BAB 4. CERAIKAN AKU, MAS!

1230 Kata
. . "Mas tidak akan berani melakukannya!" tantang Aisyah. Wanita itu tak peduli lagi akan rumah tangganya. Dia sengaja menantang lelaki yang sampai detik ini masih menjadi suaminya itu. Aisyah yakin lelaki itu egois, tidak mau melepasnya karena butuh tanaganya untuk merawat ibu kandungnya. Dia ingin lihat apa yang akan dilakukan suaminya itu. "Oh ya???" tanya Ahmad mulai panas begitu diremehkan oleh istri pertamanya. Sebenarnya dia sama sekali tidak berniat menceraikan istri pertamanya itu. Kemarin itu dia hanya menantang istrinya untuk menghapus artikel yang dia unggah di blog milik istrinya. Sayangnya ada beberapa rekan kerjanya menjadi salah satu pembaca setia blog milik istrinya yang berisi motivasi dan kajian islami sehari-hari. Dan mereka terang-terangan menegurnya. Di kampus tidak ada yang tahu kalau dia menikah lagi dengan mahasiswinya sendiri. Kalau sampai mereka tahu tentu akan ada konpensasi yang harus dia tanggung. "Tuh Mas, katanya mau nyeraiin Mbak Aisyah. Ditantang tuh," ejek Nesya. Wajah wanita yang menjadi madunya itu begitu pongah. Tak ada hormat-hormatnya pada istri tua suaminya. Ya Allah, ingin sekali Aisyah menyumpal mulut madunya itu dengan Bon Cabe sebotol penuh. Tapi Aisyah yakin pedasnya bon cabe lebih pedas mulut madunya itu. Aisyah menguatkan hati menatap ke arah suaminya yang entah kenapa jadi menunduk dalam. "Mas... Ih... Kok malah diem aja sih," rajuk Nesya manja dan bergelayut manja di lengan kekar suami mereka. Ahmad menatap Aisyah dengan tatapan yang sulit untuk diterjemahkan. Entahlah apa yang kini bercokol di kepalanya. Sesalkah karena sudah memberi piliham yang pastinya akan melukai harga diri istri pertamanya? Atau karena kini dia sadar jika menceraikan Aisyah maka dirinyalah yang harus menjaga dan merawat ibunya yang lumpuh akibat strok yang dideritanya. Ahmad menatap silih berganti antara Aisyah dan juga Nesya. Lidahnya kelu saat akan mengucap kata Cerai dari mulutnya. "Iya Ais, Mas talak kamu saat ini juga!" tegas suara Ahmad membuat tubuh Aisyah limbung seketika. Tangannya meraih apapun untuk berpegangan. Tak ingin dia terlihat lemah di depan suami dan madunya. Talak sudah dijatuhkan sang suami, secara Agama hubungannya dengan sang suami sudah bercerai. Selesai sudah. Aisyah pikir suaminya tidak akan berani menceraikannya. Tetapi ternyata suaminya sudah tidak membutuhkannya sebagai istri maupun sebagai perawat ibunya yang sekarang sedang sakit. Baiklah. pikir Aisyah pasrah. Mungkin ini semua memang yang terbaik baginya dan juga bagi suaminya. Oh mantan suaminya. "Mmmmaaaat haaannggaaaan nyeeeyeinnn Aiiiishhh," gumaman sang Umi mengagetkan Ahmad. Sesaat tadi dia lupa akan keberadaan Uminya, dapat dilihatnya mata tua itu meneteskan air mata dan bibir bergetar. Ahmad yakin jika kondisi Uminya sehat, beliau akan menghardiknya dengan keras. "Tidak apa-apa Umi, mungkin ini yang terbaik buat Ais, tolong ijinkan Mas Ahmad menceraikan Ais," ujar Aisyah tak suka dikasihani. Tidak. Dia tidak butuh itu. "Baik, Mas. Ais terima talak Mas. Semoga rumah tangga Mas dan Nesya selalu dalam lindungan Allah," sahut Aisyah pasrah. Sejak mengetahui perselingkuhan suaminya dia memang sudah bersiap akan menerima kata talak dari suaminya. Cepat atau lambat semua memang harus berakhir, bukan? "Halllah Mbak, nggak usah dido'ain juga rumah tangga kami pasti baik-baik saja. Apalagi sekarang Nesya lagi hamil, jadi apa lagi yang kurang," ujar Nesya nggak terima dengan do'a dari Aisyah. Dia berpikir kalo Aisyah hanya mencari simpati suaminya. Ish... jangan harap ya Mbak, batin Nesya penuh seringai. "Astaghfirullah, jelek sekali pikiranmu, Dek," ujar Aisyah tak percaya dengan pikiran picik mantan madunya. Sungguh saat mendoakan kebaikan pada rumah tangga mereka dia tulus. Ada rasa sakit di dadanya tapi tetap doa yang baik yang dia tuturkan. Karena doa kita pada orang lain bisa saja kembali kepada kita. Makanya hati-hati dalam mendoakan jelek atas apa yang menimpa orang lain. Karena bisa saja bisa kembali kepada kita. "Umi, Mas, Dek, saya pamit dulu mau bebersih. Badan saya rasanya lengket semua," pamit Aisyah sambil mencium telapak tangan Umi dan segera berlalu tak mau lagi menggubris pasangan yang sudah menorehkan luka. Luka yang tak terlihat tapi begitu terasa baginya. Dengan langkah lebar dia menuju kamarnya. Alangkah kagetnya dia saat melihat ruangan kamarnya, di sana ada dua koper yang sudah bisa ditebak milik siapa. Berani sekali mereka!! Rupanya diamnya dikira karena dirinya lemah. Tidak. Sekarang dia sudah bukan istri dari Ahmad. Tak perlu lagi dia menuruti mau suaminya. Lelaki itu bukan apa-apanya lagi. Aisyah mendekati kedua koper itu dan menyeretnya menuju kamar tamu. Gemuruh di dadanya kian kuat. "Lo Mbak, mau dibawa ke mana koperku?" tegur Nesya saat melihat Aisyah menyeret kopernya menuju kamar tamu. "Maaf Nesya, kamu salah menaruh koper. Itu kamarku, kalian tidurlah di kamar Tamu. Kalian kan tamuku," jawab Aisyah tenang tak mau tersulut amarah membara. Padahal gemuruh di dadanya sudah menggedor-gedor di dalam sana. "Oh ya? Itu kamar Mas Ahmad kan?" tunjuk Nesya ke arah kamar utama tempat Aisyah menghabiskan malam selama ini. "Iya, tapi itu sebelum Mas Ahmad menalakku. Kini dia hanya tamuku," geram Aisyah hampir saja meneriakkan kata-katanya. "Sama sepertimu, jadi biarkan aku membawakan koper kalian ke kamar tamu." Aisyah kembali menyeret koper pasangan suami istri itu ke arah kamar tamu. "Nggak mau, Mas... Mas Ahmad!!" teriak Nesya membuat gaduh rumah yang biasanya berhiaskan sunyi ini. Aisyah hanya menatap bosan ke arah Nesya. Kedua tangannya terlipat di depan dadanya. Menunggu drama apalagi yang sedang dilakonkan mantan madunya itu. Dengan tergopoh-gopoh 'mantan suaminya' itu mendatangi si drama queen. Aisyah terkekeh dengan julukan yang baru saja dia sematkan untuk mantan madunya itu. "Ada apa sayang?" tanya Mas Ahmad, si mantan lucknut memandang kondisi istrinya dari atas ke bawah. Terlihat khawatir. "Ini loh Mas, masak Mbak Aisyah bawa koper kita ke kamar tamu sih? Harusnya kan kita tidur di kamar utama. Ini kan memang rumah kamu, kamu usir aja deh wanita ini?" bujuk Nesya. Ternyata wanita itu tak tahu kalau rumah yang ditempati Aisyah selama ini adalah milik pribadinya. "Ta-tapi sayang, aku nggak bisa ngusir dia," gagap Ahmad mencoba menjelaskan kondisi yang sekarang terjadi. "Emang kenapa coba? Kalian kan secara agama sudah cerai, tinggal tunggu pengadilan agama ketuk palu aja," kata Nesya dengan nada tinggi. Aisyah menatap tak suka. Selama dia menikah dengan suaminya eh mantan suami, tak pernah sedikitpun kata-kata kasar keluar dari lisannya. Tapi wanita itu seakan tak perduli dengan kehormatan suaminya. Membentak sang suami di depan mantan istrinya. "Karena ini rumah Aisyah," terang sang suami sedikit salah tingkah. Ahmad melirik ekspresi Aisyah. Namun wanita itu menatapnya datar. Tak ada lagi tatapan penuh kelembutan di sana. Apasih yang diharapkannya? t***l!! makinya dalam hati. "Apa??? Lalu kenapa kita masih di sini mas, ayo kita pulang!" bentak Nesya merasa malu. Wanita itu merasa dipermalukan oleh sang suami di depan seterunya. Aisyah tersenyum di tempatnya. Baru segitu saja sudah merasa dipermalukan. Kemana saja dia selama ini? Tak sadarkah wanita simpanan suaminya itu, kalau setiap rupiah yang dia habiskan adalah hasil merampok haknya sebagai istri sah dari seorang Ahmad. Apalah si Nesya itu yang hanya istri siri. Kalau dia mau, bisa saja dia melaporkan perselingkuhan suaminya ke kampus tempat suaminya mengajar. Tapi Aisyah tidak sejahat itu. Ada hak ibu mertuanya dalam rejeki suaminya. Dan bukan gayanya mematikan rejeki orang. "Awas kamu ya Mas!" maki Nesya dalam hati. Dia masih merasa gondok karena merasa dipermalukan oleh Ahmad di depan mantan madunya itu. "Bagaimana dengan Umi?" tanya Ahmad linglung. "Ya bawa dia ke Panti Jompo la, aku nggak mau ya Mas, ngurusin Ibu kamu," tegas Nesya membuat Ahmad diam tak berkutik. "Tapi dia Umi aku Nes," suara Ahmad mulai meninggi. "Berani kau membentakku Mas?" tanya Nesya tak percaya sang suami yang biasanya selalu bertutur kata manis padanya berani membentaknya. Diam-diam Aisyah tersenyum miris melihat perdebatan mereka. >>BERSAMBUNG>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN