C.4 The Truth

3554 Kata
~~ Make decision not only about your life but also with all your circle, even the decision make you in pain ~~   Selasa aku masuk kerja kembali setelah aku mengajukan cuti di hari Senin kemarin. Dan betapa terkejutnya aku saat sampai di tempat dudukku ada sekitar puluhan map tumpukan pekerjaan yang aku ga tau kapan datangnya karena Jumat kemarin aku yakin mejaku benar-benar bersih. Dan salah satu sifatku yang menurut teman-teman adalah ‘petaka’ adalah sifat terlalu bersih. Setiap pulang kantor tidak pernah ada berkas berserakan di meja semua pasti aku rapikan di lemari dan aku selalu memberi tanda urgent or not, sehingga aku tau mana yang perlu dikerjakan duluan. “Jenk Astri, ini kamu nitip naruh apa gimana? Kenapa jadi banyak map disini?” Tanya ku pada Astri yang duduk di depanku dan aku yakin dia pasti tau penyebab semua ini. “Itu kerjaanmu Jenk, dan emank baru datang Senin kemarin, aku ga mau ngasih tau kamu karena ku tau kamu lagi prepare soal nikahan kamu juga makanya aku diem aja.” Jawab Astri enteng banget tapi malah aku langsung frustasi memandangnya. Map pekerjaan yang tingginya bersaing sama monas siapa coba yang ga stress liatnya, dan aku juga tau map segini banyak datang tiba-tiba pasti ada alesannya, mengingat sekarang masih mid of month yang artinya bukan laporan dari teman-teman seperti biasanya. Aku duduk dan menghela nafas sebentar kemudian membaca salah satu map, membuatku langsung terkejut dan membuat tubuhku menegang. Monthly Report of Selection Supplier. Laporan yang seharusnya tidak menimbulkan masalah dan bisa dikatakan dapat dilupakan keberadaaannya. Kenapa sekarang harus jadi masalah? Dan aku pun mulai memeriksa map yang lain, rata-rata membahas tema yang sama ditambah dengan Report of Cost Reduction yang biasa aku kerjakan tapi laporan tersebut saling berkaitan. Ironinya di semua map ada note kecil yang menjelaskan problem yang harus aku analisa ulang – catet analisa ulang- kalau ini masih di 3 bulan terakhir it’s okay ya, maybe I have mistake. Tapi ini udah last year – tahun lalu – gimana ga pening ini kepala. Kenapa juga masa lalu diungkit-ungkit. Merasa ada yang ga beres dengan semua ini, aku berinisiatif ke ruangan Madam Santi meminta penjelasan. Setelah kembali dari ruangan Madam Santi bukan mendapat sesuatu yang membahagiakan malah makin runyam, karena masalahnya ada manipulasi data dari supplier. Pusing pake banget. Dan lebih Bete lagi semua itu diselesaikan dalam waktu 1 minggu karena ada evaluasi lanjutan. Bisa tidur di kantor nih kalo begini caranya. Mulai lah aku bekerja sampai Astri melihatku juga tidak ku sadari. “Problem besar ya?” Tanya Astri polos yang aku rasa dia pasti udah dapet cerita dari Bu Santi. Aku cuma mengangguk sambil berdehem. Kondisi tersebut membuatku lembur hingga jam 11 malam setiap hari, dan terkadang aku sering melewatkan jam makanku. Untungnya Ratna dan Astri tau kalau aku udah males makan di kondisi begini jadi mereka selalu membawa makanan lebih yang nantinya diberikan padaku dan aku usahakan makan di sela pekerjaanku. Hingga waktu yang ditunggu pun tiba, hari evaluasi. Bu Santi yang dari pagi udah hectic bin panic tidak henti-hentinya bertanya soal hasil evaluasi yang akau buat. Karena evaluasi yang aku buat sudah selesai pada pukul 11. Aku memutuskan untuk makan siang di taman area kantor dan memesan delivery order sekalian refreshing karena mantengin komputer mulu jadi aku rasa dengan melihat tanaman akan lebih fresh. Sayangnya suasana itu harus aku nikmati sendiri karena Ratna dan Astri sedang ada tugas keluar kantor dan baru kembali sore hari. “Astaga, apes banget giliran udah bisa maksi dengan layak malah ga ada temennya,” aku bergumam. Tanpa aku sadari ada seseorang yang menghampiri, “Kalo jodoh itu emang ga lari kemana-mana ya,” ujar seorang pria yang membuatku menengok saat sedang nikmatnya minum ice green tea favorit. Jujur aku yang emang memiliki kadar kelupaan untuk mengingat nama dan wajah seseorang jika satu kali aja bertemu. Pada akhirnya cuma bisa bengong “Maaf siapa ya?” Tanya ku polos dan tanpa rasa bersalah, yang membuat lawan bicara ku ikutan bengong dan kaget. “Seriously, kamu ga tau aku sapa?” tanyanya cengo. Aku pun menggeleng sambil nyengir, “Maap lupa pasti pernah ketemu cuma sekali, kalo jarang ketemu apalagi cuma sekali saya ga pernah inget.” Pria itu tersenyum menderita dan tak percaya “Meskipun ketemu orang ganteng dan baik kaya aku.” Jawabnya narsis malah bikin aku ilfeel. “Hahaha,, kalo aku lupa ya sudah dipastikan ga ganteng lah, apalagi baik. Karena kalo ganteng dan baik mesti inget. Contohnya Song Jong Ki,” aku menyebut salah satu artis korea yang keceh badai. Dia pun menggeram tak percaya dengan yang didengarnya, “Tolong ya diinget lagi, kita pernah ketemu di pesta Mr. Johnson di Surabaya.” Katanya memberi petunjuk berharap aku inget dan nihil aku tetap menggeleng. “Reno Satria Abrisam, remember Darling?” jelasnya pada akhirnya dengan nada putus asa. Aku hanya mengangguk dengan polosnya “Baiklah Pak Reno, salam kenal.” Reno yang bener-benr dibuat frustasi dengan sikapku sempet ngacak-ngacak rambutnya. “Still not remember at that time, Asmara?” jawabnya mulai emosi. “Asli pak saya beneran lupa, memori saya cuma dikit masuknya yang penting-penting aja, apalagi di pesta itu banyak ketemu orang. Saya takjub bapak masih inget nama saya.” Jawabku sambil senyum tipis. ‘Ini cewek terbuat dari apa sih, seumur-umur baru kali ini ada cewek yang ga inget sama aku’ batin Reno geram. Saat Ara akan berbicara pada Reno, tiba-tiba HP nya berbunyi dan tertera nama Bu Santi disana. Tanpa pikir panjang Ara pun meninggalkan tempat itu. Reno yang tau hal itu sangat frustasi karena kehadirannya cuma dianggap angin lalu oleh Ara. “Aku pastikan kamu melihat dan bergantung pada ku Asmara, berani sekali pergi tanpa pamit seolah-olah aku ini angin lewat.” Guman Reno geram.   Tiba di ruang meeting betapa terkejutnya Ara melihat Reno ada di jajaran management yang hadir saat evaluasi ini. ‘Ya ampun itu orang kenapa nongol disini, apa jangan-jangan dia salah satu BoD ya, matilah aku mana tadi langsung ngacir aja’ batin Ara yang mendadak jadi deg-degan. Saat meeting berlangsung Ara dan Bu Santi menjelaskan semua kondisi yang ada saat ini hingga problem tersebut muncul. Dari penjelasan tersebut muncul berbagai macam pertanyaan dari management yang mampu dijawab Bu Santi dan Ara dengan baik. Namun, mereka memang kecolongan satu supplier yang jelas-jelas berani memanipulasi kondisi yang berakibat adanya potensi kerugian pada perusahaan. Ara dan Bu Santi meminta waktu untuk menyelesaikan masalah ini. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Reno untuk menjaili Ara dan mendekatkan diri. Reno berpikir sesaat cara yang masuk akal dan tidak mencurigakan bagi karyawan yang lain. Ara yang sejak awal mendapat tatapan intimidasi dari Reno sempet kurang fokus tapi untung nya Ara bisa mengendalikan keadaan. “Saya beri waktu  satu bulan untuk membereskan masalah ini, jika tidak ada perkembangan silahkan ajukan surat resign ke Hrd.” Kata Reno mendadak saat suasana mulai tenang. ‘Bagus, bencana lah diri ini, mana 1 bulan lagi nikah ada tugas Negara begini, apa kata dunia nih nasib cutiku.’ Lirih Ara dengan was-was. “Apa terlalu lama Nona Ara waktu yang saya berikan?” Tanya Reno menyeringai. “Eh,,bukan pak, malah kurang, karena ealuasi itu minimal 3 bulan. Secara teoritis dan problem solving bisa, tapi untuk Long improvement itu tidak bisa.” Jelas Ara penuh percaya diri yang disambut anggukan oleh BoD yang lain. Reno mendadak mati kutu, ‘Sial, bener juga nih cewek mana ada evaluasi satu bulan, sama aja ga ada hasilnya. Kenapa nih cewek pinter banget sih, kan jadi makin terpesona dan penasaran pengen aku pacarin’ batin Reno. ‘Loh, kenapa jadi pengen pacaran ma dia ya, tipe aku juga bukan, cantiknya B ajah, tapi otaknya emang encer kaya air sih, sebenarnya wajahnya menarik dan elus-able, tapi pikunnya ga ketulungan’ batin Reno kembali yang membuat Ara dan yang lainnya bingung karena Reno jadi terliat tidak focus. “Maaf Pak Reno, oke kah dengan pengajuan kami?” Tanya ku kembali sesaat setelah tau kalo Reno belum memberikan jawaban. Reno yang terlihat kaget pun langsung menjawab “Baik saya setuju, tolong laporkan hasilnya setiap minggu sama saya.” Reno pun berdiri diikuti oleh asistennya meninggalkan ruangan meeting. Sesaat Reno menghentikan langkahnya setelah keluar dari ruang meeting dan menengok kembali kea rah ruang meeting. ‘Kenapa aku tidak bisa agresif seperti wanita lain yang selalu ingin aku dekati. Apa yang kamu punya Asmara?’ batin Reno kemudian melanjutkan langkahnya kembali sambil tetap berpikir cara untuk mendekati Asmara. ### Diluar dugaan evaluasi itu menharuskan Ara sering keluar kantor, entah kenapa malah membuat Ara bener-bener lupa dengan pernikahannya yang tinggal 3 minggu lagi. Jika saja mamanya tidak menelpon setiap malam pasti dia lupa bahwa akan ada pernikahan dirinya dengan Dev. Dev juga jarang berkomunikasi dengan Ara sehingga Ara yang selalu pulang larut menjadi lupa diri memiliki tunangan, bisa dikatakan mereka berdua hampir lost contact. Di sisi lain kondisi tersebut menguntungkan Reno yang akhirnya mengetahui nomor ponsel Ara dari asistennya. Sehingga lelaki itu sudah membayangkan banyak cara untuk mendekati pujaan hatinya.    Mr. Reno calling Ara yang melihat ada panggilan di ponselnya pun langsung menggeser tombol hijau, “Malem pak, ada yang bisa saya bantu?” sapa Ara kepada Reno. “Ini kan diluar jam kantor, panggil Reno aja,” suara Reno di sebrang. “Bapak kan tetap atasan saya, lagipula saya juga masih kerja jadi mana mungkin saya seenak ucap manggil gitu.” Jawab Ara yang mulai malas dengan basa basi Reno. Reno mengernyitkan kening dan melihat Jam tangan yang melingkar di tangannya, “Ini udah jam 8 kamu masih di kantor?” Tanya Reno kesal. “Baru otw kantor masih di tol abis dari Cikarang pak.” Jelas Ara yang kemudian merutuki kebodohannya yang terlalu jujur. “Sama sapa?” Balas Reno dengan nada mulai emosi. “Sendiri” jawab Ara singkat tapi merasa sedikit aneh. “Langung ke rumah apa ke kantor dulu?” Tanya Reno kemudian. Ara yang semakin bingung dengan sikap Reno makin ketus menjawab pertanyaan dari Reno. “Kantor lah kan balikin mobil dulu pak, lagian motor saya ada di kantor.” “Tunggu disana.” jawab Reno singkat yang langsung mematikan panggilan tanpa menunggu balasan dari Ara. Ara pun hanya mengedikkan bahu bingung. Setelah berkendara kurang lebih 30 menit, Ara pun sampai di basement kantor untuk memarkirkan mobil dengan benar. Saat kan menuju pintu masuk kantor, tangannya langsung dicekal oleh pria yang tak lain adalah Reno yang sudah menunggu daritadi. “Lepasin pak, kenapa harus seret saya gini sih.” Pinta Ara sambil berusaha menyeimbangkan langkah Reno yang menariknya. “Saya tidak menerima penolakan apapun, aku anter kamu pulang.” Ketus Reno membawanya ke mobil sport Reno melepas cekalan tangan dan membuka pintu mobil untuk Ara. “Ayo Masuk” Ara yang sedang malas berdebat pun akhirnya menurut aja. “Pak motor saya kan disini, besok saya naik apa kalo taruh disini.” Jawab Ara mencari alesan. “Saya jemput kamu besok. Oke Sugar.” Balas Reno cepat. Mobil Porsche itu keluar dari parkiran absement membelah jalanaan ibukota yang mulai berkurang volumenya tapi tak mengurangi kepadatan kendaraan yang melintas. “Kamu udah makan?” Tanya Reno sedikit menoleh pada Ara. Dan Ara menjawab hanya dengan gelengan kepala. “Mau makan apa?” Tanya Reno kembali. “Saya mau langsung pulang aja pak.” Tegas Ara. “No, kamu kerja terlalu larut jadi harus makan dulu, atau kamu saya hukum.” Jelas Reno. Ara yang bingung dengan kata ‘hukum’ hendak bertanya, namun Reno langsung mendekatkan wajahnya di depan Ara hingga jarak mereka kurang dari 2 cm. Ara yang kaget pun hanya bisa diam. “Hukuman bisa dimulai dari pipi, bibir, kening, atau leher mungkin,” kata Reno yang membuat Ara menegang karena merasakan nafas mint dari Reno. “Sss-ooo-sopan lah sedikit pak,” kata Ara terbata karena berusaha menetralkan detak jantungnya sambil memundurkan kepalanya hingga terantuk kaca mobil. Saat Reno akan membalas perkataan Ara, suara klakson mobil menyadarkannya untuk kembali ke posisi semula. ‘Matilah aku, kenapa juga tuh orang deket banget, plis jantungku kembalilah normal.’ Batin Ara sambil menghela nafas. Malam itu, ditutup dengan Asmara yang dianter oleh Reno sampai ke rumahnya setelah menyelesaikan makan malam yang terpaksa menurut Ara.  Dengan berat hati menyetujui tawaran Reno untuk menjemputnya besok pagi ‘Lihatlah Sugar, aku kini sudah mulai melihatmu lebih dekat.’ Lirih Reno setelah Ara turun dari mobilnya. ### Weekend yang sangat dinantikan Ara pun tiba, semenjak tragedi meeting evaluasi, weekend dan istirahat seakan jadi sesuatu yang berharga buat Ara. Sabtu ini Ara yang sebenarnya ingin tiduran di kamar harus menerima kenyataan untuk bangun dan pergi ke butik memilih baju pernikahannya mengingat waktu pernikahnnya 2 minggu lagi. Ara yang tersadar hampir 2 minggu ini tak tahu kabar Dev memutuskan untuk menelpon Dev dan menanyakan keberadaannya, berharap bisa menemani dirinya untuk fitting baju. “Dev, apa kamu sibuk? Kenapa aku ga mendengar kabar kamu selama ini?” Tanya Ara seketika saat Dev menerima panggilan Ara. “Maaf Sayang sinyal di hutan ini sungguh susah, jadi aku kesulitan menghubungi kamu.” Jawab Dev meyakinkan, tapi Ara sedikit curiga karena mendengar suara musik mengalun. “Jadi kamu tugas ya? Padahal aku mau ngajak kamu fitting baju yang dulu tertunda.” Jawab Ara merajuk. “Maafkan aku Dear, kamu pilih aja sesuai keinginan kamu, aku yakin pilihan kamu pasti bagus.” Jawab Dev memelas. “Baiklah, aku pergi dulu ya,” balas Ara lalu menutup telponnya, seketika tanpa terasa air matanya menetes.   Reno yang merasa weekend ini tidak ada kegiatan berarti dengan penuh semangat bersiap dan meluncur ke rumah Ara sambil membawa sebuket bunga. Saat Ara akan keluar rumah, Reno pun datang dan langsung memarkirkan mobil di depan pagar rumah Ara. “Morning Cantik, pas banget aku mau ngajak kamu pergi dan kamunya udah rapi gini.” Kata Reno menggoda yang tak membuat mood Ara membaik. “Kenapa kamu tiba-tiba kesini?” ketus Ara penuh selidik. “Tentu saja ngajak kamu kencan lah,” jawab Reno polos. Ara pun mengerutkan kening, “Kencan?? Dengan calon istri orang lain?” Tanya Ara memastikan yang mendapat tatapan dingin dari Reno. “Calon istri? Maksudnya?” Tanya Reno memastikan pemikirannya tak salah. “Ehem,,jadi begini ya Bapak Reno yang terhormat, saya ini akan menikah 2 minggu lagi, dan sekarang saya memang mau keluar tapi untuk fitting baju pengantin saya. Kalo Anda ikut bisa salah ukuran nanti.” Jelas Ara yang membuat wajah Reno pucat pasi. ‘Bagaimana bisa aku mendekati tunangan orang lain? Apa yang ada di otakmu Reno?’ batin Reno. “Maaf bukan maksud saya mengusir Anda tapi bisakah anda kembali karena saya mau pergi,” pinta Ara sopan. Tanpa berkata apapun Reno langsung pergi.   Sampai di butik yang dimaksud, Ara pun memutuskan 2 kebaya yang akan digunakan pada pernikahannya nanti dan tentu saja yang ready sehingga tidak perlu menunggu waktu lama untuk segera dikirim ke rumahnya. Karena waktu masih siang Ara pun memutuskan untuk jalan-jalan sebentar di mal tersebut, dan saat Ara mampir di salah satu gerai sepatu, ada sepasang sepatu yang menarik perhatiannya, Ara pun masuk ke dalam butik tersebut. Setelah berbicara pada pegawai gerai dan menunggu untuk diambilkan size yang sesuai, Ara mendengar suara yang tak asing di telinganya, dia pun menoleh. Sesuai dugaannya, suara tersebut adalah suara lelaki yang dirindukannya, Devio. Namun, saat Ara akan mendatangi Dev, terkejutlah Ara dengan pemandangan yang dilihatnya karena ada seorang wanita yang mungkin seumuran dengan dirinya sedang merangkul lengan Dev mesra, Ara yang tak mau buruk sangka pun hanya memperhatikan interaksi dua insan tersebut dan yang membuat Ara bingung adalah tadi Ara menelpon Dev bilang masih di hutan tapi sekarang Dev ada di depannya dan bersama dengan seorang wanita. Pemikiran yang belum ada jawabannya itu harus kembali kaget dengan pemandangan yang tak pernah ada dalam pikiran Ara sama sekali. Wanita itu mencium pipi Dev sesaat setelah wanita itu mencoba salah satu sepatu yang diberikan oleh pegawai gerai tersebut. Dan Dev pun membalas ciuman itu. Siapa wanita itu? Bahkan Ara yang jelas-jelas tunangannya saja tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh Dev, tapi wanita yang Ara yakini bukan saudara Dev melakukan hal itu. Jika sahabat atau teman apa harus melakukan hal itu mengingat Dev akan menikah. Entah kenapa ada rasa sakit dan sesak dalam d**a Ara melihat hal tersebut, meski selama ini Ara selalu menyangkal mencintai Dev tapi melihat Dev bermesraan dengan wanita lain tetap membuat hatinya sakit. Apa ini artinya Ara mulai jatuh cinta dengan Dev? Haruskah cinta yang baru dirasakan Ara dilukai dengan perbuatan Dev tersebut? Bagaimana dengan kata-kata cinta yang selalu Dev ucapkan? Apa semua itu hanya kebohongan? Ara meninggalkan gerai tersebut dengan bulir bening yang siap keluar, hingga panggilan dari pegawai yang mengambilkan sepatunya pun tidak dihiraukan. Ara berjalan cukup cepat dengan keadaan pikiran kacau hingga tak melihat orang-orang di depannya hingga mengalami kejadian tak terduga tapi yang membawa takdir lain di hidup Ara nantinya   Buuukkk.. “Maaf, saya tidak sengaja.” Ucap Ara lirih langsung pergi tanpa menoleh siapa orang yang ditabrak. Pria yang merasa mengenal wanita yang ditabraknya pun sempet mengejar, tapi karena jalan Ara yang terlalu cepat dengan pikiran kalut tersebut mendadak pria itu kehilangan jejak Ara. ‘Apa yang terjadi padamu, hingga tak menyadari kehadiranku.’ Lirih pria itu yang tak lain adalah Rasyid Ar Madin. ### Kejadian di mal waktu itu sukses membuat Ara bimbang dengan pilihannya kini, tapi dua minggu pernikahannya tidak mungkin dibatalkan begitu saja. Ara tidak bisa egois melihat kebahagiaan orang tua dan keluarganya tentang pernikahan ini. ‘Ya Allah, apa kenyataan ini yang Engkau tunjukkan padaku, lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Bantu aku Ya Allah.’ Batin Ara. Tiga hari setelah kejadian tersebut Dev mulai intens lagi dengan Ara yang membuat Ara bingung dengan perubahan sikap Dev. Ara ingin menanyakan tapi Ara merasa ga siap dengan jawaban yang nantinya akan diberikan oleh Dev. Bahkan Ara pun mulai kehilangan nafsu makannya karena hal ini. Seakan ujian yang dialami Ara belum tuntas, dua hari kemudian Ara menerima kabar dari mamanya, tempat acara di Kusuma tidak bisa digunakan sesuai dengan tanggal tersebut. Ara mulai merasa putus asa dan berniat membatalkan saja pernikahannya, bagaimana tidak dua minggu sebelum acara, kenyataan pahit berikutnya tempat yang sudah di booking jauh hari tidak bisa digunakan karena pemilik tempat tersebut juga mengadakan acara di venue tersebut. Tiga hari kemudian Ara menerima kabar yang semakin membuatnya terpuruk, kebaya yang seharusnya digunakan untuk resepsi hilang di gudang penyimpanan butik tersebut. Meskipun uang pembayaran dikembalikan 100%. Namun, dengan kekacauan ini cukup membuat Ara makin stress. ‘Bantu aku untuk mengambil keputusan Ya Allah, haruskah aku melanjutkaan pernikahan ini setelah semua cobaan yang Engkau berikan?’ batin Ara. Melihat perubahan Ara yang sering melamun akhir-akhir ini membuat Dev khawatir. “Hunn, apa kamu lagi sakit? Wajahmu keliatan agak lemas.” Tanya Dev penuh kuatir. Ara hanya menggeleng. Ara yang benar-benar dilema dengan perasaannya, membuat Ara drop dan asam lambung kumat. Ara dilarikan ke UGD oleh teman sekantornya karena Ara pingsan saat meeting di kantor. Sesuai dengan anjuran dokter Ara pun menginap semalam di rumah sakit tanpa menghubungi Dev. Ara benar-benar ingin menenangkan diri. Keesokan harinya saat Ara akan pulang dari rumah sakit, Ara baru menghubungi Dev dan memutuskan untuk menanyakan hal tersebut apapun jawaban Dev nantinya, dia akan menerimanya dan mencoba mengatakan kenyataan in pada orang tuanya. Sambil menunggu Dev, Ara memutuskan untuk menunggu di taman rumah sakit. Ara yang melihat ada kursi yang bisa diduduki meskipun ada seorang wanita yang duduk disana, Ara pun memutuskan untuk duduk di kursi tersebut. Kedatangan Ara membuat wanita itu tersenyum pada Ara dan Ara membalas senyum itu. “Apa Anda sedang menunggu seseorang?” Tanya wanita itu. Ara mengangguk. Hening. Ara melihat raaut wajah wanita itu yang seakan tak memiliki rona apapun, membuat Ara penasaran. “Apa Anda pasien atau menjenguk orang sakit disini?” Tanya Ara memulai percakapan. Wanita itu menleh “Saya juga sedang menunggu sesorang.” Jawabnya sambil tersenyum tipis. “Kalo boleh tau siapa orang itu?” Tanya Ara pelan tapi yakin masih bisa didengar. “Seseorang yang mengajarkan aku cinta tulus.” Jawab wanita itu sambil menerawang ke depan namun jawaban itu membuat Ara terpaku. “Lelaki itu sudah meninggal tapi kehadirannya dalam hidupku tak bisa digantikan, karena apa yang sudah dilakukannya melebihi keampuan orang lain.” Lanjut wanita itu. Ara yang tak mengerti pun bertanya, “Apa dia kekasihmu?” wanita itu menggeleng. “Dia ayahku.” Seketika Ara mulai paham. “Ayahku meninggal 1 bulan lalu karena mendonorkan matanya untukku, sehingga aku bisa melihat lagi setelah aku mengalami kebutaan 5 tahun lalu.” Ara pun terhenyak dengan pengakuan wanita itu. “Selama aku hidup, ayahku menjadi superhero untukku, bahkan saat aku buta beliau menjadi mata dan kakiku, hingga saat terakhir pun beliau mendonorkan mata ini untukku dengan sengaja.” Ara benar-benar terharu dengan cerita wanita itu. “Apa ada yang mengganjal dihatimu?” entah kenapa Ara menanyakan hal itu. Wanita itu memasang wajahnya yang datar “Ayahku meminta satu hal sebelum meninggal yaitu meminta aku untuk bahagia dan menikah dengan pria pilihannya. Aku tau pria yang dimaksud itu mencintai wanita lain, dan menjadikan aku istri kedua.” Aku kaget dan mataku mulai berkaca-kaca mendengarnya. “Kenapa kamu bersedia?” Tanya Ara sedikit menuntut. “Karena hanya itu yang bisa kulakukan untuk ayahku yang selama ini tulus menyayangi aku.” Entah kenapa jawaban wanita itu seakaan menyadarkan Ara akan satu masalah yang dihadapinya saat ini. Bagaimana rasa kecewa orang tuanya jika pernikahan ini batal, berapa uang dan tenaga yang sudah dikeluarkan oleh orang tuanya selama ini yang bahkan belum sempat dibalas oleh Ara. Setidaknya Ara akan hidup bahagia dengan Dev sebagai istri pertama bukan istri kedua seperti wanita itu. Haruskah Ara memperkeruh keadaan yang membahagiakan? Lamunannya buyar saat wanita itu pamit dari hadapannya dan disaat yang bersamaan Dev juga sudah menjemputnya. Sesaat Ara melihat ke arah wajah Dev dan tersirat raut cemas bahkan di dalam manik mata yang selalu membuatnya luluh dan nyaman. Ara kembali larut dalam pikirannya dan memperkuat pemikirannya untuk melanjutkan pernikahan ini yang entah bagaimana rasanya nanti. ‘Mama,,Papa,,hanya ini yang bisa Ara lakukan untuk kalian, semoga pilihan Ara tidak salah dan berakhir bahagia seperti doa Mama dan Papa selama ini.’ Doa Asmara sambil menutup mata. ### Di lain tempat Reno yang mengetahui kenyataan bahwa Asmara akan menikah meminta ayahnya untuk mengurus bisnis di Jerman. Sejenak Reno ingin melupakan kenyataan pahit yang menimpanya. ‘Aku bahkan tak pernah melakukan kontak fisik apapun dengannya, tapi perasaan kehilangan ini begitu terasa.’ Batin Reno.   Di sebuah apartment, seorang lelaki tinggi tegap sedang berdiri di balkon dengan memegang sekaleng cola. Beberapa hari ini pikiran pria ini dihantui rasa penasaran dan nyeri yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Bahkan pada tunangannya sendiri. ‘Kenapa kamu begitu menguasai pikiranku, air mata itu selalu menghantui diriku dan menimbulkan rasa nyeri di dadaku. Aku hanya bertemu denganmu tiga kali tapi berhasil membuatku tak berhenti memikirkan kamu, bahkan jantungku berdetak tak karuan hanya membayangkan dirimu.’ Batin Rasyid. ### Makin kompleks ya hatinya Ara, kira-kira bagaimana rumah tangga Ara? Tokoh-tokoh yang di next chapter juga sudah mulai terlibat, biar bisa memudahkan kalian nantinya asal-usulnya. See U next part ya..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN