"Pada desau angin yang menggelitik, menyapa kulit halusmu, ku bisikkan sebuah pengakuan. Sayangnya, dia tak kembali tuk sekedar bersapa apalagi memberi jawab. Aku termenung dalam penantian panjang, menunggu balasmu yang tak kunjung tiba. Entahlah, mungkin pesanku tak sampai atau malah cintaku tak bertuan. Lukaku menganga tetapi cinta ini tetap saja bertahta. Kau... sebuah hati yang tak akan pernah ku miliki."
_____DEE, Stuck With You.
MAAF YAH, SAYA PERBAIKI SATU SATU DULU. MOHON PENGERTIANNYA TEMAN-TEMIN.. SEMUA BAB INI PASTI AKAN TUNTAS. TENANG SAJA, AKU PASTI TEPAT JANJI. SEE YOU NEXT CHAPTERS YAH. LOVE YOU EVERYONE. Thank you for everything ?
Happy Reading Guys.
Pertanyaan menohok itu bergaung di udara, membuat keheningan seketika melanda. Sebenarnya nada pertanyaan itu dilontarkan dengan biasa bahkan sama sekali tidak ada perubahan ekspresi pada Aurora. Hanya saja Jason tidak pernah menduga bahwa Aurora akan melontarkan kalimat itu, sungguh membuat dirinya tersentak kaget dan ekspresinya menegang sesaat. Jason menelan kegugupannya dan berusaha untuk menenangkan diri. Dia menelan ludah supaya suaranya tidak tercekat di tenggorokan.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau mampu memiliki pemikiran implusif begitu?" tanya Jason dengan sedikit melempar gurauan ke arah Aurora. Ada senyum tipis mengejek di matanya.
Sejenak Aurora terdiam, matanya mengawasi ekspresi Jason, seolah hendak meyakinkan dirinya. Wajahnya tampak ragu, tetapi keraguan itu langsung sirna saat tidak menemukan perubahan ekspresi pada Jason. Dia mengenal lelaki ini, tidak ada yang lepas dari pengawasan dirinya, apalagi tentang kebohongan sebesar itu. Aurora memutuskan untuk menyudahi kecurigaannya dan memilih mempercayai Jason.
“Baiklah. Aku percaya padamu.” ujarnya dalam satu tarikan napas, memunculkan senyum tipis di bibirnya, “Aku percaya kau tidak akan pernah menghadirkan rasa itu diantara kita.”
Apa yang baru saja dilontarkan oleh Aurora seketika membuat Jason tertegun. Ada senyum pedih bercampur kecewa yang tiba-tiba muncul di matanya. Jason melangkah dalam diam, memangkas jarak diantara mereka dan berdiri tepat di depan Aurora.
“Bagaimana jika sudah?” Jason memandangi Aurora lekat, kemudian menundukkan wajahnya semakin dekat dengan wajah Aurora. “Bagaimana jika rasa itu sudah hadir, tepat disini…” Jason menggantung sejenak lalu meraih tangan Aurora sebelum kemudian membawa ke dadanya, menempelkan disana. “Di hati ini. Rasa itu sudah berada disini. Apa yang harus ku lakukan, aku telah gagal menahan debaran hatiku.” Sambungnya pelan dan lambat-lambat.
Seiring dengan selesainya perkataan Jason yang membuat Aurora tersentak kaget dipenuhi rasa tidak percaya, Aurora melangkah mundur, kali ini membuang pandangannya dari Jason. Aurora menatap kesekeliling, seolah takut ada yang mengawasi dan mendengar pengakuan Jason. Tetapa ketika memastikan ruangan itu masih sepi, Aurora kembali mengalihkan pandangan kepada Jason. Pada akhirnya, dengan suara yang terbata, Aurora menjawab dengan lirih.
“Bukankah sudah ku kakatakan sebelumnya bahwa aku tidak ingin terjebak dalam rasa asing selain dari persahabatan? Bukankah kau terlalu lancang untuk menyimpan rasa itu? Aku sangat mempercayaimu, tetapi kau, kau menghancurkannya dan membuatku kecewa.” Ucapnya dengan mata berkaca-kaca hendak ingin menangis.
Jason tersenyum kecut, “Persahabatan? Lancang? Apakah menaruh perasaan antara seorang lelaki terhadap perempuan adalah kesalahan?” tanyanya memberi penekanan keras. “Jangan bersikap konyol Aurora, percayalah, seorang lelaki dan perempuan tidak ada akan pernah bisa saling bersahabat. Begitupun dengan kita, aku tidak bisa menipu diriku dengan terus menerus menjadi sosok seorang sahabat. Karena aku mencintaimu Aurora, sebagaimana biasanya antara lelaki dan perempuan. Seperti itulah aku memandangmu, sebagai wanita yang ku cintai.”
“Cukup Jason! Kau sudah terlalu banyak bicara.” Sahut Aurora dengan nada tinggi, menatap ke arah Jason dengan marah, “Aku tidak bisa mencintaimu. Kaulah yang paling mengerti betapa aku sangat membenci itu. Tetapi kau, kau malah menyimpan rasa padaku dan melontarkanya dengan mudah seolah tidak memikirkan perasaanku. Kau terlalu jauh melangkah dan aku membenci dirimu yang sudah melewati batas-batas ketetapanku.” Sambungnya mendesis.
Pemandangan yang terpampang jelas di mata Jason sekali lagi membuat dirinya tertegun. Perempuan itu mulai menampakkan sisi lain yang tak pernah ditunjukkan pada siapapun. Aurora dengan sikap lemah lembutnya yang begitu jinak dan menggemaskan kali ini tampak ngeri dengan wajah tegang dan matanya yang memerah karena amarah. Tetapi Jason mengabaikan semua itu, dia melangkah maju ingin mendekat ke arah Aurora. Ekspresi Jason tenang sekalipun Aurora memasang tampang bermusuhan padanya.
"Kenapa? Kenapa kau menolak perasaan ku? Katakan apa yang bisa aku lakukan, supaya kau pun membalas cintaku." ucap Jason dengan menuntut jawaban pasti.
Aurora menatap Jason dengan pandangan tidak percaya. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu Jason? Kenapa kau bersikap aneh seperti ini?"
"Aku tidak bersikap aneh Aurora? Aku hanya mengungkapkan isi hatiku, rasanya sungguh menyakitkan menyimpan cinta ini seorang diri. Aku sudah tidak tahan lagi." Jason berucap lemah, hampir frustasi menghadapi sikap keras kepala Aurora.
"Aku sungguh tidak mengerti akan dirimu." sahut Aurora dengan frustasi kemudian mengedarkan pandangannya ke arah dinding.
Jason bergeming, membiarkan keheningan sekali lagi melanda diantara mereka. Cukup lama keheningan menyesakkan memenuhi ruangan itu, Jason mengangkat kedua tangannya untuk kemudian dibawa ke pundak Aurora, meremasnya pelan.
"Aku mohon, tolong beri aku kesempatan. Aku sangat mencintaimu Aurora, bahkan sebelum detik ini aku telah mencintaimu. Aku tidak bisa menahan rasa itu, semakin banyak kebersamaan yang kita lalui semakin besar pula rasa cintaku padamu." Jason mengangkat sebelah tangannya untuk meraih dagu Aurora, menghadapkan padanya. "Aku berjanji akan membuat mu bahagia. Seperti seorang sahabat yang selalu berada disisi mu, aku akan mencintaimu dengan cara seperti itu. Ku mohon tolong jangan menolak ku terlebih dulu."
Tatapan Aurora berubah sendu, jantungnya berdebar kencang tetapi menghantarkan rasa sesak. Aurora bahkan harus menundukkan kepalanya sesaat untuk mengumpulkan kekuatan sebelum kemudian berucap.
"Aku takut. Aku takut akan mengecewakan mu. Aku bukanlah seorang yang memiliki latar belakang sehebat dirimu. Aku hanya seorang gadis yatim piatu, yang tidak memiliki asa usul jelas sementara dirimu... kau berada di tempat tinggi yang tidak akan pernah bisa ku gapai. Selain itu, aku tidak berpengalaman dengan cinta Jason." ucapnya dengan suara bergetar.
Mendengar itu, Jason langsung melebarkan senyum. Hatinya begitu lega, Aurora tidak menolak cintanya, perempuan itu hanya bimbang dan Jason sangat bersyukur akan itu. Pelan dan pasti dia akan meluluhkan kerasnya hati Aurora dan membuat perempuan itu balas mencintainya. Jason memberanikan diri untuk mengangkat tangannya, lalu menangkupkan pipi Aurora di tangan besarnya. Kemudian Jason menempelkan keningnya di kening Aurora sambil menatap kedalam mata coklat itu.
"Kau hanya perlu memberiku kesempatan. Jangan pikirkan hal lain, cukup katakan ya, maka aku akan memperjuangkan mu, apapun yang terjadi nanti. Aku sangat mencintaimu Aurora." bisiknya pelan, penuh perasaan yang dalam.
Tanpa terasa air mata telah berderai di pipi Aurora, membuat telapak tangan Jason seketika basah. Aurora mengigit bibirnya, ingin menolak tetapi meragu ingin berkata ya pun juga ragu.
Jason yang memahami keraguan di wajah Aurora langsung terkekeh kecil. Dia tidak bisa menahan diri untuk menjepitkan jemarinya di hidung Aurora, membuat perempuan itu merintih kecil.
"Kau menyakitiku." ucap Aurora dengan suara serak.
"Itu karena kau menggemaskan." sahut Jason sambil mengusap pipi Aurora dengan jemarinya.
Aurora tertunduk malu seketika, jika dulu dia akan membalas segala perkataan Jason dengan lantang tanpa rasa sungkan sedikitpun kali ini dirinya begitu canggung seolah sikapnya berubah 180 derajat dan malah memasang ekspresi tersipu di pipinya yang memerah.
"Baiklah tuan putri Aurora, aku akan menunggu jawaban mu." ucap Jason menarik wajahnya dari wajah Aurora lalu mengedipkan matanya hendak menggoda.
Pipi Aurora semakin merah, rasa panas menjalar hingga ke permukaan kulit lehernya. Selama ini, Aurora hanya menganggap sikap manis dan perhatian Jason hanyalah untuk menggoda dirinya. Namun siapa sangka Lelaki itu malah bersungguh-sungguh telah memendam perasaan dan mengatakan secara gamblang telah jatuh cinta padanya. Aurora tersenyum malu-malu, sengaja menatap ke arah lantai untuk menghindari tatapan Jason.
"Calon kekasih ku sangat cantik." sambung Jason setelah keheningan yang lama kembali melanda.
Seketika itu pula, Aurora mengangkat wajahnya dan tanpa sadar melayangkan pukulan keras di bahu Jason hingga lelaki itu meringis kecil.
"Pergilah. Aku harus bekerja, aku tidak ingin mendengar kabar buruk yang bisa merusak nama baikku." ujar Aurora dengan wajah serius, lalu mendorong punggung Jason ke arah pintu.
"Wah, aku tidak percaya kau bisa melakukan hal sekejam ini pada kekasih mu." Jason berucap cepat-cepat sebelum langkahnya mencapai pintu.
"Tutup saja mulutmu dan pergi dari sini." Aurora mendorong tubuh Jason sekuat tenaga, hendak menekan tombol untuk menutup pintu tetapi segera di urungkan ketika mendengar Jason kembali bersuara.
"Hei tuan putri, jangan coba-coba membuka hatimu pada lelaki lain. Ingatlah, aku ini seorang pencemburu dan sangat mengerikan jika sedang cemburu." ucap Jason dengan tegas, memberi ancaman pasti yang hanya dibalas sikap tak acuh Aurora.
_______________________________________
"Kau yakin perempuan itu tidak memiliki kekasih?"
Anthonio yang tiba-tiba ditodong dengan pertanyaan itu seketika berhasil mengusap diri dari kebungkaman yang lama lalu bersikap seperti biasa, seolah tidak gentar mendengar nada dingin menusuk Darren.
"Benar tuan. Nona Aurora tidak pernah menjalan hubungan dengan siapapun. Selama ini nona Aurora hanya bersahabat dengan tuan Jason." sahut Anthonio tegas, penuh kepercayaan diri.
Darren langsung mengangkat wajahnya dari berkas yang berada di depannya, menatap ke arah Anthonio dengan bingung.
"Jason? Maksudmu Jason Alexander?" ucapnya dengan nada sedikit ragu.
"Yah tuan. Nona Aurora bekerja di kafe milik tuan Alexander dan hal itulah yang membuat mereka sangat dekat dan memiliki hubungan intim." sambung Anthonio kemudian.
"Hubungan intim? Apa yang kau maksud dengan hubungan intim?" Darren semakin tampak kebingungan ketika mendengar jawaban Anthonio yang membuat pandangannya bertambah buruk pada Aurora. "Apa mereka sudah melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan sepasang suami istri?"
Anthonio terbelalak, mulutnya ternganga lebar karena keterkejutan. Tuannya ini sangat pandai merangkai kata yang membuat jantungnya hampir saja berhenti berdetak. Melakukan hubungan suami istri katanya? Anthonio hendak menyemburkan tawa membahana, merasa geli dengan pemikiran implusif lelaki itu.
"Tidak tuan. Nona Aurora bahkan tidak pernah berciuman sekalipun. Dia perempuan yang sangat tidak berpengalaman dengan lelaki." jawab Anthoni secara gamblang, tidak peduli dengan wajah Darren yang tiba-tiba berubah merah.
Darren yang merasa tersindir oleh jawaban Anthonio seketika berdehem kecil, mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar.
"Baiklah. Persiapkan semuanya, aku ingin menemui Aurora malam ini." sambung Darren memberi perintah tak terbantah.