Clair duduk manis di pinggir ranjang, ia tengah gelisah memikirkan Edmund saat ini, ia berdoa pada Dewi bulan agar melindungi pasangan abadinya dari semua mara bahaya. Clair membaringkan tubuhnya di ranjang, menatap ke arah lampu yang menggantung di langit kamar, lampu itu hanya satu-satunya penerangan yang berada di dalam kamar ini, ia tidak bisa melihat keluar karena kamar ini sudah di tutup oleh banyaknga potongan kayu yang di paku di jendela dan pintu kaca. Andai tidak ada lampu, mungkin Clair tidak akan bisa melihat apa pun. Di tambah lagi ia tidak tau waktu saat ini, entah ini masih malam atau sudah pagi, mentari ataupun cahaya bulan tidak bisa masuk ke dalam kamarnya. Ia menerawang, memikirkan perkataan Tara beberapa waktu yang lalu, ia harus memberi tahu Edmund soal kelemahannya atau tidak. Jika dia memberitahukannya, apa Edmund masih mau bersama dengan dirinya? Tapi jika Edmund mengetahui kelemahannya dari orang lain, maka hal tentunya akan membuat Edmund sangat kecewa. Ia benar-benar sangat bingung mengenai hal ini. Apa yang harus ia lakukan saat ini? Ia tidak tau. Semua pilihan yang berada di dalam pikirannya memberinya resiko yang amat besar.
Clair bangkit dari baringnya dengan cepat saat ia melihat lampu yang menjadi penerangan satu-satunya di kamar ini mati, semuanya gelap, ia tidak bisa melihat apapun. Namun ia bisa mendengar suara pintu terbuka dan suara derap langkah yang mendekat.
"Siapa di sana?" tanya Clair dengan nada bicara yang panik. Gadis lemah itu benar-benar sangat ketakutan. Ia meloncat dari ranjang dan mengarahkan netranya ke sembarang arah, namun yang ia lihat semuanya hitam, gelap. Ia tidak bisa melihat apapun. Tubuhnya menegang seketika saat ia merasakan sebuah lengan kekar memeluknya pinggangnya dengan erat, hembusan nafas hangat menerpa area sekitar leher jenjangnya.
"Kau tidak mengenali aromaku?" suara berat yang sudah tidak asing lagi di gendang telingnya. Clair membuang nafasnya dengan lega, tubuhnya kembali santai tidak lagi tegang. Ia tau siapa pemiliki suara itu, suara seseorang yang pernah menertawainya, pernah membantunya hingga pernah memperlakukannya dengan sangat manis.
"Nathan," panggil Clair dengan sangat lembut, pelukan tangan pria yang tengah berada di pinggangnya mengendur, hembusan nafas kecewa terdengar jelas di telinga Clair. Apa dia salah orang? Lampu kembali menyala, kamar luas yang awalnya gelap gulita kini telah terang benderang. Dengan cepat Clair membalikkan tubuhnya menatap terkejut ke arah seorang pria tampan yang tengah berada di tepat di belakangnya.
"Edmund," gumam Clair dengan lirih, ia salah menebak seseorang, tadinya ia pikir Edmund adalah Nathan, tapi ternyata dia salah. Tatapan kecewa bercampur dengan amarah Edmund tunjukkan di hadapan Clair, pria itu benar-benar sangat kecewa saat Clair menyebut nama pria lain saat tengah bersama dengan dirinya.
"Maaf," cicit Clair dengan pelan namun masih bisa di dengar dengan baik oleh Edmund. Pria itu diam, tidak merespon sama sekali. Clair melangkah mendekat, salah satu tangannya terulur hendak menyentuh rahang tegas pria itu, namun dengan cepat Edmund menghindar.
"Siapa Nathan?" suara berat penuh dengan rasa kecemburuan dan amarah keluar dari mulut Edmund, Clair menundukkan kepalanya ke awah, menatap ke arah lantai keramik beberapa detik sebelum akhirnya ia kembali menatap ke arah pasangan abadinya kembali.
"Temanku." jawab Clair dengan gugup, ia mulai ketakutan. Edmund mengerutka keningnya bingung, kenapa ia selalu melihat Clair ketakutan dengan tubuh yang gemetar? Ia tau bahwa seorang gadis memang lemah, tapi tidak selemah ini. Shewolf bahkan kadang ada yang memiliki keberanian yang luar biasa, tidak sepenakut Clair.
"Teman? Teman pria?" tanya Edmund dan Clair mengangguk lemah, ekspresi wajah gadis itu sangat ketakutan, membuat Edmund mengingat kembali tentang apa yang di katakan seorang gadis asing yang tengah berbicara dengan Clair beberapa waktu yang lalu. Gadis itu menyarankan pada Clair agar membertahukan sesuatu yang sangat rahasia mengenai Clair padanya. Ia harus tau apa yang di sembunyikan Clair darinya.
"Teman wanitamu yang tadi itu siapa namanya?" tanya Edmund mencoba untuk santai. Kali saja teman pria Clair bernama Nathan itu berhubungan dengan rahasia yang di sembunyikan Clair darinya.
"Aku tidak tau," jawab Clair berbohong, kebohongan yang di ketahui Edmund. Pria itu kerap sekali bertemu seorang pengkhianat dan penjahat yang kerap mengganggu kenyamanan wilayahnya, dan mereka rata-rata sering kalu berbohong, maka dari itu, Edmund sudah sangat hafal bagaimana ekspresi seseorang yang tengah berbohong atau tidak.
"Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" pertanyaan itu membuat tubuh Clair mendadak menegang, Edmund bisa melihat perubahan mimik wajah Clair mendadak ketakutan, ke dua tangan gadis itu kencengkeram erat pinggiran gaun yang ia kenakan, keringat mulai menguncur di dahi dan pelipisnya, perubahan sikap Clair sudah menjawab semua pertanyaan Edmund barusan, gadis itu menyembunyikan sesuatu darinya. Dan dia akan mencari tau apa itu. Dengan pelan Clair menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Edmund barusan, pria itu pura-pura percaya, ia lantas membawa Clair ke dalam pelukannya, menaruh wajah tampannya di leher jenjang Clair menghirup aroma lavender yang sangat harum dan memabukkan dari gadis itu. Aroma yang sangat kuat, bahkan ia bisa mencium aroma ini hingga sejauh 1 Km. Tiba-tiba sebuah pertanyaan muncul dari pikiran Edmund, jika dirinya saja bisa mencium aroma Clair dari jarak yang sangat jauh, tapi kenapa Clair tidak bisa mencium aromanya walaupun tubuh mereka menempel? Di hirupnya kembali leher jenjang gadis itu dengan dalam, hanya ada aroma lavender yang ia cium, ia tidak bisa mencium aroma lain dari tubuhnya, misalnya aroma manusia serigala. Apa Clair manusia serigala? Bahkan aroma seorang half wolf saja bisa ia cium, tapi kenapa aroma Clair tidak bisa ia cium? Apa ia memiliki masalah dengan aroma penciumannya saat bersama dengan mate? Mungkin itulah alasannya. Pikir Edmund mencoba untuk berpikir positif.
---000---
Dengan telaten Edmund menyuapi Clair dengan sangat sabar dan juga kasih sayang, sesekali ibu jarinya mengusap bibir bawah gadis itu jika sisa makanan tertinggal di sana. Edmund terlihat sangat bahagia saat melihat Clair makan makanannya dengan lahap, sesekali gadis itu melempar senyuman manis ke arahnya, dalam pikirannya suara Peter memenuhi otaknya. Serigala dalam dirinya itu terus saja mengoceh dan merayunya agar mau berganti shift dengan dirinya, Peter ingin menemui Clair. Entah sudah berapa lama serigala hitam itu mengoceh di dalam pikirannya, rasanya kepalanya sampai pusing mendengar ocehan dan lolongan dari Peter. Salah satu tangan Peter terulur memijat kepalanya yang terasa pening, Clair yang melihatnya lantas mengulurkan ke dua tangannya menyentuh kepala Edmund lantas memijatnya dengan lembut dan telaten. Ia sudah sangat lihai dalam memijat kepala seseorang pusing, dulu saat ia masih tinggal dengan Ibu tirinya, baik Marriam ataupun Tara kerap menyuruhnya untuk memijat kepala mereka saat tengah merasakan pening. Ke dua mata Edmund terpejam, menikmati pijatan lembut dari Clair, membuat gadis itu semakin mengikis jarak di antara mereka.
"Apa sangat pusing?" tanya Clair pada Edmund, pria itu mengangguk sebelun akhirnya menjawab pertanyaan dengan singkat.
"Sedikit," sahutnya masih memejamkan ke dua mata besarnya. Di sela-sela pijatan lembut yang ia lakukan di kepala pasangan abadinya, Clair menatap intens ke arah wajah tampan Edmund. Ia benar-benar sangat beruntung memiliki seorang mate seperti Edmund, tampan dengan hidung mancung, alis yang tebal, bulu mata yang panjang dan lentik layaknya bulu mata palsu yang kerap di pakai seorang wanita dan juga rahang yang tegas dan di tumbuhi bulu-bulu halus di sekitarnya. Salah satu tangan yang berada di kepala Edmund merambat turun, mengelus rahang kokoh pria itu yang terasa sangat menggelikan di telapak tangan mungilnya karena bulu-bulu yang terdapat di sana, sesekali gadis itu terkikik geli dengan suarra yang sangat pelan namun masih bisa di dengan oleh Edmund.
"Yang pusing kepala, bukan rahang." ucap Edmund yang membuat Clair tersentak kaget, tadinya ia pikir pria itu tertidur karena tak kunjung membuka matanya. Namun ternyata dia salah. Dengan cepat ia langsung berinisiatif untuk menjauhkan tangannya dari rahang Edmund, namun dengan cepat pria itu memegang tangannya, membuka ke dua matanya dengan lebar lantas mencium punggung tangan Clair dengan lembut. Claie tersenyum malu-malu lantas memeluk tubuh kekar Edmund dengan sangat erat.
"Ada yang ini bertemu denganmu." cetus Edmund yang membuat Clair melepaskan pelukannya.
"Siapa?"
"Peter, wolfku. Kau sudah pernah melihat. Dia ingin sekali bertemu dengan dirimu." balas Edmund dan dengan ragu Clair menggelengkan kepalanya dengan pelan. Bukannya ia tidak mau bertemu dengan Peter, hanya saja ia takut jika nanti Peter memaksanya untuk berubah wujud menjadi serigala juga. Ia tidak bisa berubah wujud, itu masalahnya.
"Kenapa?" tanya Edmund dengan tegas. Ia tidak percaya jika Clair menolak untuk menemui Peter, wolf dalam dirinya itu kini tengah melolong dengan sendu atas penolakan yang di lakukan Clair barusan.
"Aku lelah, mau tidur saja." jawab Clair sembari membuka selimut tebal lantas menggunakannya untuk menyelimuti tubuhnya, setelah itu ia berbaring membelakangi Edmund dan menutup matanya dengan rapat, ia pura-pura tidur. Edmund mendesah kecewa, namun tidak sekecewa Peter, serigala hitam yang berada di dalam tubuh Edmund itu kini tengah melolong dengan sendu, ia kecewa, sangat kecewa pada Clair yang menolak untuk bertemu dengan dirinya. Dengan gerakan pelan Edmund mengusap pelan bahu gadis itu lantas mengecup salah satu pipi Clair dengan singkat.
"Selamat tidur," gumam Edmund tepat di depan daun telinga Clair, gadis itu tidak bergerak, seolah-olah ia benar-benar sudah tertidur pulas. Edmund lalu bergerak turun dari ranjang sembari membawa nampan berisi sisa makanan yang tadi di makan Clair, ia harus membawa ini ke dapur dan pergi ke ruangannya untuk memikirkan kemungkinan apa yang di sembunyikan Clair darinya, ia harus tau semua mengenai gadisnya itu. Semuanya mengenai Clair ia harus tau, tidak terkecuali.
Sesampainya di ruang kerjanya, ia memberi pesan pada Johan lewat telepati atau yang sering di sebut mindlink untuk segera datang ke ruangannya. Tak sampai 10 menit, Johan sudah sampai dan duduk di hadapan Edmund dengan santai namun terkesan sangat serius, Johan tau bahwa kalau dirinya di perintah Edmund untuk ke ruangannya maka akan ada tugas yang penting untuknya. Jarak antara dua pria itu hanya terhalang sebuah meja berukuran besar berbentuk segi empat. Johan berdehem untuk menyadarkan lamunan pemimpinnya yang sedari tadi menatap kosong ke arahnya tanpa sadar bahwa dirinya sudah berada tepat di hadapannya. Edmund mengerjap-ngerjapkan ke dua matanya, terkejut dengan suara deheman yang keluar dari tenggorokan Johan barusan. Pria itu bahkan baru menyadari bahwa Johan sudah berada di hadapannya, ia terlalu berpikir keras mengenai apa yang di sembunyikan Clair darinya.
"Alpha memanggilku kemari, ada apa?" tanya Johan langsung pada inti pembicaraan, pria itu memang tidak suka basa-basi, basa-basi hanya membuang-buang waktu baginya.
"Aku hanya ingin bertanya," cetus Edmund dengan serius, Johan melipat ke dua tangannya di atas meja, netra elangnya menatap intens ke arah Edmund yang sudah siap untuk melayangkan pertanyaan ke arahnya.
"Apa saat bersama dengan Raisa, kau mencium aroma wolf? Bercampur dengan aroma bunga atau semacamnya? Atau hanya mencium aroma mate saja?" tanya Edmund dengan sedikit ragu, Johan tersenyum kecil nyaris tak terlihat lantas menjawabnya dengan santai.
"Aroma yang keluar dari tubuh Raisa berbau bunga mawar, dan tentu saja aroma mawar yang keluar dari tubuhnya bercampur dengan aroma wolf, karena dia memang seorang werewolf juga seperti aku." jawab Johan dengan jujur. Edmund menganggukkan kepalanya, yang terjadi pada Johan tidak terjadi padanya. Jika Johan bisa mencium aroma pasangan abadinya yang bercampur dengan aroma wolf, tidak bagi dirinya. Ia tidak bisa mencium aroma wolf dalam tubuh Clair, aroma Clair hanya berbau aroma lavender yang sangat kuat. Johan yang melihat Edmund terdiam langsung tau apa yang mengakibatkan pria itu menanyakan hal seperti itu kepadanya.
"Maaf sebelumnya, apa ini mengenal Luna Clair?" tanya Johan dan dengan cepat Edmund mengangguk pelan membenarkan tebakan Johan yang 100% benar.
"Boleh aku mengatakan sesuatu?" tanya Johan dengan ragu, Edmund menatapnya dengan serius lantas kembali menganggukkan kepalanya. Johan berdehem pelan sebelum ia mengatakan sesuatu pada pimpinannya itu.
"Ku rasa, Luna Clair bukanlah werewolf murni." katanya yang berhasil membuat ke dua bola mata Edmund melebar dengan sempurna. Ia tidak kepikiran sampai di sana.
"Maksudmu?" tanya Edmund ingin Johan menjelaskan kenapa pria itu bisa berasumsi seperti itu.
"Aku tidak bisa mencium aroma wolf dalam tubuhnya," Edmund sudah mendapatkan satu jawaban dari satu pertanyaan yang berada di dalam otaknya, jadi bukan hanya dirinya saja yang tidak bisa menciun aroma wolf dalam diri Clair, melainkan Johan juga. Hal itu sudah membuktikan bahwa Clair kemungkinan half wolf. Tapi, jika Clair setengah manusia serigala pasti ada aroma sedikit wolf, tapi gadis itu tidak memilikinya sama sekali. Aroma tubuh gadis itu benar-benar murni aroma dari lavender tanpa ada campuran aroma wolf atau semacamnya.
"Clair, siapa kau?" gumam Edmund dalam hati.