"Sudah sampai, " Ucap Laura saat sampai didepan rumahnya. Rumah sederhana berlantai satu yang memiliki halaman luas. Banyak tanaman hias disana dan beberapa pohon mangga yang menambah kesan asri disana.
"Rumah kamu? " Tanya Arka sambil melihat rumah gadis itu. Arka menyodorkan plastik belanjaan yang ia bawa pada Laura.
Gadis itu berfikir Arka akan pulang setelah mengantarnya tapi dia salah besar. Arka membuka pintu pagar rumahnya dan masuk kedalam.
"Ngapain kamu masuk? Seharusnya kamu pulang." Laura sudah kesal duluan.
Cowok itu tidak terlalu menghiraukan Laura karena pandangannya tertuju pada pohon mangga yang buahnya lumayan lebat.
"Aku boleh minta nggak?" Tunjuknya pada buah mangga yang bergelantungan.
"Nggak boleh. " Tolak Laura. "Seharusnya kamu pulang, nggak usah masuk kesini. "
"Ngusir, nih, ceritanya? "
"Iya. Pulang sana. "
"Sebagai teman yang baik, seharusnya kamu ngajak aku mampir kasih minum teh atau cemilan gitu. "
Laura memutar bola mata malas. Berdebat dengan Arka memang tidak akan ada hasil.
"Pulang sana! "
"Iihhh, tega, ya, sama teman sendiri. "
"Kita bukan teman, ya. " Laura mengingatkan. Setahunya dia tidak pernah berteman dengan cowok paling keren di seantero sekolahnya.
"Kita, kan, satu sekolah"
"Satu sekolah bukan berarti kita teman."
"Oh, gitu. Ya udah kalau gitu kita temenan. Hai, aku Arka..... Kamu mau, kan, jadi teman aku? " Arka mengulurkan tanganya.
Tingkah Arka benar-benar membuat Laura ingin tertawa tapi sebisa mungkin ia tahan, lucu.
"Aku.... Laura." Gadis itu menjabat tangan Arka. "Oke, kamu bisa jadi teman aku. "
"Ara. " Sebuah panggilan mengintrupsi Laura dan Arka. Melihat Ibu berjalan kearahnya secepat mungkin Laura melepas uluran tanganya pada Arka. "Ini siapa? " Tanya Ibu.
"Selamat sore tante, perkenalkan saya Arka. Saya teman sekolahnya Laura, " Jawab Arka sopan kemudian mencium punggung tangan Ibu Nurul.
"Oh, teman sekolah. Ayo masuk. " Ajak Ibu Laura.
"Iya, tante." Arka mengikuti Ibu Nurul masuk kedalam rumah sedangkan Laura tidak menyukai hal itu.
Ruang tamu itu tidak terlalu besar. Disana terdapat sofa panjang, lemari kaca tidak terlalu besar yang berisi foto-foto masa kecil Laura bersama Ibunya, bersama teman-temanya dan beberapa piala yang terpajang disana.
"Sudah, barang-barangnya nggak usah di keluarkan. Sana temuni teman kamu." Perintah Ibu.
"Males, " Jawab Laura.
"Loh, kok, males? Nggak boleh gitu, tamu itu harus di hormati. Ibu nggak pernah ngajarin kamu buat nggak sopan sama orang, ya. "
"Iya, iya, " Ucap Laura sebal.
Laura datang ke ruang tamu dengan nampan yang berisi air jeruk dan beberapa toples kue.
"Minum gih, habis itu pulang. " Perintah Laura yang lebih tepatnya mengusir.
"Ya Allah... Belum juga minum sudah di suruh pulang. " Protes Arka. "Nggak senang, ya, kalau aku ada disini? "
"Enggak."
"Jujur amat jawabanya. "
Selesai meneguk minumanya hampir setengah gelas Arka mencicipi kue kering yang dibawa Laura.
"Enak, " Ucapnya.
"Ya enak, lah. Aku bikin sendiri. " Jujur Laura.
"Serius? "
"Terserah kalau nggak percaya. "
"Aku kira kamu cuma bisa marah doang." Arka terkekeh.
Laura melirik Arka dengan wajah kesalnya.
"By the way, kamu tinggal berdua sama Ibu kamu? "
Laura mengangguk.
"Nggak punya saudara? "
Laura menggeleng.
"Ayah kamu?"
Hening, tidak ada jawaban.
"Orang tua aku sudah bercerai waktu aku masih SMP. "
Mendengar hal itu Arka merasa kasihan pada gadis itu. Dia juga menyesal melontarkan pertanyaan barusan.
"Maaf, aku nggak maksud-"
"Nggak apa-apa. "
Tidak ada yang berbicara. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Ara. " Panggil Ibu yang baru keluar dari arah dapur.
"Ya, bu, " Jawab Laura.
"Tolong kamu bantuin Mbak Iin ngepak barang pesanan. Ibu mau ke rumah Bu RT sebentar. Arka kamu bisa bantuin Laura, kan? Soalnya barangnya lumayan banyak. "
"Bisa tante, dengan senang hati. "
"Nggak usah, bu. Aku bisa sendiri. Ngapain juga minta bantuin dia."
"Eh, nggak apa-apa. Aku mau kok bantuin. "
"Dia mau pulang, bu. "
"Kata siapa aku mau pulang? Saya bantuin tante. "
Laura melirik tajam pada teman sekolahnya tapi yang di lirik hanya nyengir.
Arka mengekor Laura menuju dapur. Disana ada Mbak Iin. Wanita tiga puluh tahunan itu sedang memasukkan kardus-kardus berisi kue ke dalam kantong plastik besar berwarna merah.
"Aku bantuin yang mana mbak? " Tanya Laura.
"Mbak Laura masukin empat macam itu kedalam kardus, " Jawab Mbak Iin.
Diatas meja panjang yang ada di dapur itu terdapat beberapa jenis kue dari donat, putu ayu, roti kukus dan keu apem.
Pandangan Iin tertuju pada cowok yang berdiri disebelah anak majikannya.
"Siapa, tuh, mbak? " Tanya Iin penasaran.
"Teman aku, " Jawab Laura.
"Teman apa teman?" Goda Iin.
"Teman, mbak. "
"Lebih dari teman juga nggak apa-apa, mbak. " Iin cekikikan. "Yang cewek cantik yang cowok ganteng, cocok." Lanjut mbak Iin.
"Apa'an, sih, mbak." Laura merasa pipinya memanas karena malu.
Arka hanya tersenyum mendengar obrolan keduanya.
"Adek namanya siapa?" Pertanyaan yang ditujukan kepada Arka.
"Arka, mbak, " Jawab Arka.
"Namanya bagus, secakep orangnya." Mbak Iin meringis. "Kalau jaman Mbak sekolah ada yang bening kayak gini pasti jadi rebutan satu sekolah. "
"Emang dia jadi rebutan cewek satu sekolah. " Batin Laura.