Dongeng

1049 Kata
10. Dongeng Hei Bogela, rasa daging ini mirip daging buaya. kata paman joki, jeff yang medengarnya tersentak kaget, di dalm mulutnya dia masih mengunyah daging. matanya melotot melihat ke arah paman joki yang baru berkata seperti itu. ha ha ha ! mana mungkin buaya sepertiku memakan daging yang sama. kata sang kepala suku, yang duduk di sisi kanan paman joki, namun jeff yang merasa tidak tahan dengan daging yang berada di dalam mulutnya, langsung saja dia berdiri dan berlari kecil di sisi sebelah kiri dinding rumah, dan langsung saja jeff memuntahkan daging dari di dalam mulutnya. Paman jeff dan kepala suku tentu terperangah, kemudian saling menoleh kemudian sama-sama tertawa dengan kencang. Seakan-akan tawa mereka benar-benar menertawakan jeff yang sebenarnya sedang di kerjai oleh paman joki. Beberapa kali jeff meludah ludah, dan merasa sangat jijik jika benar-benar dia sudah memakan daging buaya. Kemudian jeff meluruskan tubuhnya berdiri, karena tampak seoarang gadis yang berada di belakang rumah tersenyum, yaitu anak kepala suku yang tersenyum kepadanya. Jeff lalu balas tersenyum, karena dia malu di lihat oleh wanita itu, kemudian jeff ingin pergi, namun wanita itu melambaikan tangan dengan isyarat wanita itu memanggil jeff. Kemudian jeff kembali berdiri mengarah di depan wanita itu, kemudian tanpa ragu jeff mulai berjalan selangkah demi selangkah mendekati nya. Jeff berhadapan dengan wanita itu, wanita berkulit exsotis yang tampak cantik dari wanita di sekitar rumah kepala suku. Terlihat seorang gadis yang mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, dari rambut yang tampak di balut dengan kain khas suku pedalaman, dan rambut terurai sebatas punggung, pakaiannya pun dari leher hingga sampai di atas mata kaki yang mirip seperti rok dan Bajunya yang di kenakan mirip seperti kemeja wanita yang bermotif pelangi Namun kusam. Ada apa kau memanggilku? Tanya jeff di hadapan wanita itu, kemudian wanita itu dengan senyumannya yang khas menjawab. Siapa namamu? Tanya wanita itu, bersuara lembut namun terdengar lantang. Aku jeff, kau? Jawab jeff sekaligus bertanya. Meridian. Kata wanita itu, dan jeff lalu mengangguk, kemudian wanita itu kembali berucap. Apakah di kota sangat indah? Ucapnya kembali. Dan jeff melirik ke arah tempat duduknya, masih terdengar suara tawa dari dua orang gila menurut jeff. Lalu pandangannya kembali melihat ke arah wajah wanita itu yang tampak sedang menunggu jawaban. Kota sangat indah, jika kau mau kau bisa pergi ke sana. Kata jeff, dan terdengar itu suatu ajakan bagi meridian. Aku pernah meminta kepada kepala suku, tapi dia tidak mengijinkan, alasannya terlalu berbahaya. Kata wanita itu, dan jeff paham dengan ucapan wanita di depannya. Kemudian, jeff mengangguk sambil berucap. Ya, mungkin kepala suku benar, Karena di kota banyak jutaan buaya yang sangat membahayakan dirimu. Aku kesana, aku harus menemani mereka, senang bisa mengobrol denganmu meridian. Kata jeff sambil tersenyum. Kemudian Anak kepala suku itu menjawab. Ya, senang bisa bicara denganmu jeff. Kata wanita itu, dan mengangguk kemudian membalikkan tubuh lalu berjalan kembali ke arah tempat duduknya. Perlahan dia duduk di kursinya semula, dia lalu meminum air nira yang masih tersisa di dalam gelas. Kau tampak panik jeff, hahaha. Kata paman joki, dan jeff meletakkan gelas kosong yang sebis dia minum. Hei anak muda, kau jangan menjadi penakut, atau pun jijik dengan buaya yang membuatmu muntah. Kami tidak memakan buaya, daging yang kau makan adalah daging rusa yang tadi pagi baru di masak. Anakkulah yang memasaknya, pasti lezat bukan? Hahaha. Kata kepala suku, sambil membanggakan masakan anaknya, tentu saja, wanita itu adalah anak satu-satunya, karena cerita paman joki waktu itu istri dari kepala suku sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu. Aku kira memang daging buaya, syukurlah. Kata jeff, terasa malu, dan bergelagat seperti orang bodoh. Hei Bogela, kenapa kau jujur sekali? Ha ha ha. Tanya paman joki. Biar saja, biar dia tahu fakta kami tidak memakan buaya. Mereka adalah penjaga, kami tidak membunuh dan mengurangi para penjaga. Ada sebuah cerita, dulu cerita nenek moyang, buaya di tempat ini semula hanya dua pasang yang sengaja di bawa ke sungai ini untuk bekembang biak. Nenek moyang kami bukan berasal dari tempat ini, mereka satu kelompok yang pindah dari sebuah negara benama Hedo, dan mungkin sekarang sudah berubah namanya. Dari turun temurun buaya-buaya di sungai ini berkembang dengan pesat, dari satu pasang, dan sekarang mungkin sudah melebihi ribuan. Menurut cerita, semula orang-orang di desa ini hidup berdampingan dengan para buaya di sungai ini, namun ketika itu ada salah satu buaya yang tanpa sengaja memakan seorang anak kecil dari suku kami, terjadilah pemusnahan beberapa ratus buaya, dan merasa para buaya hidupnya terancam, mereka membalas, ketika malam para leluhur sedang tertidur mereka di serang oleh para buaya, dan beberapa orang di seret ke dalam air, lalu yang lainnya melawan dan ada pula yang berlari karena buaya-buaya itu terlalu besar dan susah untuk di bunuh. Ya, satu tombak saja tidak cukup membunuh satu buaya, minimal 10 tombak dapat membuat buaya itu tumbang. Mengenai kejadian itu, seorang dukun yang tinggal jauh dari desa, dia Sengaja hidup menyendiri di hutan, mengetahui kejadian itu pada siang hari, dia sendiri menaiki rakit menuju ke sungai, dan orang-orang para lelaki mengawasi Dukun itu di bibir sungai, kejadian aneh terjadi. Kedua tangan dukun itu menegadah, dan mulutnya membaca mantra aneh, para buaya pun dari segala penjuru berdatangan, dan anehnya sama Sekali tidak menyerang dukun itu. Sang dukn hanya tersenyum, padahal dirinya sudah di kelilingi ribun buaya yang memenuhi sungai. Kedua tangan dukun itu pun terulur ke bawah, dengan wibawanya dia berucap kepada Para buaya yang seakan menunggunya bicara. Dukun itu berucap, kalau semua adalah salah paham, tidak ada yang benar, tidak ada yang salah, semua berhak hidup, dia berniat mendamaikan, dan memulai kehidupan baru untuk saling hidup berdampingan. Dukun itu meminta Para buaya untuk menjaga jarak antar wilayah, dan juga sang dukun menyarankan para buaya untuk menjadi penjaga, lalu kata terahir dari dukun itu meminta para buaya segera pergi dan menjauh dari desa. Kemudian setelah dukun berucap seperti itu, berangsur angsur buaya pergi dan menghilang, namun jekaknya mereka menuju ke hulu sungai jauh dari pemukiman warga suku. Ya, itulah cerita dongeng dari leluhur tentang buaya di bagian wilayah sungai ini. Kata Kepala suku, jeff terbengong sambil menelan ludah, seakan-akan benar dia mendengar dongeng yang menurutnya bagus untuk di dengar, sedangkan paman joki hanya menghisap cerutu sambil mengepulkan asap dari cerutu itu. Jeff menduga, paman joki juga baru mendengar cerita itu, dalam benak jeff berkata lain, dia ingin sekali bertanya siapakah dukun itu sebenarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN