~~ Happiness is created from own minds not from our plan ~~
Jadwal penerbanganku Jumat malem jam 21.00, jadwal yang biasa aku ambil saat aku memutuskan untuk terbang ke Surabaya. Tapi flight kali ini beda karena membawa pria yang tak lain adalah calon suami dan membawa misi kabar bahagia.
Pekerjaan tiap weekend yang menguras tenaga dan harus rela berpacu dengan kecepatan dewa biar ga ketinggalan flight, alhasil membuatku lelah. Saat sudah berada dalam pesawat pun aku lebih memilih memejamkan mataku daripada melihat suasana dalam pesawat. Lumayan kan ada 1 jam 30 menit buat rehat sejenak.
Dan beberapa menit memejamkan mata, aku baru sadar kalo aku tadi naik pesawat ga sendiri.
“Dev,, maaf aku ga –,” belum sempet aku selesai ngomong, Dev sudah menyelaku, “Kamu capek ya? merem aja gapapa, nanti kalo udah sampe aku bangunin.”
Aku menggeleng. “Masa kamu aku cuekin sih, ini kan perjalanan pertama kamu ke rumahku.”
“Tapi aku suka liat kamu tidur, rasanya menenangkan.” ucap Dev yang sukses bikin aku merona sempurna.
“Iiihh,, apa’an sih, emang ada tampang orang tidur pecicilan gitu?” jawabku asal.
“Sapa tau kamu kalo tidur ga bisa diem,, kan aku belum tau kamu tidurnya model gimana,” goda Dev.
“Trus, kalo aku banyak tingkah, nyesel gitu tidur ma aku?” tanyaku polos yang tanpa ku sadari menimbulkan senyuman jail di mata Dev.
“Bagus dunk klo banyak tingkah jadi bisa coba banyak gaya,” celetuk Dev sambil memainkan alisnya dan yakin deh wajahku merona karena malu, geli dan sebel.
“Harus banget gitu dijelasin Dev? m***m banget sih,” jawabku sambil cemberut. Dan Dev tertawa bahagia.
“Ohh,, God,, I miss this face, you are so cute Hunny,” sambil mencubit pipiku gemas. “Dev, stop it, sakit” sahutku sambil melepaskan cubitannya.
“Asmara,” sontak aku menoleh karena Dev jarang bahkan mungkin hampir tidak pernah memnggil nama ku secara lengkap.
“Give me your smile for me everyday, spend your time with me, and please be beautiful mom for our children. That’s the only reason I love and make you happy with all my life.” ucap Dev yang membuatku benar benar terpaku bahkan sesaat rasanya dunia berhenti berputar.
Manik hitam yang berbinar penuh cinta, astagaaa,, aku bener-bener speechless di saat bersamaan Dev mengeluarkan sebuah kotak berwarna biru dan isinya adalah gelang dengan initial “A” dan “D”.
Cuma stupid girl yang ga meleleh dengan kondisi begini, right? Dan oke aku ngaku, mungkin aku ga tau ini cinta apa bukan but at least I’m not stupid girl yang ga tersentil dengan kondisi begini.
Dev memecah lamunanku “Asmara Dewi Putra, marry me please,” sambil menggenggam erat tanganku seakan-akan aku bakal pergi. Aku cuma mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa saat kuliat Dev memakaikan gelang itu di tangan kananku dan berakhir mengecup punggung tanganku.
Saat perasaan penuh romantisme masih ada, Dev membisikkan sesuatu yang membuatku kaget sekaligus geli. “Kalo aku ga inget di pesawat, pasti aku udah cium kamu sampe kehabisan nafas.” sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Kau memalukan Dev,” saahutku sambil melotot padanya, dan kemudian aku celingak celinguk melihat keadaan.
“Aku bener-bener ga sabar untuk segera menikahimu Hunn.” kata Dev dengan suara yang dibuat menggoda. Betapa malunya aku pun mencubit perut Dev gemas.
Setelah 1,5 jam perjalanan kami di udara yang paling romantis seumur hidup, akhirnya kami sampai di bandara Surabaya. Saat berada di pintu kedatangan aku liat adikku sedang menyisir pandangan mencari seseorang yang aku yakini pasti mencariku. Dan aku pun semakin mempercepat langkahku dan Dev pun mengikutiku.
“Lama ga nunggunya dek?” tanyaku pada Firman adikku satu-satunya. “B aja sih ga sampe 1 jam,” katanya cuek sambil gelengin kepala.
“Kenalin ini Dev, dan Dev ini Firman adikku.” Ucapku sambil menggandeng tangan Dev. Mereka berdua pun saling berjabat tangan dan menyebutkan nama. Kami pun berbincang sebentar sambil jalan ke parkiran mobil.
“Kita langsung ke rumah aja ya,” pintaku saat aku sudah menaiki mobil. “Ehh,, ngapain, kan mama sama papa udah di sini.” Jawab adikku menjelaskan kondisinya. Ganti aku yang terkejut “Haa,, beneran? Napa kok gitu? Bukannya aku sama mama janjian di rumah aja ya?”
“Karena kamu cuma sampe hari minggu aja disini, jadi biar ga bolak balik juga,” jelas Firman. Aku cuma bisa mengangguk doank.
“Mas Dev, ga apa ya ga ke rumah ortu, tapi ke rumah saya dulu,” jelas Firman sambil nyengir. Dev pun menggeleng “Ga masalah kan yang penting ketemu sama mama dan papa bukan tempatnya.” Jawab Dev santai.
Berkendara sekitar 30 menit, kami pun sampai di rumah adikku dan kedua orang tua ku pun sudah menunggu kami.
“Mama, Ara kangen,” kataku manja dan memeluk wanita hebat dalam hidupku. Dan kemudian aku cium tangan papaku. Eits, hampir lupa kalo ke sini sama Dev, akhirnya aku menoleh ke arah Dev dan menariknya.
“Ma, Pa, ini Dev,” singkatnya aku berkata karena bingung mau jelasin apa juga.
Dev pun mencium tangan mama dan papa, “Selamat malam om dan tante, saya Devio, panggil saja Dev.”
“Nama yang bagus Dev,” jawab mama. “Ayo kalian tidur aja dulu, pasti pada capek kan? Dan untuk Dev sementara kamu tidur sama Firman aja ya ga masalah kan?” ajak Papa. Kami pun beranjak ke kamar masing-masing.
*
Tidurku terusik saat kurasakan ada cahaya yang terlalu terang masuk ke dalam kamarku. Perlahan ku buka mata ini, dan aku melihat jam dinding menunjukkan pukul 6.15. Pelan-pelan aku kumpulkan nyawa dalam diriku yang beterbangan, mengingat kejadian semalem, bahwa aku kesini bersama Dev, aku pun langsung turun dari kasurku berjalan ke luar kamar.
Aku lihat mama sedang memasak di dapur dan dengan sifat jail ku, aku mengejutkan mamaku, “Maaaamamama,,,” sontak mama langsung kaget dan sudah mengangkat sendoknya siap-siap memukulku. “Eits,,eits,,sabar ma,” elakku.
“Lagian ngapain kamu ngagetin mama kaya gitu,” jawab mama dengan muka kesel.
“Pada kemana sih kok sepi amat,” tanyaku sambil ngambil air minum.
“Jalan-jalan komplek, kan Dev mau tau suasana di sini.” Jawab mama enteng.
“Jadi cerita apa yang bakal mama denger pagi ini?” selidik mama ku sambil tetep sibuk di dapur. “Yah, sesuai yang Ara bilang di telpon, Dev kesini mau bahas masalah pertunangan dan mungkin pernikahan gitu, sebelum Dev membawa lamaran resmi bareng keluarganya juga.” Jelasku sama mama.
Tak berapa lama tiga lelaki ‘sehat’ datang dan sesaat suasana rumah mendadak rame bin gaduh karena ulahku dan adekku yang ga berhenti lempar kata-kata sampai mama menengahi kita semua dan menyuruh kita mandi.
Setelah sarapan, kami semua berkumpul di ruang tamu yang merangkap jadi ruang keluarga. Dan saat itulah Dev pun memulai pembicaraan dengan kedua orang tuaku.
“Maaf om dan tante kalau kedatangan saya kemari mendadak,” ucap Dev sambil menggenggam jarinya untuk meredakan gugup. “Saya kemari untuk meminta restu om dan tante melamar Asmara jadi istri saya.” Jelas Dev dalam satu tarikan. Kulihat ekspresi mama dan papa ku yang tidak terlalu terkejut tapi ga bisa dibilang santai juga.
“Apa orang tua kamu sudah tau masalah ini?” Tanya Papa dengan menatap Dev tajam.
Aku pun menoleh ke Dev, karena yang aku tau Dev tidak pernah cerita soal lamaran ini ke orang tuanya. “Sudah om, rencananya kemarin mau bawa kedua orang tua juga, tapi karena saya belum minta ijin sama om dan tante, jadi saya putuskan untuk menundanya.” Jelas Dev tanpa ragu yang membuatku sedikit takjub dengan persiapan yang sudah dibuatnya.
“Pernikahan itu bukan cuma satu atau dua tahun aja, tapi untuk selamanya, kamu sudah yakin memilih Ara sebagai pasangan kamu?” Tanya Mama yang membuat Dev dan aku kaget.
“Kami sudah bersama selama satu tahun tante, saya yakin dengan pilihan ini. Keinginan saya hanya ingin membahagiakan Ara dan keluarga kecil kami nantinya.” Ungkap Dev lagi-lagi tanpa keraguan yang membuatku bener-bener merasa diinginkan oleh Dev.
“Jadi kapan rencana nya kamu akan menikahi Ara?” sahut papa langsung to the point.
Aku dan Dev pun sempet kaget sejenak tapi kemudian Dev menampakkan wajah sumringahnya karena lamarannya diterima oleh kedua orang tua Ara.
“Kalau boleh bulan depan juga ga masalah tante,” tegas Dev tanpa ragu.
“No, itu terlalu cepat Dev,” jawabku spontan yang kulihat ekspresi orang tua ku pun sama kagetnya denganku.
Raut wajah Dev sedikit berubah mendengar jawabanku “Kita bicarakan tanggal dan persiapannya saat orang tua kamu ke sini saja ya Dev.” Kata mama menengahi kami.
“Baik tante, bagaimana kalo 2 minggu lagi saya dan keluarga akan kesini untuk lamaran resmi.” Tawar Dev kepada kami semua. Mama dan Papa pun mengangguk tanda setuju. Melihat hal itu muncul kelegaan dalam diri Dev, yang aku yakini usahanya selama ini untuk merebut hatiku tak sia-sia.
Siang ini aku duduk di teras dengan ditemani ice green tea favorit, kejadian tadi pagi cukup membuatku senang sekaligus bimbang, benarkah keputusan yang aku ambil saat ini? Apa aku benar-benar yakin dengan memilih Dev jadi suamiku? Saat rasa bimbang itu menyelimuti pikiranku, ada sekelebat memori di pesawat yang membuatku tak bisa melupakan begitu saja perasaan tulus Dev padaku dan kesungguhannya untuk menikahiku. Sampai aku sadar, ada tangan yang menyentuh kepalaku dengan lembut. Aku pun menoleh ke atas untuk melihat seseorang yang melakukannya.
“Apa mama mengganggu kamu?” Tanya mama sambil tersenyum lembut ke arah ku. Aku menggeleng dan bertanya “Ada apa ma?” “Apa mama ga istirahat?”
“Maafin mama kalau mama nanya seperti ini, tapi mama lihat ada keraguan di mata kamu soal permintaan Dev, apa yang sebenarnya terjadi Sayang?” Tanya mama setelah duduk di sebelahku.
“Mama salah menangkapnya, itu bukan keraguan ma, hanya saja kejadian ini terlalu cepat buat Ara, jadi terkesan ragu. Ara masih belum bisa bahagiakan mama sama papa, tapi udah nikah aja.” Jelasku yakin agar mama tidak kuatir masalah kebimbanganku.
“Baiklah, mama terima penjelasan kamu, mama cuma pengen kamu bahagia. Dan ingat jangan memaksakan diri dan mengorbankan kebahagiaan kamu hanya karena keinginan semu dan sesaat.” Kata mama yang entah kenapa jadi hal yang sensitif di telingaku, seakan-akan mama tau kalau aku memutuskan hal ini karena keinginan hati yang tak ingin menyakiti Dev. Tak ada yang bisa kulakukan selain mengangguk dan tersenyum.
*
Aku cek notifikasi di ponselku namun hanya beberapa grup chat kantor yang bahas soal kerjaan karena ada beberapa teman yang lembur hari ini. Aku buka chat dan memulai percakapan dengan sahabatku Widya yang tinggal di kota ini juga.
Me
Hey, Wid sibuk ga?
15 menit kemudian Widya baru membalasnya.
Widya
Mau curcol apa sayang akuh, kangen deh.
Me
Aku lagi di rumah adekku, ntar malem ada undangan party + Dev minta restu ke ortu buat nikahin aku.
Widya
Lama ga? Meet up dunk.
Wait???!!!! Finally my bestie beneran nikah. Kapan tanggalnya?
Me
Ampe minggu aja, CFD aja sekalian jajan,,hahaha
Beloom, baru juga restu doank, 2weeks baru ada keputusan.
Widya
Deal, jogging aja kaga pake sepeda. Ribet.
Bawa Dev juga aku mau screening, hahha
Me
Oke,
Double Date kan?
Widya
Sure, Vian semangat lah diajak CFD
Me
Hahaha, siap bestie. C.U
Yeah, begitulah Widya Ambara satu-satunya sahabatku yang paling mengerti aku, selama hampir 10 tahun bersama. Ibaratnya nich, luar dalemnya aku, jelek baiknya, hal sekecil debu pun aku dan Widya sama-sama tau dan tidak ada yang kami sembunyikan. Bisa dikatakan Widya lebih tau lebih banyak soal kehidupanku daripada orang tuaku. Termasuk soal Dev dan masa laluku yang membuatku susah menerima Dev. Dan tahun ini Widya akan menikah dengan Vian, salah satu teman kuliahku meskipun beda jurusan.
Setelah bersiap kurang lebih 1 jam, aku pun sudah rapi mengenakan gaun panjang warna navy, dengan rambut sebahu yang aku biarkan bergelombang sedikit. Riasan make up tipis dan natural yang aku poles sendiri. Aku pun keluar kamar dan kulihat Dev sudah menungguku di ruang tamu dan duduk bersama kedua orang tuaku juga adikku.
“Dev, yuk berangkat,” ajakku pada Dev, dan kulihat Dev terkesima melihat penampilanku saat ini. Aku sampai mencoleknya berkali-kali agar Dev sadar dari lamunannya. Kontan ekspresi Dev membuat tiga pasang mata disana tertawa pelan.
“Udah siap? Pertanyaan mubazir yang dikeluarkan Dev.
Aku pun mendengus kesal “Dari tadi Dev, kamu pikir aku ngapain berdiri disini,” jawabku sambil menghela nafas. Dev hanya nyengir dan kita berpamitan pada semua orang.
Di dalam mobil aku tau Dev sedikit ga fokus nyetir dan sesekali melirik ke arahku. “Dev kita ga akan sampe dengan selamat kalo kamu ga fokus gitu.” Jelasku pada Dev, dan membuat Dev langsung melihat ke depan. “Maaf aku hanya takjub dengan penampilan kamu malam ini.” Aku tersenyum mendengarnya.
“Kamu cantik banget Hun, looks different and I like it.” Puji Dev dan membuatku merona. “Thanks Beb” ucapku lirih.
Sekitar 30 menit berkendara dari rumah untuk sampai di hotel W tempat acara berlangsung. Maklum saturday night jadi jalanan lumayan padat. Setelah kami putuskan untuk parkir di basement hotel, kami menaiki lift ke lantai 7 tempat acara berlangsung.
Ballroom yang digunakan memiliki dekorasi cukup mewah dan tak kusangka banyak pengusaha sukses yang datang. Walaupun aku ga hafal satu per satu tapi aku tau mereka para pengusaha dari beberapa orang yang sering aku temui dan berita di televisi. Aku melingkarkan tanganku di lengan Dev dan berjalan memasuki ballroom. Sampai di dekat panggung acara, aku melihat si empunya pesta sedang mengobrol dengan rekan bisnisnya.
“Malem, Mr. Johnson, selamat atas perayaan perusahaan Anda,” sapaku pada Mr. Alexander Johnson pemilik Johnson Co.
Mr. Johnson yang melihatku menampilakn senyum “Thank you Miss Asmara, you look beautiful tonight.” Puji Mr. Johnson yang membuatku tersenyum.
“Amazing party Sir, thanks for invite me.” Balasku.
“Yah, sayangnya Anda sudah memiliki pasangan malam ini miss, saya tidak bisa mengajak Anda dansa,” canda Mr. Johnson ku lirik Dev yang menampilkan wajah biasa saja tanpa ada rasa cemburu. ‘Apa Dev tidak cemburu atau dia pinter menyembunyikan ekspresi perasaannya,' batinku.
“I’m sorry Sir, aku tidak ingin bersaing dengan Mrs. Johnson. He is Devio my fiancé,” kataku memperkenalkan Dev.
Dan hal yang tak terduga buatku adalah salah satu rekan kerja Mr. Johnson tertawa lirih tapi nadanya cukup mengganggu pendengaranku. Aku melirik sekilas pria itu yang semakin jelas memperlihatkan tatapan merendahkan, aku cukup kesal dibuatnya karena aku sama sekali tak mengenalnya tapi dia berani melakukan hal itu.
“Oh my God, congratulation Miss Asmara. I never hear about it.” Sahut Mr. Johnson yang menyadari kejadian ekspresi rekan kerjanya, “Are you okay Mr. Madin?” Tanya Mr. Johnson. Pria itu hanya mengganggukkan kepala.
Sebenarnya aku ingin menanyakan lebih jauh tapi aku urungkan karena pria itu dihampiri oleh seseorang dan berbalik pergi.
Aku dan Dev memutuskan pamit dan menikmati pesta ini. Saat aku tengah menikmati hidangan pesta, ada seseorang yang menepuk punggungku dan sontak aku menoleh.
“Asmara kan?” Tanya wanita itu. Aku sedikit mengingat wajahnya yang memang tampak tak asing, tapi inilah kekuranganku yang tidak bisa mengingat orang dan nama dengan mudah. Jadi aku hanya meenjawab seadanya “Yess, gimana kabar kamu?” dengan ekspresi sebiasa mungkin agar tidak terlihat bahwa aku lupa dengannya. “Aku Lala dari SMA 2” jelas Lala yang sepertinya tau aku lupa dengannya. Mendengar nama itu muncul sedikit memori tentang Lala, kami pun terlibat obrolan yang lebih banyak mengenai nostalgia masa SMA.
“Hey, aku mencarimu ternyata kamu disini.” Muncul seorang pria yang boleh kukatakan cukup tampan tapi entah kenapa aku merasa dia seorang playboy. “Aku haus jadi kesini, kenalin Kak ini temen SMA ku namanya Asmara” kata Lala.
“Reno Satria Abrisam panggil aja Reno,” sambil menjulurkn tangannya dengan senyum menggoda.
See, aku bilang apa meskipun aku ga tau hubungannya dengan Lala seperti apa tapi harus banget gitu kenalan masang wajah menggoda ala playboy.
“Asmara” jawabku singkat. Reno mengernyitkan dahi ‘Ini cewek cuek amat aku senyum manis begitu wajahnya lempeng aja kaya papan’ batin Reno. “Just Asmara?” Tanya Reno penasaran.
“Nama yang memang aku pake pas kenalan sama orang baru,” jawabku cuek. Aku mulai melihat ekspresi yang mencurigakan dari Reno “And he is?” selidik Reno.
“Devio my fiancé” kulihat Dev hanya tersenyum sopan tanpa ada perasaan cemburu atau kesal.
Reno tampak terkejut dengan jawabanku, aku dan Dev pamit pada Lala sebelum Reno semakin mencurigakan dan membuatku tak nyaman.
Aku kira cuma seorang Reno yang berulah, entah ada angin darimana aku berpapasan dengan pria yang sempet mengejekku tadi saat aku keluar dari toilet. Aku tau pria itu menyadari kehadiranku tapi aku cuek aja dan terus melangkah dan berniat untuk kembali ke pesta.
“Apa tidak terlalu cepat kau memutuskan bertunangan dengan dia,” kata pria itu dengan arogan.
Aku yang merasa inilah saatnya untuk membalas perbuatannya “Maaf tuan, apa saya mengenal Anda?” tanyaku dengan nada mengejek.
Pria itu kaget mendengar ucapanku menampilkan senyum licik. “Tak ku sangka memorimu lemah” jawabnya masih dengan nada arogan.
“Saya rasa pengusaha sukses itu punya pendidikan tinggi dan attitude yang bagus, tapi ga nyangka ada yang suka ikut campur urusan orang lain bahkan orang yang tidak saling kenal.” Jelasku dengan tegas yang sukses membuat pria itu terdiam dengan wajah datar.
Tanpa basa basi lagi, aku melangkah pergi meninggalkan pria yang aku lupakan namanya. ‘Cantik dan menarik’ lirihnya.
Dua peristiwa itu, membuatku ingin lekas pulang. Setelah menemukan keberadaan Dev aku mengajaknya pulang dan kami pun kembali ke rumah.
**
Sesuai janjiku dengan Widya, pagi ini aku mengajak Dev untuk bertemu dengannya, semalam aku sudah membicarakan agenda pagi ini dengan Dev, sempat Dev menanyakan beberapa hal mengenai Widya dan aku menjawab secukupnya. Yang menurutku baru kali ini Dev bertanya lebih banyak soal temanku dibanding dengan Ratna dan Astri. Dan sampailah kita di tempat CFD, aku menghubungi Widya untuk memastikan lokasinya dimana. Kira-kira 10 menit baru aku menemukan lokasi Widya.
“Wid Wid, miss u so hard.” Rengekku saat melihat Widya dan memeluknya erat.
“Me too Dear, lama banget ih ga pulang.” Protesnya dan aku hanya tertawa sambil melepaskan pelukan kami.
“Dev, ini my lovely bestie in my life. Udah sampe karatan lah ibaratnya temenan ma nih cewek.” Jelasku pada Dev, aku menarik tangannya dan Dev menjulurkan tangannya pada Widya.
Mereka saling menyebutkan nama masing-masing dilanjut juga kenalan dengan Vian.
Karena aku liat Vian dan Dev mulai akrab aku pun pamit kepada Dev untuk beli minum dan snack, karena memang CFD misinya jajan. Mereka berdua pun mengangguk.
“So sista what I miss?” tanya Widya sesaat setelah kita memisahkan diri dari para lelaki. Aku menjelaskan kejadian kemarin saat Dev meminta restu pada orang tuaku. Widya yang udah hafal bagaimana sikapku, langsung merasa ada yang janggal dengan pandangan dan bahasa tubuhku.
“Tapi yang sebenarnya dari diri dan hati kamu adalah?” sindir Widya dan langsung membuatku terdiam.
“You know the truth Wid” jawabku.
“My Lord, Asmara Dewi my bestie tralala,, Andi ga akan mikirin soal cinta kalian lagi, jadi kenapa kamu harus baper banget sih? Ini udah 5 tahun kisah telenovela kalian. Dan kamu sendiri kan yang bilang itu keputusan tepat.” Cerocos Widya dengan ekspresi yang berapi-api.
“Bukan masalah cintanya Wid, kalo itu mah aku udah amnesia. Tapi masalah menghadirkan seseorang dalam hidup aja, menurutmu apa emank iya Dev itu jawaban kegelisahan ku selama ini?” jelas ku dengan menahan air mata.
“Kamu tau, feeling ku merasa ada sesuatu yang bakal terjadi dengan aku memilih Dev. Yang aku ga tau adalah sesuatu itu baik atau buruk.” Curhatku dan aku merasa mataku mulai memerah. Widya pun ikut menghela nafas berat.
“Rasakan kenyamanan dan kepercayaan kamu bersama Dev, dari banyak kejadian yang aku tau saat kita nyaman dengan seseorang itu lebih baik daripada mencintai seseorang. Dan kepercayaan pada pasangan akan memperkuat hubungan.” Jawab Widya dengan bijak sambil mengelus bahuku.
Kata-kata Widya membuatku semakin merasa frustasi, tapi semuanya memang ada benarnya. Kenapa tidak memikirkan apa yang kita dapat dan perasaan percaya aja sudah bisa melanggengkan suatu hubungan.
“Buat dirimu bahagia dengan keputusan ini Ra, selama kamu nyaman dan percaya padanya, biarin aja sih Dev masuk dan menata hidup kamu. Yakin deh ntar juga beneran cinta sama Dev.” Sambung Widya dengn penuh percaya diri.
Aku tersenyum dan melihat Widya “Baiklah, menikmati prosesnya aja, toh selama ini aku ga pernah dirugikan.” Serasa pikiran ini mulai terbuka dan menerima kenyataan.
Kami memutuskan kembali kepada pria pujaan hati yang setia menunggu kedatangan kami. “Maaf ya lama,” ucapku manja pada Dev.
Dev hanya tersenyum “Wanita pasti butuh bestie time.”
Astaga sweet banget deh Dev. “Abis makan gula Beb, manis banget kata-katanya.” Jawabku dan Dev pun tertawa.
Rasa bahagia itu sangat terasa saat aku berada di dekat Dev. Sepertinya bahagia itu muncul karena kenyamanan yang Dev ciptakan saat kita bersama. Kini aku sudah kehabisan pemikiran dan kata yang membuatku merasa bimbang. Cukup aku hadapi pilihanku sekarang dan berdoa kenyataan baik yang selalu menyertai.
'Baiklah Dev, ayo kita hidup bersama dan menjalani kebahagiaan ini dengan keluarga kecil yang kita impikan’ batin Ara dengan menatap Dev yang sedang menikmati minuman.
****