyelamatkan Alya. Doa tak pernah berhenti meluncur dari bibir Reza dan Hendra.
Tapi sebanyak apa pun usaha manusia, tidak ada yang bisa melawan kuasa dari Tuhan. Setelah sekitar satu jam menerima perawatan, akhirnya Reza dan Hendra harus menerima kenyataan kalau Alya telah kembali pada Sang Pencipta. Saat itu Reza merasa sebagian jiwanya pergi bersama dengan roh Alya yang tidak akan pernah memasuki raganya.
Alya tidak akan pernah lagi memperlihatkan senyuman dan wajah cerianya pada orang-orang sekitarnya. Dia telah pergi jauh dengan tenang dan menyisakan sedikit luka yang besar di hati Reza.