C.8 Pregnancy

2655 Kata
~~ Nyawa kecil dari Tuhan telah memiliki takdir, baik atau buruk yang memiliki malaikat hebat yaitu Ibu ~~   Kabar kehamilan Ara sudah diketahui oleh orang tuanya, mertuanya, keluarga besar dan teman-teman mereka berdua. Dev yang tau usia kehamilan Ara saat ini adalah masa yang rentan membuat Dev semakin protektif pada Ara. Awalnya Ara yang mendapat perlakuan tersebut merasa bahagia, namun lama-lama Ara merasa jengah dan sedikit lebih emosional. Akhirnya Dev memutuskan lebih banyak mengalah karena kuatir kandungan Ara mengalami hal yang kurang baik. Seperti saat ini, usia kandungan Ara sudah masuk bulan ketiga, hormon Ara saat ini sepertinya lebih banyak hormon emosi, melakukan salah sedikit aja membuat Ara ngomel panjang lebar, membuat telinga Dev berdengung rasanya. Kondisi emosi seperti itu ditambah dengan kesibukan Ara mengenai urusan kantor yang berencana akan membuka proyek baru dan nilai investasinya cukup besar yang membuat pengerjaannya dilakukan dengan teliti, cermat dan hati-hati. Kondisi pekerjaan yang hectic tersebut menyebabkan mood Ara berubah-ubah dengan cepat, membuat Ara sedikit lebih manja dan uring-uringan pada Dev. Awalnya Dev memahami perubahan mood yang dirasakan oleh Ara, namun lama-lama Dev merasa Ara berlebihan dan tidak sepantasnya itu dilakukan meskipun dia sedang hamil. Keadaan yang demikian membuat Dev ingin mencari hiburan, pergilah Dev bersama dengan teman-temannya dan bermain bilyard, saat bersama dengan teman-temannya Dev lupa waktu hingga pulang tengah malam. Tiba di rumah Dev mengira Ara pasti sudah tidur, saat Dev membuka pintu dan berjalan ke dapur, samar-samar terdengar suara tangisan meskipun pelan tapi Dev yakin itu adalah tangisan Ara. Dev mulai panik dan naik ke lantai dua untuk melihat keadaan Ara. Terkejutlah Dev melihat Ara meringkuk di lantai tanpa alas, baju yang dikenakan Ara juga pakaian tipis dengan posisinya lututnya ditekuk dan terlihat punggung Ara bergerak pelan, menandakan Ara menangis. Dev yang berniat mendekat dan ingin mengangkat Ara, mendengar rintihan “Apa kamu sudah tidak mencintaiku Dev, hingga kamu meninggalkanku sendiri dalam kondisi hamil” rintih Ara terisak. Dev yang mendengar rintihan itu merasa nyeri di dadanya. Dev sadar tak seharusnya dia meninggalkan Ara seperti ini hanya karena masalah sepele. “Honey, Ra, kenapa kamu tidur di bawah sini?” Tanya Dev perlahan. Namun tidak ada sahutan, saat Dev berjalan mendekat, betapa kagetnya Dev ternyata Ara tidur. Jadi tadi Ara sedang mengigau. Hati Dev semakin merasa bersalah dengan segera menggendong Ara dan menidurkannya di ranjang. ### Dua hari setelah kejadian itu, Ara sudah mulai mengontrol emosinya. Pagi ini sebelum ke kantor Ara menyiapkan sarapan untuk Dev, dan untuk Ara sendiri memilih membawa makanan ke kantor. Dev yang melihat suasana hati Ara mulai membaik, berniat mengutarakan masalah Dev yang akan ditugaskan ke luar kota. “Honey, aku ada tugas kantor keluar kota selama sebulan. Kamu –” belum sempet Dev melanjutkan ucapannya, Ara sudah menatapnya tajam dan memasang muka menahan amarah. “Kenapa lama banget? Emank mau tugas kemana? Harus banget berangkat?” cecar Ara tak sabar. Dev yang paham mood Ara saat ini menggeser duduknya dan memeluk Ara erat. “Aku juga ga ingin pergi, tapi mau gimana lagi ini tugas dari kantor Sayang,” ucap Dev perlahan sambil membelai rambut Ara. “Kamu tega aku sendirian?” rengek Ara manja. “Kamu mau minta temenin sapa? Mama? Atau Ibu?” Tanya Dev yang membuat Ara hanya mengedikkan bahu. “Sapa aja boleh asal kamu ga sendirian, Oke?” jelas Dev lebih terliat memerintah. “Iya udah aku menghubungi mama aja, minta temenin kesini.” Jawab Ara pasrah. Mereka pun menghabiskan sarapan dan berangkat ke kantor. ♥ Dua hari kemudian Dev berangkat ke Kalimantan sesuai dengan tugas kantornya. Dan Ara merasa dejavu dengan kondisi ini, karena sebelumnya Dev mengatakan ke Kalimantan namun Ara memergoki Dev jalan dengan wanita di mal. Ara yang diliputi rasa cemas tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya, membuat Dev berat hati berangkat. “Honey, kenapa wajah kamu cemas sekali? Apa ada yang kamu pikirkan?” Tanya Dev dengan nada kuatir. Ara tak bisa berpikir kata-kata apa yang pas diutarakan kegelisahannya pada Dev langsung mengatakan dengan jujur. “Dulu kamu bilang tugas ke Kalimantan, tapi aku liat kamu di Jakarta. Aku takut kamu bohong.” Cicit Ara yang masih didengar oleh Dev. Mendengar kata-kata Ara Dev menegang dan membuat Ara sadar dia telah keceplosan namun perubahan wajah Dev yang sedikit pucat membuat Ara yakin mereka berdua memiliki hubungan special. “Kamu udah telpon mama?” Tanya Dev mengalihkan pembicaraan, Ara yang sadar kondisi ini menjawab pertanyaan Dev dengan menggeleng “Nanti aja toh kamu juga tugas sebulan,masih lama.” Jawab Ara asal. Dev memelukku dan berbisik “I will miss you Honey” kemudian menunduk mencium perut Ara yang agak menonjol. Dev pergi ke bandara pagi hari sebelum jam berangkat ke kantor, setelah taksi Dev pergi, Ara bersiap untuk berangkat ke kantor. Sepeninggalan Dev, Ara merasakan mual yang memaksanya untuk memuntahkan isi perutnya. “Sabar ya sayang, kan ada bunda disini, jadi jangan sedih ya,” gumam Ara sambil mengelus perutnya. ### Dua minggu berlalu sejak kepergian Devio ke Kalimantan, selama ini komunikasi yang mereka jalani hanya melalui telepon dan video call. Hari ini kondisi kantor Ara luar biasa padat, bahkan Ara yang biasanya sempet ke pantry untuk sekedar meregangkan otot tidak sempat dia lakukan. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, tapi Ara masih duduk manis di kursi kerjanya. Tiba-tiba saja Ara merasa ingin makan dimsum yang selama ini dibeli oleh Dev, Ara pun mencoba menghubungi Dev namun tidak diangkat. Ara membereskan meja kerjanya lalu turun ke parkiran mobil, Ara tidak langsung menjalankan mobilnya tapi mencoba menghubungi Dev kembali, namun lagi-lagi nomornya tidak aktif. “Aku pengen dimsum, kenapa kamu ga mau denger curhatanku, padahal aku tau kamu pasti ga bisa beliin sekarang.” Gumam Ara yang tanpa sadar Ara menitikkan air mata. Akhirnya Ara menjalankan mobilnya keluar dari parkiran dan pulang ke rumah. Sampai di rumah Ara membersihkan diri dan langsung tertidur, entahlah rasanya Ara tidak memiliki nafsu makan apapun saat ini. ♥ Sore ini kepulangan Devio dari Kalimantan, Ara berniat untuk menjemput Devio ke bandara dengan mengendarai sendiri mobilnya. Saat tiba di terminal kedatangan, Ara ingin buang air kecil, bergegas lah Ara ke toilet. Selesai dengan urusan hajatnya, Ara mencuci tangannya di wastafel, saat hendak mengeringkan tangannya untuk mengambil tissue, tak sengaja Ara menyenggol seseorang. “Maaf Kak, ga sengaja,” ujar Ara sambil menunduk memohon maaf. “Gapapa kok tenang aja,” sahut wanita itu sambil tersenyum. “Maaf kak, punya tissue ga? Yang ini habis,” pinta wanita yang tadi. “Boleh kok sebentar ya,” jawab Ara yang kemudian mengambil tissue dalam tas nya. “Mau jemput ya?” Tanya wanita itu basa basi. Ara hanya mengangguk. “Keluarga, teman?” Tanya wanita itu kembali. “Suami saya dari Kalimantan.” Ucap Ara kemudian. Waanita itu tersenyum sambil menunjukkan ekspresi mulut bundar. “Kakak baru datang atau jemput juga?” Tanya Ara kepada wanita itu. “Saya baru datang, dengan tunangan saya.” Jawab wanita itu. Percakapan itu pun diakhiri dengan Ara yang duluan keluar dari toilet karena wanita itu masih memoles make up nya kembali. Saat berada di depan pintu toilet. Ara dikejutkan dengan munculnya seorang lelaki dengan tiba-tiba. “Aaaaa… Astaga,, kaget aku.” Kata Ara sedikit memekik. “Maaf,,maaf saya berbalik tiba-tiba.” Jawab lelaki sedikit menunduk untuk minta maaf. “It’s Okay,” jawab Ara ramah sambil tersenyum yang sesaat membuat lelaki itu terkesima. ‘Dia kan Asmara, astaga apa ini namanya jodoh, kenapa selalu ketemu dia tiba-tiba dan selalu meninggalkan kesan yang berbeda.’ Batin lelaki itu yang tak lain adalah Rasyid. Ara yang melihat lelaki itu bengong pun memanggil “Mas,, Mas,, Hallo,,” sambil sedikit melambaikan tangan di depan wajahnya. “Eh,,iya Asmara, Hai, Apa kabar?” Tanya Rasyid tiba-tiba karena terkejut. Ara yang merasa lelaki itu mengenalnya pun bertanya. “Maaf Anda kenal dengan saya?” Tanya Ara bingung. Rasyid yang mendengar hal itu pun kaget. “Kamu lupa sama saya?” Tanya Rasyid tanpa menjawab pertanyaan Ara sebelumnya. Ara hanya menggangguk. Tanpa sadar Rasyid terkekeh namun dengan nada mengejek yang membuat Ara sedikit tersinggung. “Apa saya salah bicara hingga Anda harus tertawa?” Tanya Ara dengan nada sedikit ketus. “Sorry Sweetheart, it’s funny, aku ga nyangka kamu ga mengenali aku selama ini. Pantas saja setiap kita ketemu kamu ga pernah melihatku, aku pikir kamu sengaja tidak mengenalku, tapi ternyata kamu memang lupa denganku.” Jelas Rasyid yang semakin membuat Ara bingung. Rasyid yang melihat ekspresi kebingungan Ara menjadi gemas dan entah setan darimana yang merasuki pikiran Rasyid, tiba-tiba sesuatu dalam tubuhnya mulai menggeliat. ‘Sial, sebesar apa pengaruhnya dalam diriku hanya melihat wajahnya yang sekarang sampai membangkitkan ‘diri’ku.’ Batin Rasyid kesal. Rasyid maju mendekat ke telinga Ara dan berbisik “Tunggu takdir berpihak diantara kita Sweetheart, aku pastikan hanya namaku yang tertulis di hatimu.” Dengan senyum seringai yang membuat Ara merinding dan sedikit memundurkan langkahnya hingga Ara hampir kehilangan keseimbangan dan Rasyid yang menyadari itu dengan sigap memegang lengan Ara. “Hey, be careful Sweetheart, kasihan bayi kamu.” Ujar Rasyid yang membuat Ara sadar dan melepaskan tangan Rasyid. “Terima kasih dan maaf saya permisi.” Jawab Ara sambil menunduk yang sebenarnya untuk meredakan detak jantungnya. Perasaan yang tidak pernah disadari Ara saat Rasyid mendekatinya seperti itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan saat berada dalam posisi intim dengan Dev pun Ara tak pernah merasakan detak yang seperti ini. “Ada apa dengan perasaan ini, seperti pernah mengalaminya tapi aku ga yakin beneran rasa itu atau bukan.” Lirih Ara yang merasa aneh dengan kondisinya sekarang. Ingin membuang perasaan aneh itu, Ara baru sadar bahwa Ara belum menghubungi Devio, Ara merogoh ponselnya di tas dan menelpon Dev dan mereka janji bertemu di salah satu café di bandara. Rasyid yang ditinggal begitu saja oleh Ara, hanya bisa tersenyum dan semakin yakin perasaan ini bukan perasaan biasa. ‘Andai kamu masih sendiri, kan ku kejar dirimu sampai ke ujung dunia sekalipun, Asmara.’ Batin Rasyid. “Tunggu aku Sweetheart, aku rasa takdir kita bisa berjodoh meskipun aku ga tau itu kapan.” Gumam Rasyid yang kemudian pundaknya ditepuk oleh seseorang. “Terjadi sesuatu Sayang?” Tanya seorang wanita yang tak lain adalah wanita yang meminta tissue pada Ara. Rasyid hanya menggeleng. ### Kejadian di bandara dan kata-kata yang Rasyid katakan memenuhi pikiran Ara dalam beberapa hari. Dengan kapasitas memori Ara yang tak seberapa mengenai orang baru, kesan yang ditinggalkan Rasyid kali ini harus Ara akui mempengaruhi perasaan Ara. Jam istirahat kantor, Ara menghubungi Widya, Ara ingin mengurangi beban perasaannya ini kepada sahabatnya itu. Dering ketiga panggilan Ara baru dijawab oleh Widya. “Hei Wid, sibuk ga? Udah istirahat kan?” Tanya Ara begitu tersambung. “Mau maksi, tumben nelpon mesti ada apa-apa nih, kamu sehat-sehat aja kan?” Tanya Widya mulai kuatir. “Heeemmm,,yaaahh,,I need talk to someone about my feeling,” jawabku sedikit menahan rasa sesak di d**a. Widya yang merasa Ara tak seperti biasanya memilih melewatkan makan siang dan hanya membeli s**u coklaat untuk teman ngbrol. “Oke, I’m ready, so whats wrong?” Tanya Widya penasaran plus deg-degan. Ara menghela nafas, “I met someone and I feel strange like old time, feel same at 5 years ago.” Meredakan sesak di d**a Ara. “Who is he?” Tanya Widya lagi. Dijwab Ara dengan mengangkat bahu yang tidak dilihat Widya, hingga Ara menjawab “I don’t know, but he know my name. Hhhh,, aku merasa sifat pelupa ku ini tidak menguntungkan untuk kondisi begini.” “Kok bisa sih, kenapa kamu ga nanya namanya?” desak Widya seketika Ara tersadar akan sesuatu hal, “Astaga Wid, kok aku ga kepikiran nanya ya pas doi tau nama ku, yaahh gimana dunk, ya kalo bisa ketemu lagi kalo enggak kan ga tau namanya.” Ucapku kesal tapi Widya semakin menyadari ada yang aneh dengan sahabatnya ini. “Seriously, do you like him? At the first met?” Tanya Widya dengan rasa tak percaya. “Entahlah, aku ga bisa bilang gitu, tapi aku cukup terbayang dengan kata-kata dan caranya memandangku saat itu, dan buruknya aku ga terlalu mengingat wajahnya.” Jelas Ara sambil menggaruk kepala yang tak gatal. “Asmara Dewi, you are pregnant, have husband, beneran kamu mesti banget mikirin laki lain gitu?” ucap Widya yang membuat Ara sadar dengan kondisinya. Ara mengelus perutnya, “Yeah, I know that’s why I need talk to other to get away this feeling.” Ujar Ara yang menghela nafas kasar. “Feeling better?” Tanya Widya kemudian yang Widya rasa Ara bukan tipe orang yang melupakan perasaan itu begitu aja. “Setidaknya aku mengeluarkan rasa sesak di dadaku. Thanks ya Widya, my lovely bestie.” Ucapku tulus. Obrolan kami pun berlanjut seputar aktivitas sehari-hari dan masalah kehamilan. Ara dan Widya memang sama-sama hamil dan usia kehamilan mereka selisih satu bulan lebih tua Widya. ‘Bahkan kini aku semakin sadar bahwa aku tidak pernah mencintai Devio, pria itu mengingatkan ku padanya, sama seperti dia yang bisa memenuhi pikiran dan mengoyahkan hatiku, Who are you boy? You make me crazy.’ Batin Ara frustasi. ### Kehamilan Ara pada kenyataannya tak seindah yang dibayangkan, Ara sudah melewatkan tiga kali rasa ngidamnya dikarenakan saat Ara ngidam Dev tak pernah ada. Semenjak Ara hamil Dev lumayan sering meninggalkan Ara tugas keluar kota. Ara yang awalnya merasa berat hati kini sudah mulai terbiasa. Bahkan rencana persalinan yang semula akan Ara lakukan di Jakarta, Ara mengganti planning untuk melahirkan di kota asalnya nanti. Kondisi ini justru membuat jarak antara Ara dan Dev, bahkan mereka sudah tak semesra dulu yang selalu melakukan segala sesuatu berdua kini, jika mereka bisa mengerjakan sendiri akan dikerjakan endiri. Termasuk dalam memeriksakan kandungan, Ara melakukannya sendiri, karena kehadiran Dev sudah tidak bisa diharapkan lagi. Bulan ini kandungan Ara memasuki usia enam bulan, Dev yang belum ada info akan berangkat tugas keluar kota, berusaha menghabiskan waktunya dengan Ara. Tapi entah apa yang dirasakan Ara pada Dev, justru Ara yang mulai terbiasa melakukan apapun sendiri, merasa kehadiran Dev tidak perlu untuk dirinya. Dev yang paham akan perubahan sikap Ara meminta waktu Ara untuk bicara berdua. Saat ini, Dev duduk di ruang tengah dan Ara di dapur membuat jus. Tak berapa lama Ara menghampiri Dev dan memberikan jus mangga pada Dev. Tak lupa Dev mengucapkan terima kasih dan meminta Ara untuk duduk bersamanya. Ara yang sudah di samping Dev dan menyamankan posisinya, Dev mengelus perut Ara dan sempet kaget dengan getaran yang terasa di perut istrinya, Dev menoleh ke Ara “Apa ini artinya dia menendang?” Tanya Dev dengan berbinar dan Ara mengangguk. Tanpa Ara sadari Dev langsung mencium Ara dengan lumatan kecil dan dalam, awalnya Ara yang kaget hanya diam saja kemudian Ara membalas ciuman Dev hingga mereka berhenti saat Ara melepas ciuman itu karena tendangan bayi. “Ya ampun, sabar sayangku kenapa kamu ikutan ngerjain bunda sih pake nendang segala.” Ucap Ara sambil mengelus perutnya yang kini sudah membuncit. Dev yang tau hal ini ikutan mengelus perutnya dan berkata “Hai Baby, Do you miss me?” dengan senyum dan tatapan penuh binar bahagia. Dev melihat ke arah Ara dengan tatapan dan ekspresi yang menurut Dev sulit diartikan akhirnya bertanya hal yang selama ini dipendamnya. “Honey, apa aku telah melakukan kesalahan padamu?” Ara yang mendengar pertanyaan Dev mengerutkan alis, “kenapa kamu nanya gitu?” Tanya Ara balik. “Karena kamu tidak pernah menatap mataku lagi saat bicara dan sepertinya kamu membuat jarak denganku.” Jelas Dev sedikit perlahan dengan menghembuskan nafas kasar. “Maaf sebelumnya kalo kamu berpikiran aku membuat jarak, tapi harusnya kamu tanyakan hal itu ke kamu sendiri, seberapa besar jarak itu tiap harinya karena kehadiranmu bisa dihitung dengan sepuluh jariku dalam waktu 6 bulan ini” tegas Ara yang sontak membuat Dev diam kaku. “Aa-ku,,aaku minta maaf Honey karena tidak bisa selalu ada di sisi kamu saat kamu hamil. Aku juga tersiksa dan selalu merasa kuatir dengan keadaan yang seperti ini. Bisakah kamu memaafkanku kali ini?” pinta Dev dengan wajah dan sorot mata yang tulus. “Tentu saja Dev, aku memaafkanmu karena kamu ayah dari bayi ini dan kamu suamiku. Tapi jangan minta aku untuk kembali ke kondisi semula karena itu butuh waktu, mengingat selama ini kamu tidak ada jadi aku terbiasa sendiri.” Jelas Ara pada Dev dengan tatapan datar yang membuat Dev merasa terintimidasi. “Aku tau, tapi bisakah kamu memberiku tatapan penuh cinta seperti dulu?” rengek Dev yang justru membuatku kaget. ‘Apa Dev tau selama ini aku sudah mulai goyah akan perasaanku padanya?’ batin Ara. Setelah diem sesaat, Ara tidak menemukan kata-kata yang cocok, “Tentu aku akan mencobanya kembali, karena kehadiranmu atau tanpa kehadiranmu bagiku sama aja Babe.” Kata Ara yakin dan lugas yang seketika membuat Dev seperti disambar petir di siang bolong. ‘Apa artinya diriku jika ada atau tidak sama sekali tidak berarti bagi Asmara. Seburuk itukah aku sudah melukai hatinya?’ batin Devio dengan tatapan penyesalan yang tak ingin Ara lihat. Ara pun beranjak dari kursi dan memilih pergi ke kamar, tanpa sadar Ara menitikkan air mata. ‘Aku tak bisa berpikir ini salah atau benar. Dulu jarak itu hanya sebatas lubang tikus, kini jarak pernikahan ku dengan Dev seperti jurang lebar dan dalam, hanya menunggu waktu siapa yang masuk jurang tersebut.’ Lirih hati Ara yang terasa perih. ### Kehamilan yang tak selamanya bahagia ya..   Siap-siap untuk penuh konflik ya di bab berikutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN