~~ Pernikahan adalah ikatan suci antara sepasang insan manusia, menjadikan kekurangan pasangan sebagai kelebihan & pelengkap hidup kita ~~
Pernikahan Ara tinggal tiga hari lagi, Ara bersiap untuk cuti 7 hari dari pekerjaan yang membuat Ara hari ini masih bekerja sebelum esok Ara mulai cuti. Sedangkan Dev akan cuti selama lima hari dimulai dari 2 hari sebelum acara.
Sore ini pulang kantor, Ratna dan Astri mengajak makan bersama menurut mereka pesta lajang, sedangkan Ara menganggap ini makan bersama seperti biasanya. Hingga tibalah mereka di salah satu restoran all you can eat yang paling enak di ibukota tersebut.
“Congrats ya our beloved sister for your wedding.” Astri membuka percakapan setelah kami sibuk memilih beberapa makanan sebelum duduk. “Makasih lo yes,,jangan lupa kasih aku kado,” kata Ara mengerlingkan mata.
“Beres itu mah, kamu mau kado apa? Lingerie seksi, aromaterapi, atau yang lain tapi yang bikin malam pertama kalian hot.” Ujar Ratna sambil cekikikan. Aku sukses melongo doank sampai ditepuk sama Astri.
Malam pertama? Aku kok ga kepikiran, gimana ya malam pertama ku nanti sama Dev, aduuhh,, aku jadi geli sendiri membayangkan. Ara cuma bisa geleng-geleng kepala.
“Awal-awal aja ngerasa geli, ntar juga nagih Ra, kalem aja, dinikmati,” sahut Astri seakan tahu pemikiranku. “Norak deh, aku ga lagi bayangin gituan keles,” sewot Ara.
“Bayangin juga gapapa, halal juga abis ini.” Ujar Ratna yang sukses membuat kita tertawa kompak.
Acara makan kami berlangsung selama dua setengah jam, kalo ga ditanyai ama pelayannya mungkin bisa-bisa kita bantuin mereka nutup resto deh. Kita bertiga memutuskan berpisah di depan resto dan pulang ke rumah masing-masing.
Hari ini setelah sarapan aku memutuskan beberes sebentar terutama untuk beberapa barang yang akan aku bawa ke rumah Dev setelah kami menikah nanti.
Hhhh.. antara yakin ga yakin jika mengingat kejadian beberapa minggu lalu yang telah Dev lakukan. Dan kembali aku menguatkan hati dengan mengingat apa yang sudah dikorbankan oleh orang tuaku selama ini.
Setelah kurang lebih 1 jam membereskan barangku, aku kini bersiap untuk berangkat ke stasiun. Entah kenapa khusus kepulanganku saat ini, aku lebih memilih menaiki kereta siang yang sebenarnya menempuh waktu cukup lama sekitar dua belas jam.
Aku tiba di stasiun satu jam lebih cepat, jadi aku memutuskan untuk menunggu di salah satu café yang ada di stasiun. Saat itu, aku baru teringat dengan Reno, aku pun iseng mencoba untuk mengirim pesan padanya, tapi ternyata pesan tersebut gagal, aku pun memutuskan untuk menelpon, entah kenapa nomornya tidak aktif.
‘Baiklah, mungkin dia sudah hilang ditelan bumi.’ Batinku meskipun masih bingung,
Dua belas jam menempuh perjalanan, aku tiba di stasiun dini hari dijemput oleh adikku. Dan kami berdua langsung pulang ke rumah orang tua kami hari itu juga, tiba di rumah orang tuaku saat shubuh menjelang. Akhirnya aku memutuskan untuk ke kamar dan beristirahat.
Saat mentari sudah mulai terik, aku merasa tidurku terusik dan membuka mataku. Aku lihat jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 7, berarti aku sudah tertidur selama 3 jam. Akhirnya aku memutuskan untuk bangun dan mandi sekaligus untuk menghilangkan lelah.
Saat aku turun dari kamar ku yang ada di lantai dua, aku melihat kesibukan di dalam rumah untuk mempersiapkan acara pernikahanku yang akan dilaksanakan lusa. Pelan-pelan aku mulai ikut mengedarkaan pandangan untuk melihaat persiapan yang sudah dilakukaan. Lalu, aku teringat oleh baju resepsi pernikahan yang awalnya aku membeli sendiri hingga akirnya kami sekeluarga sepakat untuk menyewa kebaya tersebut.
Karena hanya melihatnya melalui foto, kini aku penasaran bagaimana bentuk aslinya. Aku berjalan menuju kamar pengantin yang memang sudah disiapkan oleh kedua orang tuaku yaitu menggunakan kamar tamu, bukan kamarku yang selama ini aku tempati. Alasannya simpel biar tidak naik turun tangga, ribet.
Aku buka pintu kamar tersebut, dua kebaya beserta kain jarik (kain yang digunakan sebagai bawahan kebaya, bentuknya bisa instan seperti rok atau dililitkan dulu di badan sehingga terlihat seperti rok) sudah tergantung rapi di samping kaca rias yang berukuran seluruh badan.
“Oalah, mama cariin kamu ada disini ternyata.” Ucap mamaku yang membuatku kaget karena masih mengagumi dua kebaya yang akan aku gunakan.
“Ada apa nyariin ma?” jawab ku akhirnya dan mamaku masuk ke dalam berdiri di samping kebaya yang akan aku gunakan untuk resepsi.
“Bagus ga kebaya yang ini?” Tanya mamaku memastikan seolah aku takut tidak menyukai pilihan mamaku.
“Dari segi warna lebih terang dari yang aku beli kemarin, tapi model nya aku suka sih, lebih modern tapi ga norak. Oke kok, bagus.” Jawabku menjelaskan.
“Syukur deh kalo kamu suka, jadi mama ga ngerasa bersalah karena milih yang ini. Aku hanya mengangguk dan tersenyum puas.
“Oya, jangan kemana-mana ya mulai haari ini sampe tiga hari setelah nikah, kata orang jawa di pingit.” Jelas mama yang membuat aku sedikit bingung.
“Kalo sebelum nikah aku tau, tapi ini kenapa sesudah nikah juga ga boleh keluar?” tanyaku meminta penjelasan.
“Biar selamet kata orang jawa begitu.” Jawab mama enteng. Belum sempet aku jawab, mama sudah menyela “nanti sore yang rias mau kesini, mau liat wajah kamu langsung biar sreg katanya.”
“Terserah mama aja lah” aku cuma mengangguk. Kami berdua pun keluar dari kamar.
Saat mau ke arah dapur aku melihat pintu kamar berwarna putih yang berada di dekat kamar tamu, dan aku teringat bahwa aku belum sempet menengok nenekku yang kini terbaring sakit di kamar tersebut.
Langsung aku buka pintu kamar tersebut dan ku lihat nenekku sedang tertidur lelap. Aku mendekati ranjangnya, aku cium keningnya dan aku belai rambutnya yang sudah putih sempurna, tangannya yang sudah keriput.
Nenek yang satu tahun lalu kehilangan kemampuan motoriknya akibat terjatuh di kamar mandi, kini hanya bisa terbaring lemah di ranjang. Setiap hari ada perawat yang datang untuk membantu mengurus nenekku.
Saat aku pegang tangan beliau, aku merasa ada perasaan aneh tapi tak tau perasaan seperti apa. Aku hanya bisa menepis perasaan itu dan tetap bepikir yang baik-baik.
“Nek, lusa Ara akan nikah, nenek kan bilang pengen liat aku nikah, jadi nenek harus bangun dan sembuh ya.” Kataku pada Nenek yang aku tau di dengar tapi beliau tidak bisa merespon.
“Mohon doa restunya ya Nek, Ara ga tau merasa sesuatu yang berat. Ara sedikit takut, tapi entah kenapa Ara ga bisa menghindar ataupun lari dari kondisi ini. Maafkan Ara ya nek.” Tak terasa air mataku menetes saat mengatakan hal tersebut dan membuatku sadar seharusnya aku tak mengatakan hal tersebut di depan nenek.
“nek, apa yang tadi Ara bilang jangan dimasukin hati ya, anggap aja nonton sinetron.” Kataku mencoba bergurau dan betapa bahagianya aku saat aku mengatakan itu Nenek tersenyum dan membuka mata.
Setelah ngobrol satu arah tersebut aku meminta nenek untuk istirahat kembali. Entah kenapa perasaan kehilangan mendadak muncul dalam hatiku, tapi aku menepisnya dan segera keluar dari kamar untuk meredakan perasaan sedih tersebut.
###
Hari ini hari yang ditunggu oleh keluarga besar kami pun tiba. Aku yang sudah bangun dari jam 3 pagi masih merasa mengantuk dan lelah luar biasa, padahal semalem aku tidur jam sembilan malam, menurutku tidur paling cepat yang aku lakukan karena biasanya aku jam 11 paling cepet. Penata rias yang sudah datang sejak jam 4.30 saat ini sudah mulai memasangkan kebaya padaku.
Hari ini aku menggunakan kebaya berwarna orange peach model panjang tapi tidak memiliki ekor kebaya. Bawahan yang aku gunakan adalah kain songket Bali dengan warna agak kecoklatan. Kain yang aku gunakan ini adalah kain yang dibeli mamaku jauh-jauh ke Bali saat tau aku akan menikah.
Dengan riasan yang sederhana tapi cukup membuat orang di sekitarku takjub dengan kepintaran sang penata rias saat mengubah wajahku terlihat berbeda. Secara keseluruhan seperti riasan model jawa pada umumnya, tapi menurutku ini terlihat lebih bright dan modern ya. Memang ciamik lah penata rias yang dipilih mama.
Jam dinding masih menunjukkan pukul 07.00 saat aku selesai dirias, karena acara dimulai jam delapn jadi aku memutuskan untuk menunggu di kamar. “My God, my bestie cantik banget, pangling aku,” kata Widya yang mendadak nongol tanpa salam dan aba-aba di kamarku.
“Salam dulu kek, langsung muncul aja kaya siluman.” Kataku sewot. “eh,,calon penganten kagak boleh marah-marah di hari H, harusnya senyum yang banyak kan bahagia.” Jawab Widya ga kalah bawel.
“Kamu sendirian kesini? Suami ga ikut?” tanyaku kemudian karena Cuma liat Widya. Widya hanya mengangguk, “kan suamiku kerja jadi tadi drop doank.” Jelas Widya yang ku balas dengan anggukan.
Ngobrol hal-hal lucu dan menggelikan bersama Widya, kita kaya ga ada habisnya hal yang dibicarakan ada aja temanya. Obrolan kami terjeda saat mama membuka pintu kamar dan mengatakan rombongan Dev sudah datang, jadi memintaku segera ke ruang tamu menunggu disana.
Aku yang kini menunggu di ruang tamu bersama dengan keluarga besarku yang wanita, acara akad nikah sendiri dilaksanakan di garasi rumah yang sudah disulap sedemikian rupa jadi menarik.
Di kota ku memang adatnya mempelai wanita dan pria dipisah di ruangan yang berbeda, menurut tetua adat disini karena pria dan wanita belum muhrim jadi belum boleh bertemu dan bertatap muka.
Tepat pukul delapan, acara akad nikah dimulai. Diawali dengan sambutan dari kedua keluarga, akhirnya acara inti yaitu ijab qabul dilaksanakan.
“Saudara Devio Surya Airlangga bin Aditya Airlangga saya nikahkan saudara dengan anak saya Asmara Dewi Putra binti Arya Putra dengan mas kawin emas seberat 15 gram dibayar tunai”
“Saya terima nikahnya Asmara Dewi Putra binti Arya Putra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
Saah..SAHH..SAHH..
Aku yang menunggu di ruang tamu pun merasa lega yang awalnya sempet deg-degan kuatir Dev akan melakukan kesalahan. Kini aku yang sudah menjadi sah menjadi istri Dev, Mrs. Airlangga.
Aku berjalan mendekati Dev dituntun oleh mamaku dan sahabatku Widya. Saat berada di samping Dev aku menandatangani surat pernikahan kemudian aku mencium tangan Dev, dan Dev membalas dengan mencium keningku. Seketika itu aku sedikit kaget dan memundurkan diriku karena entah pikiran apa yang terlintas, aku mendadak mengingat kejadian waktu itu di mal.
Dev yang sadar akan reaksiku langsung tersenyum, “Aku kan sudah jadi suami kamu Hun, jadi jangan kaget dan malu kalo kita kontak fisik lebih dekat.” Sambil berbisik padaku.
Aku mendongak dan menatap manik mata yang selalu membuatku nyaman. “Maaf, aku kaget.” Jawabku kemudian menunduk kembali yang sebenarnya adalah menyembunyikan rasa kesal.
Akad nikah kami berlangsung sampai jam dua siang karena ada acara ramah tamah keluarga apalagi kami keluarga besar yang punya waktu ngumpul cuma di saat lebaran dan ada acara besar seperti ini.
Aku dan Dev memutuskan untuk istirahat karena masih ada resepsi besok akan kami jalani yang bisa dipastikan akan menghabiskn lebih banyak energi.
Resepsi yang semula akan diadakan dengan pool view kini harus dilaksanakan di salah satu resto yang memiliki tempat outdoor, jadi tema garden view yang kami gunakan untuk resepsi kali ini.
Resepsi dimulai pukul 7, tapi aku dan keluarga besar sudah bersiap dari pagi. Aku mulai make up jam 11 siang dan selesai jam 4 sore. Kini aku sudah mengenakan sanggul modern tapi masih keliatan nuansa jawa, dengan kebaya berwarna biru metalik yang sempit di bagian d**a sampai pinggang lalu melebar di panggul dan memiliki ekor panjang sampai 1 meter. Bawahan kain songket Bali berwarna gold, berbeda dengan kain yang aku kenakan saat akad mamaku yang beli. Untuk kain ini dari almarhum nenek dari papaku yang memberikannya padaku sepasang. Rambutku yang sudah sukses di sanggul rapi dan seluruh rambutku ditutupi dengan bunga segar yang terdiri dri mawar dn sedap malam. Jadi sebenarnya tanpa parfum pun aku udh merasa wangi alami ya dari bunga-bunga tersebut. Ditambah lagi hiasan kembang goyang dan mahkota kecil yang ditaruh diatas kepala yang membuatku sedkit berat dan mulai agak pening ini kepala.
Sedangkan Dev mengenakan beskap (sejenis jas khas Jawa, yang model depan lebih panjang dari belakang) warna sama dengan kebayaku yaitu biru metalik, yang terlihat kontras dengan warna kulit coklat Dev. Tapi aku harus akui Dev justru terlihat lebih tampan dan berwibawa. Bawahan yang Dev gunakan juga kain jarik warna gold yang sama denganku, karena memang kain itu sepasang. Di pinggangnya memakai sabuk yang di beri keris belakangnya. Dan kepalanya menggunakan blankon warna biru metalik.
Jam 4. 30 saat aku dan Dev akan berangkat ke tempat acara, aku merasakan ada sesuatu perasaan aneh yang tidak pernah aku rasakan. Saat ini di rumah tersisa mama, papa, aku, Dev, sepupu lelaki ku, dan Om ku yang nantinya akan membantu mama dan papa mengendarai mobil ke resto. Begitupun sepupuku.
Aku baru ingat bahwa sejak pagi aku belum melihat nenekku yang ada di kamar, jadi aku memutuskan untuk menengok nenek di kamar. Namun saat aku akan membuka pintu kamar aku mendengar mamaku menangis histeris dan langsung diam. Aku yang bingung dan panik langsung membuka pintu saat itulah aku liat Om dan Papa menunduk dengan raut muka sedih, dan mamaku sendiri sudah pingsan dipegang oleh perawat.
“Ada apa Pa,Om, Mbak?” panggilku satu persatu dan menoleh ke arah mereka bergantian. Bukan mendapat jawaban, Om langsung memelukku, aku semakin merasa aneh melepas pelukan itu dan ingin bertanya lagi, tapi Om sudah menjawab “Nenek sudah tidak ada Ra, kamu yang-” belum sempet Om menjelaskan lagi aku sudah limbung dan merasa pandanganku kabur, untung saja ada Dev di belakangku yang tak aku sadari sejak kapan ada disitu langsung memelukku agar aku tidak jatuh.
Aku langsung menangis dan terisak hebat, Dev yang berusaha menenangkan malah membuatku semakin menangis. Sepupuku yang bingung karena ku tak kunjung keluar rumah akhirnya menyusul ke dalam dan mendapat kabar mengejutkan tersebut langsung melihat ke arahku yang tak lama kemudian pandanganku gelap.
Saat sadar aku sudah berada di salah satu kamar yang ada di resto tersebut, entah sejak kapan aku pingsan dan dibawa kemari. Kemudian aku ingat Nenek kembali aku menitikkan air mata. Semua orang menenangkan karena acara akan dimulai satu jam lagi, aku tersadar dan aku mencari kaca, luar biasanya riasan yang aku gunakan tidak luntur, hanya butuh sedikit touch up untuk merapikannya, terutama hiasan kepalaku jadi agak longgar.
Dari belakang aku sadari ada lengan kekar yang melingkar di pinggangku, aku terdiam, hingga Dev mengatakan sesuatu yang mampu membuatku kuat berdiri lagi “Darling, kamu harus ikhlas karena Nenek sudah melihat kamu menikah dan kini waktunya kamu bahagia. Aku akan selalu ada di sisimu dan memberikan kebahagiaan untukmu hingga kamu lupa lagi rasanya kesedihan sampai kita menua bersama.” Ucap Dev di dekat telingaku mengingat ada beberapa hiasan di kepala ku yang cukup berat dan memberi jarak kedekatan kami.
Aku tersenyum dan mengangguk pada Dev. Dan kata-kata tersebut terdengar begitu hangat dan membuatku ingat ada kehidupan baru yang kita jalani nantinya. Bagaimanapun juga semua orang akan meninggal kan? Hanya masalah waktu saja cepat atau lambat. Apalagi nenekku sebelumnya sakit dengan fisiknya sekarang, atas kehendak Allah saat ini pasti Allah mengangkat penyakitnya dan lebih sayang dengan Nenek sehingga memberikan tempat terbaik bersama Allah.
Acara resepsi yang seharusnya meriah kini harus aku lalui dengan senyum palsu. Betapa susahnya menahan air bening dalam mataku untuk tidak keluar, sampai genggaman tangan Dev menyadarkanku dan tatap mata manik hitamnya mampu membuatku sedikit lebih tenang.
Kami sekeluarga mempercepat acara yang semula sampai jam 10 kami akhiri jam 9 malam. Dan kami semua langsung pulang ke rumah untuk mengurus pemakaman Nenek lebih lanjut, yang sebelumnya sudah dibantu oleh tetangga dan beberapa saudara kami yang pulang lebih dulu dari tempat acara.
‘Kini aku sadari satu hal yang terjadi semua sudah kehendak dariMu, jika saja aku tidak menikah hari ini, semua keluarga besarku tidak berkumpul dan yang mengantarkan kepergian Nenek tidak akan sebanyak ini. Selamat Jalan Nenek, kami menyayangimu.’ Batin Ara dan air mata itu mulai keluar dengan teratur.
*****