C.3 Preparation in Conflict

2739 Kata
~~ Menerima takdir Tuhan bukan berarti kalah, percaya lah Tuhan selalu memberikan yang kita butuhkan bukan kita inginkan ~~ Sesuai dengan kesepakatan Dev dengan orang tuaku, Dev beserta keluarganya datang 2 minggu kemudian ke rumah orang tuaku. Bukan lagi di rumah adekku. Pertemuan dua keluarga ini akhirnya menghasilkan waktu 5 bulan lagi untuk melangsungkan pernikahan. Widya yang saat itu juga hadir mengajakku bertemu 2 bulan kemudian di Jakarta yang kebetulan dia sedang ada urusan kerja di Jakarta. Kami janjian di salah café yang dekat dengan tempatnya menginap sepulang kami bekerja. “Sorry Wid, lama ya nunggunya?” tanyaku sedikit mengatur nafas yang terburu-buru. “Minum dulu nih, atur nafas” katanya sambil menyodorkan minuman favoritku. Aku duduk dan minum sampe setengah gelas. “Busyet, abis marathon buk, apa bocor nih gelas?” canda Widya yang membuatku terkekeh. “Ini isinya emank cuma setengah, kamu aja yang ga nyadar,” jawabku asal. Widya menawarkan menu untuk pesan makanan tapi dia sudah menjelaskan menu apa saja yang dia pesan selama menungguku. Dan kalian tau menu yang dipesan pun juga tidak sedikit sebenarnya. Jadi aku putuskan hanya menambah cappuccino dan green tea. Sambil menunggu pesanan kami datang, kami mengobrol hal yang ringan sampai kemudian Widya bertanya mengenai persiapan pernikahanku dengan Dev. “Jadi sampai dimana persiapan pernikahan kalian?” “Hemm,,undangan, souvenir sudah, tempat dan catering mama bilang juga udah beres.” Jawabku santai. “Syukurlah,,tapi aku rasa ada satu yang belum beres.” Balas Widya tenang sambil melirik ke arahku. Aku cuma bisa melihatnya dengan tatapan bertanya. Belum sempet Widya menjawab datanglah pesanan kami. Aku mengucapkan terima kasih pada pelayan café dan Widya melanjutkan kata-katanya “Hatimu yang belum beres Asmara” mendengar Widya mengatakan dengan amat jelas plus namaku, aku yakin dia sedang menahan kesal. “Apa yang ingin kau tau bestie, you know lah the situation.” Jawabku sambil tersenyum tipis. “Everything is ok, Dear?” pada akhirnya Widya hanya bertanya seperti itu. Aku bercerita kondisi aku dan Dev setelah lamarannya 2 bulan lalu. Dan menurutku semuanya ‘good’. “Kau tak perlu memikirkan masalah ini Wid, pernikahanmu kan juga tinggal 1 bulan lagi. Iyaa,, Widya sebenarnya juga akan menikah 1 bulan lagi dipercepat karena calon suaminya – Vian – akan ada tugas ke Kalimantan jadi mereka mempercepat pernikahan yang harusnya 4 bulan lagi. “Masalah aku nikah kan tinggal nunggu hari H doank, ga pake masalah nata hati segala kaya kamu” jawabnya telak membuatku terdiam dan cuma menghembuskan nafas. Finally, pertahananku pun runtuh, dengan mata mulai memanas “Sebenarnya aku mulai merasa ada perubahan dalam diri Dev sejak 1 bulan lalu” kemudian cairan bening mataku sedikit menetes. Widya yang tau itu langsung menggenggam tanganku “Aku tau kamu sedang tidak bisa berbohong padaku Ara” jawab Widya yang membuatku sedikit terisak, mengingat kita masih ada di café di tempat umum. Aku minum cappuccino ku sedikit sebelum melanjutkan kata-kataku “Entah kenapa dia sering ada tugas keluar kota, dan itu selalu terjadi saat weekend. Aku ga punya sapa-sapa untuk memastikan apa yang dia lakukan.” Jelasku pada Widya. “Maksudmu kamu mulai cemburu atau menuduh dia selingkuh?” Tanya Widya memperjelas maksudku. “Entahlah, aku hanya merasa janggal.” Ujarku sambil menggeleng kemudian mengedikkan bahu. Karena memang benar aku juga ga tau apa yang kurasakan apalagi aku tidak punya teman yang bisa aku tanyai masalah ini. Dev tidak pernah mengajakku bertemu dengan teman-temannya yang menurut dia mereka hanya teman kantor yang sama-sama suka olahraga, jadi aku akan bosan jika ikut kegiatannya. “Apa kamu perlu mencari tau?” tawar Widya padaku yang terlihat mulai putus asa dan frustasi. Aku pun menggeleng “No, itu tidak perlu. Keburukan sebaik apapun disembunyikan pasti akan ketahuan. Aku pasrah sama Allah yang akan menunjukkan padaku dengan caraNya sendiri.” Kataku sekaligus menyakinkan diriku sendiri. “All is well Ra” Widya menepuk punggungku lembut. All is well. Hanya kata-kata itu yang selalu menguatkan diriku saat merasa semuanya begitu rumit. Atau hanya aku yang merasa ini rumit? Entahlah,, Allah tau apa yang dibutuhkan oleh umatNya bukan yang diiinginkaan umatNya. ### Setelah pertemuanku dengan Widya pada waktu itu, hubunganku dengan Dev kembali intens, tidak seperti yang pernah aku ceritakan pada Widya. Entah apa yang merasukinya, tapi Dev kembali menjadi Dev yang membuatku bergantung akan kenyamanan yang diberikan oleh dirinya. “Dev, kamu bisa kan nemenin aku di acara nikahannya Widya?” tanyaku pada Dev yang sedang menyetir karena kita akan mengecek ke salah satu butik kebaya untuk acara pernikahan kami. “Jadinya kapan?” Tanya Dev kemudian sambil tetap focus nyetir. “Dua minggu lagi Dev, tepat di hari Sabtu dan Minggu acaranya, jadi aku akan ambil cuti di hari Seninnya untuk beristirahat sebelum kembali ke Jakarta.” Jelasku pada Dev. Hening. Aku menoleh ke Dev untuk memastikan diamnya, sepertinya Dev sadar akhirnya Dev pun mengeluarkan suaranya “Aku cek jadwalku dulu ya, mudah-mudahan aku bisa, karena seingatku harus ke Semarang tanggal segitu.” Jelas Dev tapi nadanya memunculkan kecurigaan untukku. “Again?” tanyaku sekaligus dengan nada menyelidik. Dev belum sempet menjawab aku sudah mengatakan kata-kata yang akhirnya bisa membuatnya terdiam. “Sebenarnya apa yang terjadi dengan kantormu di Semarang? Kenapa mereka harus bekerja saat weekend padahal setauku di Semarang hanya kantor kecil yang customernya sedikit. Bahkan aku tau alamat kantormu disana.” Setelah keluar kata-kata dariku dengan nada penekanan membuat suasana dalam mobil menjadi hening sampai kita tiba di tempat tujuan. Diamnya Dev semakin meyakinkan ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Tapi aku ga mau gegabah, apalagi yang akibatnya sampai menghancurkan pernikahan ini. Banyak orang bilang setiap akan menikah pasti ada ujiannya, jadi aku anggap ini sebagai ujiannya. Kejadian yang tak terduga sukses membuat mood ku yang semangat dan selalu antusias dengan yang namanya kebaya menjadi hancur lebur, hingga aku hanya menyebutkan warna yang aku inginkan untuk akad nikah dan resepsi tanpa melihat modelnya. Sesaat kemudian aku merasa Dev tau bahwa mood yang kurasakan sudah berubah. Akhirnya Dev memutuskan kepada pihak butik untuk menjadwalkan ulang baju yang akan ku pilih dan mengatakan akan kembali minggu depan. Aku juga minta maaf kepada para pegawai butik dan untungnya mereka mengerti. Aku dan Dev memutuskan untuk makan siang dahulu sebelum pulang. Entah kenapa rasanya aku pengen cepet sampai di rumah dan mager seharian. Tapi sepertinya kondisi jalan tak mendukung rencanaku, jalanan macet parah sehingga menjelang malam baru aku sampai di rumahku. Dan aku langsung meminta Dev pulang. “Makasih Dev, pulanglah aku ingin istirahat.” Kataku singkat sambil melepas seatbealt. Dev menarik tangan ku dan mendekatkan dirinya, salah tepatnya bibirnya padaku, sedikit kasar sehingga aku cukup kaget untuk menerima serangan itu. Dev yang sadar akan perasaanku kemudian melonggarkan ciumannya dan mengecupnya lembut dan entah setan apa yang merasuki diriku saat itu, rasanya membuatku hilang akal hingga tanpa sadar aku membuka mulutku. Keadaan yang menguntungkan buat Dev sehingga Dev semakin memperdalam ciuman kami, sampai aku merasa mulai kehabisan nafas Dev pun melepasnya. Aku hirup oksigen sebanyak-banyaknya seakan sudah berhari-hari ga menghirup oksigen. “Aku hanya mencintaimu Asmara Dewi Putra atau Mrs. Airlangga to be.” Kata Dev saat aku masih menghilangkan rasa kaget, kehabisan nafas dan debar jantungku yang mendadak jadi cepat. “Aku hanya memutuskan memilih kamu yang melahirkan anak-anak ku dan keturunan keluarga Airlangga, jadi tolonglah percaya padaku sekarang.” Mohon Dev sambil memegang tanganku dan satunya lagi memegang daguku untuk menatapku lekat. Aku masih diam dan bergeming dengan kata-kata Dev. Namun, tak bisa ku pungkiri ada rasa senang dalam hati ini. Tapi saat aku cerna kembali kata-kata tersebut, ada makna aneh yang tersembunyi. Dan aku yang sedang tak ingin memperpanjang masalah ini. Aku hanya menggangguk tanpa berniat berkata apa-apa lagi. Dev mengantarku sampai di depan pintu. Dan kemudian mencium kening ku lembut. “Istirahat lah, besok aku kesini lagi dan aku cek jadwalku untuk bisa menemanimu ke pernikahan Widya.” Jawabnya dan aku hanya mengangguk. Dev meninggalkan aku yang diam menunggunya meninggalkan rumahku. ### Setelah kejadian malam itu, Dev mengatakan akan menemaniku ke acara pernikahan Widya. Aku yang senang mendengarnya langsung memesan tiket penerbangan untuk kami berdua. Karena weekend ini Dev akan ke Semarang lagi maka aku memutuskan untuk mengajak Ratna dan Astri untuk membeli baju yang akan aku pakai dan ke butik tempat aku memesan kebaya pernikahan. Saat aku tiba di tempat tujuan, ada panggilan masuk. Astri calling “Hey, kamu dimana? Baru aku mau telpon.” Tanyaku setelah mengangkat telpon dari Astri. “Sorry Ra, aku ga jadi ikut, Zaza sakit aku daritadi mau ngabarin tapi dia masih rewel. So sorry.” Jelas Astri tapi terdengar nada sedih disana. “It’s okay. Udah ke dokter?” tanyaku kemudian dengan beberapa percakapan singkat kami dan akhirnya aku mengakhiri panggilan tersebut. Kini saat aku bersiap akan telpon Ratna, dia sudah menelpon duluan. Ratna calling “Rat, udah nyampe?” Tanya ku pada Ratna namun dengan feeling ga enak. “Kamu udah di TKP?” bukan menjawab pertanyaanku malah bertanya dan semakin membuatku merasa ada sesuatu yang aneh. “Iya, masih di lantai 1.” Jawabku agak malas. “Maafkan aku Ra, bolehkah sore aku nyusul kesana? Mertuaku mendadak datang kesini dan suamiku minta kita ketemu mereka dulu kemudian ke tempat kamu.” Jelas Ratna dan see feeling ku benar. “No, kamu sama mertua aja gapapa, aku cuma bentar jadi ga mungkin sampe sore.” Jelasku yang sebenarnya aku jadi bad mood. Akhirnya beberapa percakapan meyakinkan Ratna bahwa aku akan baik-baik saja sendirian dan kami pun mengakhiri panggilan. Aku memutuskan untuk mengakhiri jalan-jalan ku dan memilih duduk di coffeshop dan memesan cappuccino untuk meredakan kesalku hari ini sebelum memutuskan pulang. ‘Inikah halangan yang dimaksud, sampai memilih baju pengantin aja harus tertunda dua kali.’ Lirih ku dengan menghela nafas berat sambil menatap minumanku yang tak bersalah. Tanpa disadari oleh Ara, ada sepasang mata tajam seorang pria yang memandangnya dari tempat duduknya saat ini, meskipun pria tersebut juga bersama dengan wanita. Tapi entah kenapa mata itu terkunci oleh sosok Ara yang menimbulkan perasaan aneh yang tak disadari olehnya. “Something happen Honey?” Tanya wanita itu setelah tau tatapan lelaki di hadapannya sedang tak fokus padanya dan mengikuti arah pandang pria itu. “No, just enjoy the surrounding conditions” jawabnya santai kemudian mengalihkan pandangannya pada wanita cantik dihadapannya sambil tersenyum manis. ### Satu hari sebelum keberangkatan Ara dan Dev ke pernikahan Widya. Ara dikhawatirkan dengan Dev yang masih di luar kota dan itu membuat Ara sempet frustasi harus menhaan kesalnya. Ara memutuskan sepulang kerja nanti Ara akan menelpon Dev untuk memastikan keberangkatan mereka besok. Tuut…tut..tut “Hallo Hun, apa kau sudah pulang?”Tanya Dev saat mengangkat telepon dari Ara. “Iya aku sudah di rumah. So, Dev give me decision when you come to Jakarta?” cecar Ara tanpa basa basi. Ara hanya mendengar helaan nafas di seberang sana. “Dev, are you still there?” kata Ara kemudian. “Yeah, but I’m sorry Hunny, sepertinya aku tidak bisa pulang besok. Aku usahakan untuk langsung ke tempat Widya bagaimana?” tawar Dev tapi entah kenapa tak terlihat penyesalan dalam kata-kata Dev. “Tidak perlu Dev, urus aja pekerjaan kamu, aku akan kesana sendri.” Jawaabku tegas dan paham apa maksud kata ‘usahakan’ versi Dev yang sebenarnya ‘tidak bisa’ tapi ditutupinya. Tak banyak percakapan kami kemudian aku memutuskan untuk menutup telepon dengan alasan mencari makan malam. Dalam pikiranku aku merasa kesal luar biasa dengan Dev, harusnya Dev tau bahwa aku tidak suka dengan orang yang ingkar janji seperti yang Dev lakukan sekarang, tapi apa dayaku yang tak bisa membencinya sedangkan nantinya Dev akan menjadi suamiku dan pelan-pelan aku rasanya mulai takut kehilangan dia. Apa perasaan ini tandanya aku mulai jatuh cinta pada Dev? Entahlah tapi rasanya aku mulai lelah dengan kondisi ini, jadi aku lebih memilih merebahkan badanku di kasur untuk tidur. ‘Ya Allah, aku percaya kuasaMu dan tunjukkan lah padaku jalan yang terbaik dan kenyataan hidup ini meskipun itu pahit.’ Batinku yang tanpa ku sadari kenyataan pahit itu datang segera sebelum pernikahan terjadi. ### Di sini lah aku sekarang hadir di pernikahan Widya dan datang sendiri - garisbawahi ‘sendiri’. Aku memutuskan untuk menyibukkan diriku bersama dengan keluarga Widya yang memang sudah ku kenal lama sejak aku bersahabat dengannya. Dan tanpa diduga sepupu Widya yng termasuk dalam jajaran pria patut dijadikan gebetan (dulu sempet deket sama Ara tapi ga ada kelanjutan hubungan kaarena masalah jarak,haha) Adrian-dipanggil Ian- menyapa Ara yang sibuk bantu-bantu acara. “Hai,,Asmara long time no see.” Jawab Ian santai sambil tersenyum ramah. Ara pun menoleh “Oh, Kak Ian, How are you? Nice to meet you.” Jawab Ara yang menyunggingkan senyum. “Fine, sedihku cuma satu ga bisa jadi suamimu.” Jawabnya datar tapi Ara merasa jengah. “Jangan sampe istrimu denger Kak, bisa gagal paham.” Kata Ara menjelaskan. Adrian tertawa, tapi aku mengernyitkan dahi. “Something funny?” Tanya Ara dengan ekspresi bingung. “Tenang aja istriku sudah tau kamu sapa, jadi tidak ada gagal paham. Aku hanya penasaran siapa lelaki beruntung yang dapetin kamu, dan penasaran bagaimana dia bisa membuatmu untuk memilih dia. Karena aku tau bagaimana kamu dulu bersikap terhadap pria yang mendekatimu.” Terang Ian panjang lebar dan membuatku sedikit berpikir tentang perkataannya. “Apa kau mengundangku ke pernikahanmu yang ku dengar bulan depan acaranya?” Tanya Ian membuyarkan pemikiranku. “Sure, aku akan menitipkaan undangannya pada Widya.” Jawabku tanpa pikir panjang. Ian pun pamit dari hadapanku dan aku hanya mengangguk. Aku kembali teringat kata-kata Ian, benarkah Dev lelaki beruntung yang mendapatkan ku? Karena aku memang selalu membatasi hatiku untuk tidak mencintai siapapun kecuali dua pria, cinta pertama ku dan seseorang yang dengan kesadaranku aku tinggalkan begitu saja-sebutlah dia mantan terindah- lima tahun lalu. Tapi dengan sikap Dev akhir-akhir ini kenapa aku malah merasa Dev hanya biasa saja tidak menunjukkan rasa beruntung itu. Apa sebenarnya arti hubungan ku dengan Dev? Di saat aku sibuk dengan pikiranku, tak terasa ada tepukan di bahuku yang membuatku menoleh. “Bantu aku di kamar yuk,” ajak Widya padaku. Aku pun mengangguk setuju. “Aku liat kamu ngobrol sama Kak Ian, ada sesuatu yang kalian bicarakan?” Tanya Widya menyelidik. Aku duduk di kursi yang ada di kamarnya dan melihat sekeliling, memuji keindahan kamar pengantin ini. Aku tersadar saat Widya mencolek bahuku. “Ehh,,iya kenapa?” kata ku kaget, Widya hanya menghela nafas kasar. “Jadi apa yang kamu bicarakan dengan Ian?” Widya mengulang pertanyaannya. “No, tidak ada yang penting hanya meminta aku mengundangnya di pernikahan ku nanti.” Jawabku santai dengan diiringi tatapan menyelidik Widya. “What?!? I know he already married and his wife is pregnant.” Kataku menjelaskan tatapan Widya. Kami membahas hal lain dan Widya pun sudah mengalihkan pembicaraan kami soal Ian. Kesempatan menghadiri pernikahan Widya ini aku gunakan untuk briefing dengan keluarga besarku mengenai pernikahanku dengan Dev. Benar sekali aku tidak menggunakan jasa WO untuk pernikahan ini, karena aku memutuskan untuk mengadakan acara dengan sederhana dan mengundang beberapa orang aja selain keluarga dari kedua belah pihak. Karena tidak ada WO jadi aku benar-benar mengerahkan seluruh keluarga besarku yang kenyataan sebenarnya memang besar sekitar 40an orang dewasa diluar anak-anak tentu saja. Seperti hari ini di Minggu sore, ada sekitar 15 orang yang terdiri dari, om, tante, sepupuku untuk membahs maasalah pernikahnku bulan depan. “Kusuma udah siap kan bulan depan?” tanyaku membuka catatan yang mamaku buat atas intruksi dariku agar tidak ada yang ketinggalan. Kusuma adalah tempat diselenggarakannya acara sebuah hotel dengan pool view yang bener-bener bikin aku jatuh cinta saat pertama kali kesana karena ada acara seminar. Dan entah first impression itu membuatku memiliki cita-cita menikah disana yang aku tau tidak murah. “Mereka bilang udah booked dan mama juga udah transfer DP nya, 2minggu sebelum acara minta dilunasi.” Jawab mama ku. Aku mengangguk lega, “Tan, nanti bantuin mama ambil souvenir 2 minggu lagi ya, karena dari mereka ga bisa anter keluar kota.” Pintaku kepada Tante Tri adek dari mama ku. Tante ku pun mengangguk mengiyakan. Dan mengalirkah pembicaraan kami tentang keseluruhan acara sampai prosesi yang harus dilakukan. Kemudian mama ku bertanya yang membuatku terkejut “Bajumu gimana nduk? Udah pesen?” Tanya mama ku yang jujur aku sempet lupa soal itu. “Udah kok ma, tinggal nunggu jadi, nanti aku minta kirim kesini langsung jadi aku ga perlu bawa baju pas pulang nanti.” Jawabku meyakinkan biar mereka tidak curiga bahwa aku sudah dua kali batal memesan baju. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN