Platina

1030 Kata
9. Platina Mereka berada di depan pintu, terdapat rumah itu di bentuk mirip teras atau joglo, namun masih beratap anyam dari campuran rumput dan ijuk, dinding pun tampak menyatu dengan ranting pohon yang di rekatkan dengan tanah liat yang membuat ranting-ranting itu tertata dengan rapi. Sebuah kursi panjang di depan teras itu paman joki dan kepala suku Bugela dan kursi kayu kecil yang hanya dapat di duduki satu orang di depan dua orang itu jeff perlahan duduk. Jeff baru tiga kali ke tempat itu, dia memandangi di sekitar, dan paman joki masih berbicara penuh canda tawa dengan kepala suku bernama Bugela. Terlihat banguan mirip seperti sarang burung itu, pintu menganga lebar, dan di dalam ada seorang wanita muda berkulit eksotis sekilas memperhatikan jeff yang sedang duduk. Dan jeff hanya sekilas memandang dan membuang wajahnya, dia tahu wanita itu tersenyum kepada jeff, namun jeff seakan tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Dan bahkan tidak pernah saling mengobrol sebelumnya. Dalam tawa orang bernama Bugela, dia membahas tentang masa lalu yang pernah di saat itu di selamatkan oleh paman joki yang tanpa sengaja ternyata pernah tersesat di jalur menuju ke tempat yang kini jeff duduki. Ketika itu paman jeff bercerita, dia lupa jalan menuju pulang, karena sungai memang penuh dengan cabang dan Jalur kecil yang membingungkan, selama beberapa jam paman joki ternyata memasuki ruas jalan yang di huni oleh buaya-buaya ganas, dan lengkap dengan satu buaya besar yang menampakan diri, ketika itu dia melihat sekelompok orang yaitu para suku pedalaman, yang berusaha mengejar seseorang yang hanyut, orang-orang yang berada di atas kapal beberapa kali meluncurkan tombak untuk menghalangi buaya yang ngin menyerang orang yang hanyut itu, dialah kepala suku itu. Dengan jarak 30 meter di depan mata, dengan sigap paman joki membidik para buaya di segala penjuru, di tengah jalur tampak mulut buaya paling besar berwarna putih menganga seakan ingin menangkap orang yang hanyut beberapa meter dari lagi dari mulut buaya. Dengan keahlian menembak yang di miliki paman sebagai seorang mantan marinir dia langsung saja menembak mulut buaya yang berada ditengah jalur sungai, sehingga membuat buaya itu mengeluarkan darah lalu pergi menyelam ke dalam suangai. Dan buaya-buaya kecil lainnya pun tiba-tiba berlarian tak tentu Arah. Kemudian paman joki segera menangkap tangan orang itu dan menaikkannya ke atas perahu kecil. Orang-orang yang melihat kepala suku sudah merasa aman, mereka semua berteriak gembira. Dan kepala suku bernama Bugela mengucapkan banyak terimakasih dan mengajak Paman Joki pergi ke desa mereka. Setelah di sana, paman joki di sambut baik oleh semua orang-orang yang ada di situ, di waktu itu Bugela sedang bersama beberapa puluh orang sedang menaiki kapal menuju ke arah danau, ternyata Buaya terbesar itu sengaja menyerang dari bawah sehingga dapat menggulingkan perahu kecil yang dia tumpangi bersama orang-orangnya. Beberapa orang pun di seret buaya masuk ke dalam sungai, sedangkan kepala suku itu berenang tak tentu Arah. Dan hampir saja dia di seret salah satu buaya kecil, dan orang-orangnya berhasil menghalangi dengan menombak buaya itu hingga mati. Dan beruntungnya paman joki menolong Bugela. Dari kejadian itu, paman joki di anggap saudara oleh semua orang yang ada di desa kecil itu. Hei Jeff. Kata Paman joki, dan jeff kaget langsung melihat ke arah paman joki. Kemudian paman joki kembali berucap. Ayo ikut kami, kita mengambil sesuatu. Kata sang paman joki kembali, lalu kemudian jeff mengangguk, lalu berdiri dan berjalan mengikuti dua orang itu menuju ke belakang rumah. Di belakang rumah kepala suku itu, terlihat jalan setapak yang menuju ke sebuah, tempat, dan di sekitar jalan tanah itu petak-petak tanaman berupa sayuran unik di tanam di antara petak-petak itu. Tanah di tempat itu sungguh subur, pikir jeff, jika menanam maryuana di tempat itu pastilah akan tumbuh dengan sempurna. Setelah melewati beberapa petak sayuran, mereka berhenti di sebuah aliran air mirip seperti aliran air pada persawahan, air di aliran itu pun tampak sangat jernih, hampir seperti tidak ada kotoran sama sekali, yang di dalamnya di hiasi dengan batu-batuan berwarna hitam pekat dan ke perak-perakan. Paman joki menunduk, tangan kanannya meraih bongkahan batu di dasar air sebesar kepalan tangannya, dia meraih batu itu dan memperhatikan dengan seksama batu yang berwarna perak bercampur warna hitam. Pikir jeff dia sangat tahu batu itu, dan itu Adalah bongkahan logam mulia yang di sebuat dengan platinum atau platina. Ambilah kerikil itu. Di sini hanya sebuah batu yang tak berguna. Kata Bugela di samping paman joki, dan benar, seluruh aliran air kecil yang memanjang itu, penuh dengan bongkahan batu yang memang di tempat itu tak lebih hanya batuan biasa. Namun di kota berbeda, harganya pun sangat fantastis meski hanya sebuah bongkahan. Kemudian paman joki mengambil beberapa bongkahan yang dirasa cukup menarik jika di jual nanti oleh para pembeli di kota. Dan jeff membantunya menumpuk di bibir aliran air itu. Dia tampak lelah, kedua kakinya masih terendam air jernih sebatas di atas mata kaki. Dia berkacak pinggang di depan kepala suku yang memperhatikannya. Aku rasa sudah cukup. ucap paman joki sambil tersenyum. Jeff pun baru saja slesai meletakkan bongkahan itu di atas bongkahan lain. Paman joki melihat jeff yang berada berjarak 5 meter darinya. Kemudian berucap. Jeff, sudah. Kata paman joki. Biarkan saja batu itu di situ, biar orang-orangku membawanya di atas rakit. Kata Bugela, dan paman jeff mengangguk. Kemudian dia kembali berjalan menuju ke arah Bugela lalu kembali berjalan menuju ke rumah kepala suku sambil mengobrol. Jeff seperti orang Asing, dan hanya bisa mengikuti mereka dari belakang. Dan dia tahu, paman jeff melakukan itu supaya tidak terlalu dekat dengan orang-orang di desa kecil itu. Kini mereka sudah berada duduk di depan rumah kepala suku. Beberapa hidangan di atas meja telah tersedia, minuman nira manis yang di hasilkan dari pohon Aren telah di sajikan. Terlihat kebersamaan paman joki dan Bugela penuh kebahagian, jeff hanya mengangguk-angguk saja sambil memperhatikan dua orang itu dan juga meminum air nira. Tak lupa hidangan daging binatang buruan pun sudah sangat siap untuk di santap di atas daun hijau yang baru di petik. Mereka kemudian menikmati makanan itu, jeff hanya memperhatikan di sekitar, yang tampak orang-orang dari bawahan kepala suku membawa bebatuan yang sebelumnya di kumpulkan paman joki dan Jeff di bibir aliaran air. Orang-orang itu pun penuh semangat berjalan sambil membawa bongkahan batu menuju ke perahu kecil milik paman Joki.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN