BAB 3. MADU KU HAMIL

1111 Kata
. . "Assalamualaikum ...," sapa Aisyah kala ponselnya berdering nyaring menyuarakan suara merdu Nisya Sabyan menyanyikan lagu Law Kana Bainanal Habib, lagu kesukaan Aisyah. "Waalaikum salam, selamat siang Umi Aisyah. Saya Maisyaroh dari Majalah Cahaya Islami. Redaksi kami tertarik dengan Artikel Umi. Apa bisa Umi bergabung dengan kami sebagai Kontributor, Umi bisa bekerja lepas dan tidak terikat. Majalah kami terbit setiap bulannya. Jadi Umi bisa mengirim artikel minimal dua atau lebih. Kami akan berikan fee yang sesuai," suara yang asing terdengar di telinga Aisyah. Wanita berhijab itu mendengarkan dengan seksama. "Lalu bagaimana dengan blog saya? Apa masih bisa tulisan saya tetap ada? Karena saya dapat penghasilan dari iklan yang ikut promo," sahut Aisyah tertarik dengan tawaran menarik tersebut. Akan tetapi saat mengingat bahwa blognya juga harus tetap dia perhatikan. Apalagi dia punya pembaca yang setia mengikuti setiap unggahannya. Meski ada satu dua tiga pembaca yang sering memberikan komentar yang tidak enak dibaca. Akan tetapi, banyak juga yang selalu menyemangatinya. Apalagi dari blog itu pulalah dia mendapat pundi-pindi uang demi kelangsungan hidupnya selain dari mengajar. "Masih bisa Umi, nanti Umi bisa mengganti beberapa patah kata atau merubah total isi artikelnya, saya dan redaksi tertarik dengan postingan Umi yang judulnya 'Jaminan Syurga bagi wanita yang rela dipoligami' bagaimana dengan penawaran kami," jawab Maisyaroh di seberang sana. "Memang pembagian fee-nya berapa ya Umi May?" tanya Aisyah to the point. Kalau untuk pendapatan memang harus jelas daripada sudah jalan tapi tidak ada kejelasan berapa yang akan dia dapatkan. Akhirnya malah membuatnya menyesal. Dan itu yang akan menjadikan tidak berkah karena ada perasaan tidak ikhlas dalam menjalaninya. "Sesuai dengan UMR Umi," jawab Maysaroh lagi. Mendengar hal itu tentu saja menarik bagi Aisyah. Pasalnya dari mengajar tidak sebesar gaji karyawan pada umumnya. Apalagi dia mengajar di swasta. Selama ini dia mengajar bukan demi uang, tapi ingin memanfaatkan ilmu yang dia miliki. Alhamdulillah dia bisa mendapat rejeki dari tempat lain. Begitulah cara Tuhan membalas bagi yang ikhlas berbagi ilmu. "Benarkah? Baiklah saya setuju," jawab Aisyah cepat. "Apa saya perlu menandatangani sesuatu?" "Tentu saja, nanti kalau Umi sudah setuju. Saya akan atur pertemuan kita. Emm ... Umi bisa sekalian menyerahkan dua artikel termasuk yang 'Jaminan Syurga bagi wanita yang rela dipoligami', apa sampai di sini, ada yang mau ditanyakan lagi?" Suara di seberang sana menjelaskan apa yang harus disiapkan oleh Aisyah. Aisyah mendengar dengan seksama informasi yang disampaikan oleh wanita bernama Maisaroh tersebut. "Oh tidak perlu, nanti bisa kan kalau ada yang ingin saya tanyakan, saya langsung bertanya sama Umi May?" tanya Aisyah menanggapi. "Tentu saja bisa Umi." Terdengar tawa merdu di seberang sana. Aisyah ikut tersenyum. Apa ini jawaban dari semua masalahnya? Alhamdulillah, begitulah Allah membantu umat-Nya yang ikhlas dalam menjalani takdirnya. Allah tidak tidur dan tidak akan meninggalkan Umat-Nya yang dalam musibah atau cobaan. Kita saja yang terkadang lupa meminta kepada Allah. Kita sibuk menyalahkan orang lain kala kena musibah atau masalah. Bukannya instropeksi diri. Selama ini karena tidak memiliki banyak kesibukan selain mengajar di Madrasah Tsanawiyah Al Ikhlas sebagai guru Ekonomi. Aisyah membuat blog kepenulisan sendiri. Alhamdulillah, akhirnya bisa menghasilkan. * Siang itu Aisyah baru pulang mengajar, dia dikejutkan dengan ter-parkir nya sebuah mobil Avanza warna merah maroon. Tampak mencolok matanya. Siapa yang bertamu se siang ini? Tamunya kah? "Assalamu'alaikum." Aisyah memberi salam seperti kebiasaannya setiap pulang dari manapun. Mau ada yang menyahut atau tidak setiap dia pulang atau bepergian selalu mengucapkan salam. "Waalaikum salam, Neng," jawab Bik Nur, wanita yang sudah sejak dia kecil ikut dengan keluarganya. Wanita itu dengan setia menemani Aisyah meski kedua orang tuanya sudah meninggal. Bahkan saat Aisyah menikah, wanita paruh baya itu memilih ikut dengannya. "Ada tamu siapa, Bik?" tanya Aisyah penasaran. "Oh itu, ada Den Ahmad dan istri mudanya," bisik sang Bibik dangan wajah penuh keprihatinan. D*da Aisyah tiba-tiba bergemuruh. Dirabanya pelan guna meredakan gemuruhnya. Tapi gemuruh itu kian membuat sesak d*danya. Ya Allah, kuatkanlah hamba. Kun fayakun ... Hasbiyallahu li dini hasbiyallahu li dun-yaya hasbiyallahu lima ahammani hasbiyallahu li man kadani bi su'iw wa la haula wa la quwwata illa billah. (Cukuplah Allah bagiku untuk agamaku, cukuplah Allah bagiku untuk duniaku, cukuplah Allah bagiku untuk kepentinganku, cukuplah Allah bagiku terhadap orang yang jahat kepadaku, dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah). Aisyah menguatkan hatinya untuk melihat apapun nanti yang akan dilihatnya. "Assalamu'alaikum, Mas," ucapan salam Aisyah saat melihat tiga orang yang berada di kamar tidur Uminya Ahmad. "Wa'alaikum salam." Ketiga orang itu melihat ke arahnya dengan berbagai ekspresi. Senyuman berusaha terus dipasang di wajahnya. Dengan langkah pelan Aisyah melangkah ke dekat sang suami bahlul. Dengan takzim Aisyah mencium telapak tangan kang mas suami yang tak pantas dijadikan imam. "Kapan datang? Kok nggak ngabari Ais?" tanya Aisyah sambil menatap wajah sang suami yang sudah setahun tak dijumpainya. Tak ada yang berubah dari suaminya, tetap tampan dan mempesona. Pantas saja bisa membuat mata seorang gadis belia gelap mata merebutnya dari tangan sang istri. "Mas cuma mau ngasih kabar bahagia ke Umi," jawab suaminya dengan senyum sumringah. Dia menatap Istri mudanya dengan penuh pemujaan. "Iya mbak, saya HAMIL lo." Angkuh suara Nesya seakan mengejek bahwa Aisyah belum juga bisa hamil anak suami mereka. Luka di hati Aisyah kian menganga lebar. Sekuat tenaga dia menahan laju air yang mulai mengkristal di sudut matanya. Ya Allah, kuatkan hamba-Mu ini .... Aisyah hanya bisa meminta kepada Allah untuk menguatkan diri akan kenyataan apa yang tersaji di depan matanya. Ternyata melihat dan menyaksikan kebersamaan mereka memang tidak akan pernah mudah. Aisyah sudah menyadari itu dari awal. "Selamat ya Dek, Mas." Tulus Aisyah berkata. Tak ada amarah atau doa yang buruk untuk pasangan di depannya itu. Meski perih kian merajahi hatinya. "Emm Ais, Mas kemarin memintamu menghapus postinganmu bukan? Apa sudah kau lakukan?" tanya Ahmad dengan tatapan tajamnya. Tak ada pandangan teduhnya seperti dulu. Entah kemana perginya Mas Ahmad yang dengan senyum malu-malunya melamarnya kala itu. Aisyah seakan tak mengenal lelaki di depannya. "Belum, Mas." Aisyah menatap suaminya dengan tatapan sendu. Lelakinya sudah berubah teramat banyak. Tak ada tatapan penuh cinta seperti awal pernikahan mereka. Hanya ada tatapan tajam, seakan Aisyah musuhnya saja. Dia mencari sosok yang dulu begitu memujanya. Kemana perginya lelaki yang dulu terus saja mengejar cintanya. Lelaki yang rela melakukan apapun demi mendapatkan cinta Aisyah. Sosok itu sudah hilang tak bersisa. Yang tertinggal hanyalah suami yang egois dan pemarah. "Jadi itu pilihanmu? Kau ingat kan apa yang akan Mas lakukan jika kau tak menghapusnya?" tanyanya dengan wajah sedingin es balok. Biasanya Aisyah akan mengalah demi keutuhan rumah tangganya. Tapi rumah tangga yang mana? Rumah tangga yang hanya dia sendiri yang berjuang membangun sisa-sisa puingnya? Errr.... Aisyah menatap tak percaya ke arah sang suami. Seakan lelaki itu bilang dunia sudah kiamat. "Mas tidak akan berani melakukannya!" tantang Aisyah. "Oh ya???" >>BERSAMBUNG>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN