C.6 New Life Begin

3031 Kata
~~ Awali hari dengan senyuman, agar seterusnya menjadi bahagia. Pernikahan yang diawali dengan kepalsuan dan kesedihan, berharap berakhir bahagia, meskipun tak tahu kapan bisa terwujud ~~   Semua pasangan suami istri terutama sang istri pasti mengingat momen pernikahan mereka, karena prosesi yang membahagiakan, sakral dan babak kehidupan baru yang mereka jalani. Dan tentu saja semua berharap kebahagiaan akan datang serta bisa hidup bersama sampai maut memisahkan. Namun, keinginan itu hanyalah sebatas keinginan, pernikahan yang Ara bayangkan adalah pernikahan penuh dengan tawa dan senyum serta terciptanya momen romantis bagi pasangan. Dan semua itu hanya angan-angan dalam benak Ara. Nenek Ara yang meninggal tepat di hari resepsi pernikahan Ara membuat rasa penyesalan tersendiri di hati Ara dan keluarga besarnya. Setelah pernikahan yang seharusnya jadi momen romantis dan bahagia bagi semua keluarga justru harus disibukkan dengan urusan pemakaman sang Nenek. Sampai tujuh hari kematian nenek di rumah Ara masih sibuk mengadakan pengajian. Bagi Ara dan keluarganya resepsi pernikahan kemarin tidak perlu dibahas dan tidak perlu diingat. Membayangkan hari itu saja sudah menitikkan air mata. Mempelai wanita yang bisa bahagia jika nenek tersayang meninggal dua jam sebelum resepsi dimulai. Ingin membatalkan pernikahan juga tidak mungkin, melanjutkan pun seperti orang aneh yang terlihat bahagia tapi sedang berduka. Ijin cuti yang rencananya akan Ara gunakan untuk menikmati waktu berdua bersama Dev sebelum kerja, jusru dihabiskan dengan membantu keluarga besarnya mengurusi pengajian peringatan kematian nenek. Dev pun juga memperpanjang cutinya, karena tak tega meninggalkan Ara dalam kondisi sedih seperti saat ini. ♥ Keesokan harinya setelah pengajian tujuh hari nenek, Ara dan Dev pamit untuk kembali ke Jakarta. Mereka memilih penerbangan siang jadi masih sempet istirahat sebelum kerja kembali esok paginya. Sesampainya di Jakarta, taksi bandara meluncur ke rumah Ara dahulu untuk mengambil beberapa barang yang diperlukan, kemudian mereka naik taksi kembali ke rumah Dev. Sampai di rumah Dev, Ara membereskan barang-barangnya ditempatkan di kamar Dev di lantai 2. Kamar Dev yang didominasi warna putih biru membuat suasana jadi hangat dan nyaman. Kamar mandi tanpa bathup tapi cukup nyaman dengan shower dan wastafel di dalamnya. Ranjang king size yang sejajar jendela dan adanya balkon menghadap taman kecil menambah kesan nyaman bagi penghuninya. Ara merasa lelah dan memutuskan untuk mandi air hangat, tiga puluh menit kemudian Ara keluar kamar mandi hanya menggunakan bathrobe. Saat Ara akan melepas bathrobe dan mengganti dengan baju, Dev masuk ke kamar dan terkejut dengan pemandangan tubuh molek di depannya. Dev hanya bisa berdiri menegang termasuk sesuatu dalam tubuhnya ikut menegang. Ara yang kaget dengan reflek menutup kembali bathrobe nya dan meminta Dev keluar. “Aku sedang ganti baju Dev, bisakah kamu keluar dulu.” Pinta Ara yang kemudian Dev sadar dan tersenyum jahil. “Eheem,, keluar? Maksudnya keluar kemana Sayang, kan aku suami kamu boleh dunk, kalo aku melihatnya.” Jawab Dev polos. Sontak Ara tersadar dan diam, “Iii,,iya sih,, tapi aku malu,” jawab Ara dengan wajah merona malah membut Dev gemas dan memeluk tubuh Ara tiba-tiba. Ara yang kaget pun langsung memekik “Apa yang kamu lakukan Dev?” sahut Ara dengan detak jantung yang berdebar cepat. “Memelukmu, menciummu, dan mungkin berusaha mendengarkan desahan nikmat dari bibir indahmu.” Bisik Dev yang sukses membuat Ara meremang. Tanpa menunggu perkataan Ara lagi Dev langsung melumat bibir Ara dan mengecupnya perlahan hingga Ara merasa kehabisan nafas dan tanpa Ara sadari mulai mendesah kecil yang membuat Dev semakin bersemangat mencumbu Ara. Tanpa Ara sadari Dev mulai mengangkat tubuhnya dan menggendongnya sampai di ranjang. Dev meletakkan Ara dengan lembut di ranjang tersebut tanpa melepaskan ciuman mereka. “Bolehkah aku meminta hakku hari ini Honey?” Tanya Dev dengan tatapan penuh hasrat yang baru kali ini dilihat oleh Ara. Benarkah hari ini aku melepasan harta yang aku jaga selama ini? Tapi bagaimanapun Dev adalah suamiku, jadi Dev berhak memiliki diriku kan? Aku yang merasa sesak dan jantung yang masih bedetak tak karuan, hanya bisa mengangguk. Dev pun melanjutkan cumbuannya setelah mencium bibirku sekilas, ciuman tersebut turun ke leherku dan ada rasa aneh yang membuatku geli. Bagaimanapun juga ini hal paling intim yang aku lakukan dengan lawan jenis. Dev melanjutkan cumbuannya di dadaku, d**a kiriku dikulum dan d**a kanan ku di remas, dan aku pun benar-benar merasa geli hingga tanpa sadar aku menggeliat dan mendesah.  Dev yang mendengar desahan itu menegakkan kepalanya melihat ekspresiku yang b*******h sama seperti dirinya. Dev melanjutkan ke perut dan jarinya mulai memainkan milikku. Terasa benar-benar geli dan entahlah nikmat. Hilang sudah akal yang meliputi pikiranku hanya bagaimana menikmati semua ini. Hingga Dev sudah melepaskan celananya dan aku lihat milik Dev sudah menegang sempurna. Saat itulah aku sadar, “Dev apa kita melakukannya sekarang?” kataku pada Dev. “Kamu sudah membangunkannya Darling, jadi kita harus menuntaskannya dahulu.” Jawab Dev dengan tatapan penuh gairah. Aku hanya bisa menegak saliva dan membayangkan milik Dev yang cukup besar itu ‘memasuki’ku. “Aku hanya,,me-rasa –” belum selesai Ara bicara, Dev langsung mencium bibir Ara yang terlihat membengkak akibat ciuman tadi. Hingga ciuman Dev kembali mengulum d**a dan memainkan p****g Ara dengan nikmat, membuat Ara tak tahan ada rasa aneh dalam dirinya yang seakan mau keluar. Sedangkan jari-jari Dev yang sudah memainkan milik Ara pun merasakan kedutan dahsyat membuat milik Dev semakin keras sempurna. “You’re so sexy Honey.” Bisik Dev yang membuat Ara merona. Saat Dev bersiap untuk memasukkan miliknya ke dalam Ara, Dev merasa ada yang aneh, ‘Kenapa sempit dan susah sekali’ batin Dev. Dev yang tak tau kondisi Ara menahan sakit pun memasukkannya dengan cepat yang membuat Ara menjerit “Deeevvvvvv,,sssaaaakiiiittt,,” seketika itu pula Ara menangis dan berusaha melepaskan diri dari Dev. Dev yang kaget dengan kondisi miliknya yang terjepit sempurna menoleh pada Ara dan melihat Ara terisak membuat Dev panik dan merasa bersalah. “It’s your first time Honey?” Tanya Dev dan hanya dijawab anggukan oleh Ara. Dev pun kaget dan menyesal, “Sorry Honey, harusnya aku memperlakukan kamu dengan hati-hati.” Ara yang memang dari awal tidak tau kegiatan tersebut perlu pelan-pelan atau tidak, hanya bisa terisak dan mengangguk “Bisa kau lepaskan Dev ini sakit sekali.” Pinta Ara. Dev yang merasa miliknya sudah penuh di dalam Ara tak ingin menyia-nyiakan begitu saja kenikmatan ini. “Aku akan buat ini ga sakit Sayang, sabar dikit ya.” Bisik Dev lembut yang dibalas Ara dengan gelengan, “Hentikan Dev ini beneran –” Dev langsung melumat bibir Ara dan mengulum d**a serta meremas d**a Ara agar wanitanya merasa nyaman. Tak berapa lama Ara mulai merasa nyaman dan Dev pun melanjutkan aksinya dengan menghujam miliknya dengan penuh semangat. “God, Asmara kamu nikmat sekali, Ini benar-benar luar biasa.” desah Dev di tengah-tengah permainan mereka. Ara tak bisa menjawab hanya bisa mendesah saat dirinya mulai merasakan kenikmatan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. “Dev,,,Deeeevv,,,,AAku..,,Akuu,,” desah Ara yang mulai mersakan puncak kenikmatan. “Come on Honey,” desah Dev yang ssudah merasa di puncak kenikmatan dan milik Ara yang semakin menjepit miliknya. “Together,,Honey,,” dan mereka pun mendesah bersamaan dengan punck kenikmatan yang mereka rasakan. “I love you Asmara,” bisik Dev sesaat setelah melepaskan miliknya. “I think I love you too Dev.” Gumam Ara yang membuat Dev sadar dan tersenyum. ‘Maafkan aku tidak bisa menjadi yang pertama bagimu, tapi aku janji aku jadi orang pertama yang akan membahagiakan kamu’ lirih Dev sambil menutupi tubuh Ara dengan selimut. Sekilas Dev pun melihat noda darah di sprei coklatnya. ### Setelah kegiatan ‘pertama’ mereka, Ara yang terlelap membuka matanya dan ingin ke dapur untuk mengambil minum. Namun, perih menjalari tubuhnya dan ada rasa nyeri di daerah kewanitaannya. ‘Apa begini rasanya saat pertama kali melakukannya, apanya yang enak rasanya badanku sakit semua.’ Batin Ara. Ara merasa sedikit kesulitan berjalan tapi dipaksa jalan pelan-pelan. Dapur yang ada di lantai satu terasa begitu jauh bagi Ara dengan kondisinya begini. Ara yang mengambil minum dari kulkas dan duduk di pantry melihat jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Tiba-tiba rasa lapar mendera dan Ara melihat isi dapur Dev mencari sesuatu yang bisa dimakan. Ara pun membuat mie instan. “Honey, kamu kenapa ga bangunin aku, kan aku bisa membantumu ke dapur.” Kata Dev tiba-tiba hingga Ara terlonjak kaget. “Astaga Dev, kamu ngangetin aku.” Jawabku protes. “Kamu laper juga? Apa haus?” Tanya Ara kemudian. “Sepertinya mie kaya kamu juga enak.” Kata Dev, aku pun mengambil mie instan satu lagi untuk dimasak. Saat kita menikmati mie dan duduk di kursi tinggi yang sejajar dengan mejaa pantry. Dev pun bertanya “Apa masih sakit Honey?” aku yang sempet bingung kemudian nyambung kemana arah pembicaraan Dev langsung menjawab “Huum,,aku terasa turun 5 lantai dari kamar kamu ke dapur.” Dev hanya bisa tersenyum kecil. Setelah mie yang kita makan pun habis dan menghabiskan 1 gelas air dingin. Aku berdiri ingin kembali tidur, kemudian Dev memintaku diam, aku yang bingung pun bertanya “Ada apa Dev?” belum sempat menjawab pertanyaanku Dev langsung menggendongku, aku yang belum siap langsung memekik karena terkejut. “Dev, turunkan aku, aku bisa jalan sendiri.” Pintaku pada Dev. “Lalu kamu akan merasakan naik 5 lantai lagi,” goda Dev, aku hanya bisa menunduk malu. “Setidaknya aku membantu kamu terbiasa dengan perlakuanku, hingga kamu tak perlu turun lagi 5 lantai.” Lanjut Dev aku merengut bingung. Dev yang paham pun membisikkan “Membiasakan bercinta agar kamu ga sakit lagi” aku pun memukul dadanya “Dasar m***m” kataku. Dev membuktikan ucapannya, bercinta lah kami sampai dini hari dan aku pun lelah kemudian terlelap. ### Pagi ini harusnya aku berangkat ke kantor tapi rasa badan ini menolak sepertinya aku bener-bener lemas setelah bercinta dengan Dev. Aku berusaha membuka mataku untuk menyesuaikan pandangan, tapi pusing menderaku. Perlahan aku duduk di tepi ranjang dan rasanya pandanganku berat dan kepala cenut-cenut. Aku menoleh ke tempat Dev tidur dan aku bangunkan Dev. Aku lihat jam sudah setengah enam. Aku belum bikin sarapan buat Dev. Saat aku berdiri aku merasa badanku limbung dan aku terduduk di lantai. Duuggg… Dev yang mendengar suara berdebum langsung duduk dan melihatku duduk di lantai pun lompat dari tempat tidur hanya menggunakan boxernya. “Sayang kamu kenapa?” Tanya Dev dengan raut cemas, belum sempet aku jawab Dev kaget “Astaga kamu panas banget sayang, sejak kapan kamu demam?” Dev mencoba mengingat kembali, karena kemarin saat mereka melakukan ‘itu’ sepertinya Ara masih baik-baik aja. “Entahlah Dev, hanya saja bangun tidur ini aku sudah merasa pusing.” Jawabku lirih. “Yaudah kamu istirahat lagi ya aku ambilkan obat.” Sahut Dev sambil menggendongku ke ranjang. Beberapa menit kemudian, Dev membawa obat panas dan memintaku untuk minum obat tersebut. “Kamu ga ke kantor?” Tanya ku pada Dev dan Dev hanya menggelengkan kepala. “Gimana sama kamu kalo aku ke kantor, kan kamu lagi sakit.” Jawab Dev. “Aku paling akan tidur aja Dev, kamu kerja aja aku ga masalah.” Sahutku agar Dev tak khawatir. Dev terlihat memikirkan usulku, tapi kemudian menggeleng. “Aku bisa kerja dari rumah nemenin kamu oke.” Kata Dev meyakinkan. “Baiklah terserah kamu, kita delivery aja ya, kayanya aku ga kuat kalo bikin sarapan dengan kondisi begini,” pintaku pada Dev dan Dev mengangguk. “Kamu mau makan apa?” Tanya Dev. “Bubur ayam aja,” jawabku kemudian. Setelah sarapan aku kembali tertidur, lebih tepatnya memaksa tidur karena badanku rasanya lemas banget. Entah sudah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba ada nada dering ponsel yang berbunyi, masih setengah sadar aku menengok dan kulihat ponsel ada di nakas samping tempat tidur. Aku mengedarkan pandangan tak menemukan Dev, aku putuskan untuk mengangkat panggilan tersebut, tanpa melihat namanya. “Hallo Dev, apa kau sibuk? Bisakah kita bicara?” Tanya suara wanita di seberang sana. Aku mengernyitkan kening, ‘kenapa suara wanita yang menelpon Dev’ dalam hati. Aku melihat nama di ponsel Dev tertulis ‘Sinta’ apa mungkin temen kantor Dev? Kemudian wanita itu berbicara kembali “Dev, kenapa kamu diam saja?” Aku memberanikan diri menjawab “Maaf Dev nya lagi tidak ada, ada pesan? Ini dengan siapa?” kemudian waita di seberang langsung menutup telponnya tanpa satu katapun. Aku semaakin bingung, namun aku berpikir positif, mungkin sinyal buruk jadi langsung putus. Saat aku mencoba untuk tidur lagi, aku malah tidak bisa berpikir positif seperti tadi. Seakan tersadar akan sesuatu, jika memang wanita tadi temen Dev tentu saja dia akan mengatakan bahwa dia akan menghubungi Dev lagi jika wanita itu tidak mau memberikan pesan. Tapi siapa Sinta, aku tidak pernah denger nama itu juga selama ini. ‘Astaga, perasaan apalagi ini, kenapa rasanya begitu tidak enak.’ Dan bayangan peristiwa di mal kembali terlintas. Dengan segera aku mengenyahkan pikiran itu dan memutuskan untuk mencari Dev menanyakan hal itu. Aku lihat Dev sedang duduk di sofa sambil teleconference dengan temannya di kantor saat aku curi dengar kegiatan mereka. ‘Jadi wanita itu bukan temen Dev dunk’ batinku mulai was was. Dev menghampiriku dan membelai pipiku saat tau aku berdiri di dekat sofa. “Kamu udah sehat? Kok udah turun dari tempat tidur?” Tanya Dev lembut dan membuatku tersadar dari lamunanku. “Ehem ya lebih baik, hanya sedikit pusing,” jawabku. “Dev, tadi ada –” belum sempat aku bertanya Dev malah menyela ucapanku “Honey bisakah kamu tidak memanggil namaku? Apakah kamu tidak memiliki panggilan sayang untukku?” pintanya yang membuatku mengerutkan dahi. “Kenapa begitu?” tanyaku tak mengerti. Dev tersenyum “Kan aku suami kamu, pengen punya panggilan sayang, biar makin mesra dan cinta sama kamu.” Kata Dev manja. Aku yang ingin menanyakan masalah ‘Sinta’ mendengar Dev berkata seperti itu membuatku lupa dan tersenyum mendengar permintaan Dev. “Bagaimana kalo Bebeb? Atau Babe? Jelek ya?” belum sempet aku denger jawaban Dev aku langsung menggelengkan kepala rasanya aneh. Dev tersenyum dan berkata “I like Babe, It’s sound sexy if you call me like that.” Sambil mengecup bibirku sekilas. Astaga langsung merona pipi ini, membuat Dev makin gemas dan mencium pipi kanan kiri. “Stop it Dev, geli.” Kataku mendorong Dev. Dev terbahak “Abisnya gemes liat rona pipi kamu.” Jawab Dev polos. ### Tak terasa sudah satu bulan Ara menikah dengan Dev, dan kejadian mengenai telepon asing itu sudah dilupakan oleh Ara. Semakin hari hubungan Ara dan Dev semakin harmonis, mulai dari berangkat kerja bersama, bercerita tentang kegiatan harian mereka, saat weekend jalan-jalan berdua, bahkan mereka juga jadi semakin intim dan rutin bercinta. Ara yang merasakan kondisi seperti ini makin hari Ara mulai bisa menerima perasaannya dan luluh dengan segala hal romntis yang mereka lakukan bersama. Iyaa,,Ara sudah bisa mencintai Dev sepenuh hati dan melupakan semua hal buruk yang terjadi pada hubungan mereka, termasuk rasa ragu dan takut yang dulu sempet ada. Hari Sabtu ini Ara hanya ingin bermalas-malasan di rumah, jadi mereka berdua menghabiskan waktu dengan menonton DVD di rumah. Film yang mereka tonton mengenai keluarga kecil yang bahagia. Ara jadi membayangkan bagaimana nanti kalo dia punya anak dan berapa anak yang akan mereka miliki. Khayalan seperti itu membuat Ara geli dan tersenyum sendiri. Dev yang menyadari kalau Ara merona, berniat untuk menggodanya. “Apa kamu membayangkan sesuatu yang nikmat sampai menampilkan ekspresi seperti itu” bisik Dev membuat Ara menoleh dan jarak mereka kurang dari lima centi. “Aaa,,aaku,,bukan gitu,,hanya,,-” tanpa menunggu perkataan Ara selesai Dev pun langsung mencium bibir Ara dan melumat bibir Ara. Ara yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu terbelak namun kemudian mulai menikmati ciuman Dev dan membalas ciuman terebut. Dev yang merasa sudah mendapat lampu hijau, langsung menarik tubuh Ara di pangkuannya, Ara mengalungkan tangannya ke leher Dev, ciuman mereka semakin dalam dan mulai berganti menjadi rasa gairah menggebu. Dev meremas b****g dan memasukkan tangannya ke dalam kaos Ara kemudiaan melepas kaitan bra yang digunakan Ara sambil tetap memperdalam ciuman mereka. Saat mereka memerlukan oksigen setelah ciuman dalam tersebut, Dev menatap Ara lekat dan berkata “Aku menginginkanmu Honey,” suara Dev serak dan penuh gairah. Ara tersenyum dan mengangguk, “Me too Babe” Tanpa menunggu lebih lama, Dev langsung membuka kaos dan celana pendek Ara hanya menyisakan celana dalam Ara saja. “Tubuhmu sangat sexy Honey, rasanya aku tidak pernah puas dengan tubuhmu.” Ucap Dev membuat Ara malu. Dev merebahkan Ara di sofa dan melanjutkan aksinya, hingga pelepasan Ara yang pertama terjadi. Dev melepas celana pendeknya dan miliknya pun terlihat sangat siap untuk memasuki milik Ara. “Ready honey?” Tanya Dev. “Yes, I’m yours Babe.” Jawab Ara mengangguk dan mengatur nafas karena pelepasan pertamanya tadi. “Ahhh,,,Dev,,,” “Yes,,Honey, call my name” “You’re so hot Honey,,,Ahhhh,,,Sssshhh.” Desah Dev di tengah percintaan mereka. Setelah pergerakan Dev beberapa menit, kenikmatan yang terjadi diantara keduanya makin terasa, “Oooohhh,,,Dev,,Dev,,Akuu,,,aku,,mau ga tahan,,” desah Ara tak mampu menahan rasa kenikmatan yang datang entah sudah keberapa kalinya. “Yes,,Honey,,come on,,,Shhhh,,aaahhhh,,Me too,,Together,,” desah Dev yang mulai merasakan miliknya makin diremas kuat oleh milik Ara. Tak berapa lama datanglah puncak kenikmatan yang mereka tunggu. “Aaaaahhhh,,,hhhhh,,,ssshhh,,,,Deeeviiooo,,” desah Ara sambil mencengkram pundak Dev kuat. “Aaaa,,hhhhh,,,Aaaaasss,,Asmaara,,” Dev mendesah hebat karena pelepasan miliknya. Tanpa melepas penyatuan mereka, Dev membisikkan “Aku mencintaimu Asmara, please don’t leave me.” Lirih dan terengah. “Aku juga mencintaimu Dev.” Jawab Ara. Setelah beristirahat sejenak, Dev menggendong Ara ke kamar dan melanjutkan ‘kegiatan’ penuh cinta mereka lagi hingga mereka lelah. ♥ Langit sudah mulai gelap, Dev membuka matanya dan mendengar samar suara ponselnya berbunyi. Setelah memakai boxernya, Dev turun dari tempat tidur dan mencari ponsel nya yang ada di meja ruang keluarga. “Halo, Ada Apa?” Tanya Dev pada seseorang di seberang sana. “Dev, apakah kamu tidak ke Semarang lagi?” ucapan wanita disana yang tak lain adalah Sinta. Dev melihat ke sekeliling memastikan tidak ada yang mendengar, “Aku kan sudah bilang sama kamu, aku tidak bisa sebebas dulu, kamu tau aku sudah menikah.” Jawab Dev menahan amarah. “Aku tau tapi Yosa sakit Dev, aku takut.” Kata wanita itu. “Kamu bisa bawa Yosa ke dokter, kalo kurang uangnya aku akan transfer, tapi jangan minta aku ke Semarang. Aku tidak bisa meninggalkan Asmara sembarangan, dia bisa curiga.” Jelas Dev tanpa perasaan iba. “Aku pikir kamu bisa beralasan seperti dulu lagi.” Rengek wanita itu. “Sinta, dengarkan aku, perjanjian kita dulu adalah aku akan membiayai hidup kamu dan Yosa sebagai gantinya kalian berdua tidak akan menganggu hidupku dengan Asmara. Karena apapun yang terjadi aku akan memilih Asmara dibanding kamu. Kalau kamu melanggar hal itu, aku akan menghentikan semua fasilitas yang aku berikan ke kamu dan Yosa. Ingat itu.” Tegas Dev langsung menutup telepon dan mengusap wajahnya frustasi. Sayup-sayup Ara mendengar seseorang berbicara dan Ara berusaha menajamkan telinga tapi tak terdengar dengan jelas. Lalu Ara mendengar langkah kaki mendekati kamar. Ara kembali memejamkan mata pura-pura tidur. Dev membuka pintu kamar dan melihat Ara masih terlelap, dia menghela nafas lega. Dev mendekati Ara dan melihat wajah lelap Ara dari dekat, Dev tersenyum kemudian membelai pipi dan rambut Ara. ‘Aku benar-benar mencintaimu Asmara, sedikitpun aku tak bisa membayangkan hidup tanpa kamu di sisiku. Aku buang nuraniku dan aku rela memilih kamu daripda dia, jadi please stay with me and I will make you happy.’ Lirih Dev yang sebenarnya di dengar oleh Ara. Dev berjalan ke kamar mandi dan tanpa sadar air mata menetes ‘Jadi memang ada wanita lain di kehidupan Dev, siapakah dia? Apa wanita itu? Rasanya sakit sekali, bahkan ini baru satu bulan kita menikah dan Dev sudah memiliki wanita lain. Ya Allah cobaan apalagi kali ini.’ Batin Ara perih dan air mata itu semakin berjatuhan. Ara membuka matanya, turun dari ranjang dan berjalan ke balkon kamarnya. Ara mendongakkan kepala melihat ada satu bintang berkedip dengan cepat. ‘Pernikahan kami membuat raga kami dekat tapi ada jarak di hati kami seperti bintang di langit.’ Lirih Ara meghela nafas. ###   Kira-kira apa yang Ara lakukan setelah taahu kenyataan itu? Menyerah? Bertahan? Setidaknya di next part Ara akan bahagia, apa itu? Stay tune.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN