~~ Sederhana dengan Mata, Rumit dengan Hati, Kuat dengan Raga ~~
Tak terasa enam bulan sudah kami menjalani long distance married, selama enam bulan ini Dev menepati janjinya untuk sebulan sekali ke Jakarta menemui kami. Komunikasi yang kami bangun sangat baik dan intens, setiap pulang kerja sekitar habis magrib atau isya Dev rutin video call dengan kami.
Hingga enam bulan berpisah tak terlalu terasa berat untuk kami semua, ditambah lagi orang tuaku sesekali menjenguk kami di Jakarta sehingga kami tidak terlalu kesepian.
Tiap weekend pun aku lebih sering mengajak Ario keluar rumah meskipun cuma ke taman komplek aja agar Ario tidak bosan di rumah. Selama ada Dev memang yang selalu ngajak maen Dev, karena Dev ga ada jadilah aku berperan ganda sebagai Ibu dan Ayah untuknya termasuk dalam hal bermain. Tak jarang Ario membandingkan cara mainku dengan Dev karena aku yang tak sabar apabila bermain dengan Ario.
Tapi aku bisa apa, saat Ario protes aku cuma bisa minta maaf kepadanya dan membujuknya untuk bermain lagi. Ario jadi lupa akan kekesalannya dan mau maen lagi.
Ditinggal Dev membuatku sadar apa sih peran Ayah sebenarnya dalam kehidupan anak. Kalau kita sebagai istri taunya Ayah itu cuma bisa bantuin anak ngacak-ngacak rumah, maen doank, ga bisa ngasuh yang bener dan serentetan keluhan yang lainnya.
But, sadarlah wahai Ibu, ayah itu berperan penting dalam kehidupan anak juga lo, terliat dari luar memang ayah bikin rusuh dan onar tapi sebenarnya ayah itulah yang mengeluarkan sisi kreativitas dalam diri anak-anak. Kotornya anak itu contoh bahwa anak itu nambah ide dan kreativitas dengan karya yang sudah dibuatnya, meskipun kotor tapi ga semua kotor itu buruk kan?
Selain itu, ayah juga membuat psikologis anak belajar untuk bersosialisasi, ayah yang sering ngajak anaknya maen tanpa kita sadari mengajarkan anak untuk sosialisasi dengan meminjamkan maenannya, berbagi maenannya dan merawat maenannya.
Kembali ke aku dan Ario, dengan kehidupan kita berdua yang tanpa kehadiran Dev dan aku yang sedikit belajar jadi ayah juga buat Ario membuatku semakin mandiri. Enam bulan yang kita lewati, tanpa sadar membuat Ario juga tak terlalu mencari keberadaan Dev.
Kadang aku sempet berfikir, apa aku salah kasih pengertian ke Ario hingga Ario ga nyariin Dev lagi. Sseperti malam ini biasanya Dev akan menghubungi kita tapi entah kenapa sampe jam 9 malem Dev ga ada kabar apapun. Aku chat ga dibales, telpon juga ga diangkat. Aku hanya berpikir mungkin Dev lagi sibuk.
Kejadian ini terus berlangsung hingga 3 hari, aku mulai dilanda gelisah, hingga aku menghubungi mertuaku sapa tau Dev sempet ke rumah dan ternyata benar, Dev sempet ke rumah 3 hari lalu tepat saat aku tak bisa menghubunginya.
‘Kenapa Dev bisa ke rumah orang tuanya tapi untuk menghubungi kita dia ga bisa’ batinku yang mulai terasa aneh.
Keesokan harinya Dev membalas pesanku dan mengatakan ponselnya sempet rusak makanya ga bisa menghubungi kita. Mendengar hal ini aku lega dan melupakan kekhawatiran itu.
♥
Seharusnya bulan ini Dev ke Jakarta sesuai dengan jadwal kunjungan tiap bulannya, tapi dua hari sebelum itu Dev menghubungi dan mengatakan tidak bisa ke Jakarta.
Hubby calling
“Hallo Babe, apa kabar? Tumben kamu telpon siang-siang gini.” Jawabku setelah tau yang menelpon suamiku.
“Aku baik Honey, Ario gimana kabarnya?” Tanya Dev kemudian mengalirlah ceritaku mengenai keseharian Ario.
“Honey, aku minta maaf sebelumnya sama kamu, kayanya aku minggu ini ga jadi ke Jakarta, karena aku masih ada urusan disini.” Jelasnya setelah kami berbicara mengenai Ario.
“Ditunda sampai kapan?” Tanyaku kemudian.
“Aku usahakan ga sampe bulan depan sudah mengunjungi kalian lagi.” Jawabnya namun entah kenapa terdengar dejavu dan aneh.
“Baiklah nanti aku kasih pengertian ke Ario kalo kamu ga bisa datang.” Jawabku pasrah.
“Iya udah nanti malem aku video call ya, kamu jangan capek-capek. Love you Honey.” Kata Dev kemudian menutup telpon sebelum aku sempet menjawabnya.
Apa kejadian dulu terulang lagi, kenapa rasanya kata-kata Dev seperti itu terasa tak asing untukku. Aku yang tak mau ambil pusing mengenai masalah ini melanjutkan pekerjaaanku agar tidak lembur dan cepet pulang nemenin Ario.
###
Aku dan Ario datang ke stasiun untuk menjemput Dev, keretanya datang jam 9 malem ini. Masih ada sekitar 15 menit aku menunggu keretanya datang dan aku memutuskan untuk menunggu di salah satu café yang ada di stasiun.
Tak berapa lama Dev menelpon untuk menanyakan keberadaan kami, aku menjawab dan menunjukkan posisi kami ada dimana. Begitu melihatku dan Ario Dev langsung memelukku, “I miss you so bad Honey.” Ucapnya.
“Me too Babe,” kataku kemudian, Ario yang melihat aku dipeluk oleh ayahnya dia merengek minta dipeluk juga. “Hay my boy, kangen ga sama Ayah?” Tanya Dev menggoda sambil menggelitik perut Ario, Ario yang mendapat perlakuan itu jadi tertawa geli. “Ayah geli,” ucap Ario.
Kami meninggalkan stasiun dengan perasaan rindu dan gembira.
Keesokan paginya seperti biasa aku membuatkan sarapan untuk kami bertiga, saat aku beranjak dari dapur, aku liat Dev sudah bangun dan sedang duduk di ruang tengah sambil nonton tivi.
“Kamu sudah bangun Babe? Mau aku bikinin kopi?” tanyaku dan Dev mengangguk. Aku kembali ke dapur dan membuatkan Dev kopi.
Aku lihat raut wajah Dev cukup bersahabat jadi ku putuskan untuk bertanya masalah kepulangannya kali ini, “Apa pekerjaanmu juga sangat banyak saat weekend Babe? Sampai tiga bulan ini kamu baru bisa menjenguk kami?” tanyaku pelan dan Dev langsung menoleh menatapku.
“Iya begitulah, kadang aku lembur, jadi kalo ku ke Jakarta cuma satu hari kan sayang uang dan tenaganya juga Honey.” Jelasnya padaku.
“Tapi kan kamu bisa bilang ke kita, jadi kita bisa gantian susulin kamu kesana.” Jawabku kemudian namun seketika wajah Dev jadi menegang.
“Enggak,ga perlu kamu kesana, biar aku aja yang bolak balik sini.!” Ucapnya keras yang membuatku kaget, karena setauku Dev tidak pernah membentakku termasuk berkata dengan nada keras seperti sekarang.
Dev yang menyadari kesalahannya langsung memelukku, “Maafin aku Sayang, kamu pasti kaget dengan suaraku tadi, aku hanya ga mau kamu dan Ario capek trus sakit karena sering pergi ke tempatku.” Jelas Dev dan aku hanya bisa menganggguk.
‘Maaf aku berbohong padamu Ara’ batin Dev sedih.
Kunjungan Dev kali ini benar-bena dimanfaatkan Dev untuk banyak jalan-jalan dan bermain dengan Ario, awalnya aku kira Dev akan kembali di hari Minggu ternyata Dev kembali ke Semarang di hari Senin agar bisa lebih lama bermain dengan Ario.
Aku yang melihat kondisi ini tentu saja senang, artinya Dev menjadi ayah yang bertanggung jawab kepada anaknya. Ditambah dengan tawa Ario yang tak pernah berhenti seakan-akan Ario tau bahwa kesempatan bertemu dengan ayahnya sangat terbatas.
Tak terasa aku dan Ario harus kembali mengantarkan Dev ke stasiun untuk kembali ke Semarang. Selama dalam perjalanan aku merasa sedikit aneh dengan ponselnya yang tak berhenti berbunyi, saat aku tanya Dev hanya menjawab dengan santai paling cuma grup kantor.
Tapi kembali perasaan aneh datang saat aku meninggalkan Ario dan Dev sebentar untuk ke toilet, tanpa sengaja aku memperhatikan caranya berbicara dengan wajah kesal dan serius.
“Kamu sabar sebentar kan aku lagi di stasiun mau balik kesana.” Kata Dev
“…..”
“Aku tau nanti aku belikan buat –” belum sempet Dev melanjutkan kata-katanya Dev meyadari kehadiranku dan langsung menutup telponnya.
“Kamu sudah lama disitu?” Tanya Dev kepadaku malah terdengar aneh karena kata ‘kamu’ yang asing di telingaku.
“Emank kenapa?” tanyaku balik.
Dev yang sadar dengan nada bicaraku mulai melunak, “Gapapa sayang aku hanya kaget tiba-tiba kamu ada disitu” elak Dev yang semakin mencurigakan untukku.
Kami tak melanjutkan perdebatan kami karena adanya informasi tentang kereta Dev yang akan berangkat.
“Aku pergi dulu ya Honey, jaga diri kamu baik-baik” kata Dev sambil memelukku.
“Iya kamu juga hati-hati disana, ingat janjimu.” Balasku dan seketika membuat tubuh Dev menegang.
“Kamu sakit Babe? Kok tiba-tiba tubuhmu dingin?” tanyaku.
“No, I’m okay, don’t worry.” Jawabnya lembut sambil tersenyum.
Dev menggendong Ario dan menciumnya “jaga kesehatan ya jagoan ayah, biar kita bisa maen lagi okay.” Kata Dev dan dibalas anggukan oleh Ario.
Dev melambaikan tangannya dan menghilang dari hadapan kami.
Aku juga meninggalkan stasiun dan pulang ke rumah.
###
Setelah kunjungan Dev waktu itu aku pikir Dev akan kembali mengunjungi kita sebulan sekali, ternyata tidak. Malah makin lama Dev makin tidak teratur menjenguk kami, kadang bisa tiga bulan, empat bulan, bahkan seperti sekarang enam bulan sudah tidak mengunjungi kami lagi.
Seperti informasi sebelumnya dari Dev bahwa kepindahannya ini hanya satu tahun, nyatanya sampai satu setengah tahun lebih Dev tidak kembali ke kantor Jakarta. Hal ini membuatku merasa kesal namun aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Aku teringat percakapan kami di telpon beberapa waktu lalu saat Dev mengabarkan mengenai penempatannya yang lebih dari satu tahun di Semarang.
Flasback percakapan Asmara dan Devio di telepon.
Saat Ara sudah menidurkan Ario di kamarnya, Ara mendengar suara ponselnya berbunyi, segera Ara menuju kamarnya dan melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Hubby calling
“Hallo Babe, kamu belum tidur? Sahut Ara tapi yang didengar hanya helaan nafas Dev. Ara yang kuatir pun bertanya kembali “Dev, kamu gapapa? Apa kamu sakit?”
“Tidak Honey, hanya saja aku bingung bagaimana menyampaikan masalah ini sama kamu.” Kata Dev bimbang
“Soal?”
“Mengenai kepindahanku ini, awalnya yang satu tahun tapi ternyata itu lebih, bisa sampe dua tahun atau lebih.” Jelas Dev yang sontak membuatku lemas seketika.
“Apa dayaku soal masalah ini.” Hanya itu yang bisa aku ucapkan pada Dev tapi cukup membuat Dev terdiam.
Kami terdiam beberapa menit.
“Kalo ga ada lagi yang mau kamu bilang, aku tutup telponnya.” Ujarku
“Tunggu Sayang,” kata Dev “Aku masih kangen kamu.”
Hanya helaan nafas yang bisa aku beri, “Apa masih berfungsi kangen itu jika kamu aja ga ada disini?” jawabku yang semain membuat Dev terdiam.
“Aku lelah Dev, besok lagi ya, Bye.” Tutupku tanpa mendengar jawabannya lagi.
Tak terasa air mataku menetes, aku ga yakin dengan apa yang akan kami jalani, sebagai keluarga tapi berjauhan dengan intensitas yang sebenarnya Dev sendiri tidak bisa menepati, gimana bisa punya quality time dengan keluarga kalo waktu berkunjungnya aja ga jelas.
Aku yang lelah dengan kondisi ini pun jatuh tertidur di kasur dengan tetesan air mata.
Flashbak End.
Dan hari ini adalah janji yang entah keberapa kali Dev tidak bisa kembali menjenguk kita, bahkan saat Ario ulang tahun bulan lalu pun Dev tidak bisa menyempatkan waktunya, kejadian itu membuatku emosi hingga tak menerima panggilan apapun darinya selama tujuh hari.
Jika bukan karena Ario yang minta video call karena mau terima kasih kepada ayahnya sudah diberi maenan. Dev berpikir dengan melewatkan ulang tahun anaknya dan menggantinya dengan kado itu sudah cukup baginya. Belum aja Ario mengerti kalo dia bukan jadi prioritas buat ayahnya.
Sejak kejadian Dev yang tidak bisa menghadiri ulang taun anaknya sendiri, aku mulai malas untuk menghubungi Dev terlebih dahulu, bahkan rekor kami pernah tidak pernah saling kontak hingga 9 hari lamanya. Dan bersyukurnya aku, Ario tidak pernah menanyakan keberadaan ayahnya sekalipun.
Aku merasa ada yang salah dengan kondisi ini, namun apa dayaku aku tidak bisa melakukan apa-apa, bagaimana dan apa yang membuat ini salah pun aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Hingga aku sadar diri dan lebih fokus pada Ario dan pekerjaanku.
###
Dua tahun kemudian
*Selamat ulang tahun,
*Kami ucapkan,
*Selaamaat panjang umur,
*Kita kaan doakan,
*Selamat sejahteraa sehat sentosa
*Selamat panjang umur dan bahagia.
“Yeeeaayyy,,,ayo sayang ditiup lilinnya.” Pintaku pada Ario yang kini sudah berusia 5 tahun.
Ario yang terlihat gembira meniup lilin ulang tahunnya dengan gembira bersama dengan teman-temannya di taman kanak kanak. Semua bersoak gembira. Ario terliat bahagia dan tak berhenti tersenyum meskipun aku tau ada sesuatu yang ditunggunya dalam ulang tahunnya kali ini.
“Bunda, apa Ayah tidak jadi datang di acaraku kali ini,” Tanya Ario lesu. Ingin rasanya aku menangis mendengarnya, tapi aku tidak boleh terliat lemah di mata Ario, karena aku sandaran Ario selama ini.
“Kita tunggu dulu ya, sambil makan kue dan buka kado, sapa tau ayah sudah ada di rumah meskipun ga bisa datang ke sekolah kamu.” Jawabku menghibur Ario meskipun di dalam hatiku terasa tercabik-cabik.
Hingga pukul dua siang Dev tidak kunjung datang dan nomor ponselnya tidak bisa ku hubungi, raasanya ingin aku cabik-cabik mulutnya yang berjanji dan membuat Ario jadi sedih seperti ini.
Flashback satu minggu sebelumnya.
Kami berdua sudah bersantai di ruang tivi setelah makan malam dan bersiap untuk tidur, kemudian Ario meminta aku menelpon ayahnya.
“Hallo ayah sudah mau bobo?” tanya Ario setelah wajah Dev muncul di layar saat video call.
“Hello boy, ini sudah malem kenapa kamu belum bobo?” tanya Dev
“Ayah, Ario boleh minta sesuatu ga ke Ayah?” pintanya yang membuatku bingung, ga biasanya dia minta ke ayahnya, apa-apa selalu minta kepadaku.
“Minggu depan Ario kan ulang tahun, ayah bisa kan datang ke acara ulang taunku, bunda sudah janji nanti aku merayakan dengan teman-teman di sekolah.” Jelasnya yang membuat dadaku perih.
Kenyataan yang tidak diketahui oleh Ario adalah komunikasi antara aku dan Dev semakin lama semakin renggang, setiap kali aku dan Dev telpon atau chat itu pasti membahas hal yang penting saja. Seakan-akan tidak ada kerinduan dan kehangatan kasih sayang dalam diri kita. Aku yang meninggikaan egoku untuk enggan komunikasi dengannya dan Dev yang malas untuk berbicara denganku yang sensitif. Bahkan hubungan kami kali ini lebih hambar dibanding tiga tahun lalu saat Dev ketauan selingkuh.
Aku tersadar dari lamunanku saat mendengar suara Dev “Baiklah ayah akan usahakan datang ke acara ulang tahun kamu sayang, kamu mau kado apa dari ayah?” Tanya Dev kemudian
“Io cuma mau ayah datang biar Io ga dibilang sama temen-temen Io kalo Io ga punya ayah.” Jelas Ario jujur yang langsung membuatku meneteskan air mata.
Tak berapa lama pembicaraan meereka telah selesai.
Tanpa menunggu lama aku langsung mengirim pesan ke Dev.
Me
Jangan janjikan apapun pda Ario kalo kamu ga bisa tepati
Hubby
No, I will come, meskipun tidak bisa on time
Me
Aku tunggu janjimu.
Read
Aku pun mengantarkan Ario ke kamar dan menemaninya tidur.
Flashback End
Lamunanku buyar saat ku rasakan ada tangan mungil yang menarik bajuku.
“Ayo pulang sayang ini udah siang.” Pintaku pada Ario
Tanpa kusadari ternyata mata Ario sudah memerah seperti habis menangis, saat aku jongkok dihadapannya aku kaget dibuatnya.
“Io sayang, kamu kenapa?” tanyaku setengah panik.
“Bunda, kenapa ayah bohong? Apa ayah ga sayang sama Io lagi? Bunda denger kan kalo ayah mau datang tapi sampe sekarang ayah ga ada.” Kata Ario yang membuatnya menangis kembali.
“Maafin bunda ya sayang, bunda ga bisa tau dimana ayah kamu, Io jangan sedih ya, mau beli es krim ga? Atau Io mau jalan-jalan?” tawarku pada Ario berharap kesedihannya akan hilaang. Dan Ario hanya menggeleng.
“Iya sudah kita pulang aja yuk sapa tau ayah sudah dirumah.” Hiburku dengan berharap semoga saja itu benar adanya.
Sesampainya kami di rumah, Ario mencari ke seluruh ruangan berharap ayahnya ada di rumah, namun yang dia liat hanya sepi tak ada orang lain selain bundanya. Aku melihat kondisi Ario yang seperti ini benar-benar tak sampai hati, ingin rasanya aku memaki dan memukul Dev sekencang-kencangnya dan meminta dia untuk meminta maaf kepada anaknya.
“Bunda anter ke kamar ya, Ario bobo dulu mungkin ayah datangnya malem,” ucapku masih berusaha menghiburnya.
Ario menurut dan berjalan ke kamar.
Dari luar aku masih mendengar tangisannya dan ucapannya “Io ga mau ulang tahun lagi, ayah sudah lupa sama ulang taun Io, Io ga suka sama ulang taun!!” Aku hanya bisa terduduk lemas dan ikut terisak mendengarnya.
‘Kamu keterlaluan Dev, kamu boleh menyakitiku tapi kamu ga berhak melukai anakku yang aku besarkan dengan tanganku sendiri’ rintihku dalam hati dengan perih yang menyiksa.
*****
Maaf ya readers kalo di part ini agak lompat-lompat bahasa dan feelnya karena aku lagi berusaha memunculkan awal konfliknya di rumah tangga Ara sama Dev. Aku kuatir aja kalo tiba-tiba langsung aku kasih konflik utama kalian bingung,hehehe..
Tenang aja di next part aku akan ceritakan yang receh-receh biar ga tegang,,hahaha..