“WIDYA!”
David sudah melipir dari lokasi foto karena Mario bilang ada sutradara yang sudah meneleponnya sejak tadi, jadi dia pun mencari tempat yang leluasa untuk berbicara. Tapi kemudian dia mendengar ada keributan dan melihat Mario, asistennya juga kemudian berlari ke arah keributan itu.
Namun karena dia sedang berbicara serius dengan sutradara tentang beberapa hal yang akan diubah dari adaptasi n****+ yang sudah ditentukan, David jadi teralihkan kembali. Namun kemudian dia melihat jika Mario menggendong Widya masuk ke dalam villa sehingga David memilih untuk menyudahi pembicaraan dengan sutradara.
“Ada apa?” tanya David pada Lana yang baru saja melewatinya.
Lana kelihatan bingung harus mengatakan apa pada David untuk menjelaskan situasi Widya yang pasti sakit di kepalanya karena kanker yang dia derita.
“Itu ... sepertinya karena efek stres dari skripsinya, Widya jadi sering sakit kepala,” jawab Lana berbohong.
Memangnya dia harus berkata apa?
David menyipitkan kedua matanya ragu, tapi dia mengiyakan saja apa kata Lana karena masuk di akal juga. Melihat transkrip nilai yang sangat bagus nilainya di setiap semester dan betapa tebalnya skripsi Widya—yang pernah David selidiki—jelas Widya mengerahkan pikirannya dengan sangat keras. Otaknya harus bekerja sampai titik paling tinggi untuk itu semua.
“Apa kalian bawa obat?” tanya David sembari berjalan menuju kamar yang ditempati oleh Widya di villa ini.
“Bawa. Nanti akan aku cari di dalam tasnya,” jawab Lana.
Mereka berdua masuk ke dalam kamar Widya dan melihat Mario yang sedang menutupi tubuh Widya dengan selimut sedangkan Widya sendiri sudah berbaring di ranjang. David menghampiri ke sana dan melihat jika Widya masih meringis kesakitan dengan tangan yang memegangi kepalanya yang pasti menggambarkan betapa sakit yang dia rasakan.
“Sudah ketemu?” tanya David pada Lana yang langsung mencari tas Widya untuk mengambil obat.
“Sudah. Ini,” jawab Lana lalu menyerahkan kotak obat berbentuk persedi dan transparan.
Tanpa diminta, Mario sudah mengambilkan segelas air minum dan kini berada di jarak tangan David berada. Dia kemudian menyiapkan obatnya untuk dikeluarkan lebih dulu baru dirinya fokus pada Widya.
“Bangun sebentar,” kata David.
Kedua tangannya meraih tangan Widya agar tidak menjambak rambutnya sendiri lagi. Saat itu akhirnya Widya menyadari jika sudah ada David di hadapannya sebab sejak tadi dia sibuk dengan rasa sakit yang selalu membuatnya hampir ingin menyerah dengan penyakitnya ini.
“Gue bantu minum obatnya.”
Dengan lembut David meraih tubuh Widya agar bangun dan duduk sebentar. Tapi karena rasa sakit yang kembali menyerang, Widya menundukkan kepalanya dan menjambak rambutnya lagi. Terlalu kuat dia menarik rambutnya hingga Lana juga khawatir bila rambut palsu yang dia pasang akan terlepas dan David akan tahu semuanya. Namun sebelum itu terjadi, David sudah lebih dulu mencekal kedua tangan Widya agar terlepas dari rambutnya sendiri.
“Tarik napas ... hembuskan ... tarik napas ... hembuskan ....” bisik David di telinga Widya.
Widya mengikuti panduan dari David untuk bisa mengurangi rasa sakit di kepalanya.
Selama kurang lebih satu menit Widya terus dituntun oleh David untuk menjadi lebih rileks, tidak lupa dengan pelukan yang pria itu berikan. Widya bahkan sepertinya tidak sadar jika dagunya sudah bersandar di bahu David sejak tadi, karena nyatanya dia terlalu fokus pada rasa sakitnya sehingga terus memejamkan matanya.
“Sudah lebih baik?” tanya David, dia juga menguraikan pelukannya.
Widya mengangguk tapi kemudian meringis karena sakit di kepalanya menyerang lagi walau tidak sesakit tadi.
David pun segera mengambil obat yang diberikan Mario kepadanya lalu segelas air juga. Widya dengan cepat menenggak obatnya yang bahkan tanpa bantuan air lagi untuk membuatnya tertelan hingga masuk ke dalam tubuhnya. David jadi takjub karena Widya sepertinya punya kebiasaan yang cukup berani dengan obat.
Ya, mau bagaimana lagi ... Widya telah menelan banyak jenis obat. Dan obat pereda nyeri ini cuma salah satunya.
Setelah meminum seperempat isi dari gelas air yang diberikan David, Widya memutuskan untuk langsung berbaring. David pun memberikan kode pada Mario dan yang lainnya untuk keluar dari kamar Widya karena perempuan ini akan dia biarkan istirahat dulu.
“Apa lo nggak akan kenapa-napa kalau ditinggal sendiri? Atau temen lo suruh tidur sekamar sama lo aja?” tanya David yang kini berdiri di sisi ranjang sehingga dia menunduk melihat ke arah Widya.
Mata Widya terbuka untuk melihat di mana orang yang mengajaknya bicara karena rasanya jauh tapi juga dekat suaranya. Setelah melihat David berada, Widya pun menghela napasnya.
“Tidak masalah sendiri, saya cuma butuh istirahat,” jawab Widya.
David menganggukkan kepalanya mengerti. Saat itu juga secara bersamaan ponselnya berdering dan David melihat jika sutradara yang tadi bicara dengannya kembali menghubungi. Maka dia pun memutuskan meninggalkan Widya karena perempuan ini bilang bisa ditinggal sendiri.
Namun dia menyempatkan diri untuk meletakkan punggung tangannnya di kening Widya untuk merasakan apakah di sana panas yang mengindikasikan demam, atau tidak. Widya tentu saja terkejut karena tadi dia sudah memejamkan mata kembali.
“Oke, nggak demam,” gumam David.
Setelahnya dia berjalan keluar dari kamar Widya, tapi saat hendak menuntup pintu kamar ini, Widya menahannya.
“Tunggu,” seru Widya dengan suaranya yang masih lemah.
“Ada apa?” tanya David menyahut.
Sebelum mengatakan apa yang hendak dia ucapkan, Widya memikirkan matang-matang dulu. Entah kenapa dia jadi gugup karena perhatian David tadi.
“Terima kasih ... terima kasih karena sudah membantu saya,” ucap Widya kemudian.
Dia tulus mengucapkan itu karena rasa sakit di kepalanya tadi memang sudah tidak tertahankan. Selain itu jika David tidak membantunya, rambut di kepalanya pasti akan rontok karena dia jambaki. Untung saja David tidak melihat itu sehingga tidak terjadi pengungkapan rahasia akan penyakitnya.
Namun diberi ucapan setulus itu, David justru cuma memberi tanda oke karena dia sudah sibuk berbicara dengan seseorang di telepon. Widya jadi kesal karena David cuma memberi respon begitu.
“Ck! Dia itu kadang baik kadang jahat, gimana sih?!” decak Widya.
* * *
David keluar dari kamarnya setelah selesai melakukan meeting dengan sutradara tadi, rupanya hari sudah menjadi malam dan David tidak menyadari rapatnya membutuhkan waktu yang lama. Kini dia hendak menemui kru foto yang mengabadikan momen pre-weddingnya dengan Widya hari ini. Karena mereka ada di ruang santai, David pun menghampiri ke sana.
Saat sosok David terlihat, mereka semua berdiri dan mennyambutnya.
“Apakah kalian bisa melakukan editing untuk membuat pemotretan tadi menjadi memiliki 3 gaun berbeda dan latar belakangnya juga?” tanya David.
“Bisa, Pak. Apakah gaunnya sesuai dengan yang sudah ditentukan sebelumnnya?” tanya sang fotografer.
David menganggukkan kepalanya.
“Benar, hanya editing bagian itu. Kita sudahi saja pemotretannya dan tidak usah lanjut besok. Untuk p********n dan lainnya nanti asisten saya yang akan urus. Terima kasih untuk kerja keras kalian,” jawab David panjang lebar.
Kru foto pun mengangguk mengerti, mereka hanya mengatakan besok akan mengambil gambar sekitar villa ini untuk dijadikan latar belakang foto. David mengizinkannya dengan mudah lalu mengajak mereka untuk makan malam bersama.
Sifat supel dan rama David ini yang membuatnya dengan mudah diterima di berbagai circle pertemanan. Dia harus berbaur dengan banyak orang karena pekerjaannya dan David menikmati itu meski dia juga jadi super waspada ketika harus terlibat dengan orang-orang yang bermasalah. Yang paling sulit adalah ketika godaan narko ba berada di hadapannya.
Obat terlarang itu bisa dengan mudah didapat di lingkungan entertainment. Dunia yang gemerlap ini juga menyimpan sisi gelap yang bisa mendorong dengan mudah seseorang ke dalam jurang. David selalu mengingatkan artis di agensinya, Minara, agar tidak mendekat pada benda ini. tapi itu sulit karena dia tidak bisa mengontrol setiap orang.
Dalam sekejap, kini David sudah berada di depan kamar Widya untuk mengajak perempuan itu makan. Tadi dia bertemu Lana di area makan tanpa Widya, dan Lana bilang kalau Widya ingin tidur saja daripada makan.
David tidak akan mengizinkan itu terjadi.
Tanpa permisi David sudah masuk ke dalam kamar Widya yang terang karena pemiliknya kini tengah bermain ponsel, tapi karena David tiba-tiba masuk akhirnya Widya melihatnya dengan mata mengandung emosi kemarahan lagi.
“Bukankah ada yang namanya etika ketika masuk ke kamar orang lain yang pasti kamu ketahui?” kata Widya penuh sarkasme.
“Hm. Tapi karena ini villa keluarga gue, maka gue bisa seenaknya,” timpal David tidak mau kalah.
Widya mendengus kesal. David kembali menunjukkan watak jahatnya, entah kali ini apa lagi yang ingin pria ini lakukan.
“Ada apa ke sini?” tanya Widya, dia memilih untuk lanjut bermain ponsel dari pada terus kesal karena melihat sosok David.
“Lo harus makan. Gue nggak mau lo tiba-tiba ditemukan mati besoknya dan gue jadi kena imbas karena dikira ngebunuh elo,” jawab David yang penuh sarkasme dan kata yang tajam.
Kata-kata itu sampai membuat Widya terperangah tidak percaya. Bisa-bisanya David sampai berpikir seperti itu?
“Saya tidak akan mati hanya dengan sekali tidak makan malam. Jangan berlebihan!” balas Widya.
“Terserah. Gue cuma mau cari aman aja. Jadi lo harus ikuti aturan gue karena lo sekarang ada di wilayah gue,” kata David yang dengan beraninya juga menarik ponsel di tangan Widya agar memancing perempuan ini berdiri.
“Kembalikan!” seru Widya meminta ponselnya.
“Ambil sendiri di ruang makan,” kata David yang sudah berjalan keluar dari kamar Widya.
Tapi dia kembali masuk satu langkah dan menoleh ke arah Widya.
“Gue tunggu 5 menit. Kalau elo belum sampai di sana, gue lempar hape lo ini ke kolam renang,” ancamnya.
Widya kembali terperangah karena mendengar ancaman David yang sungguh kekanakan. Lagi pula kenapa sih pria itu harus serepot ini menyuruhnya makan padahal Widya pun punya snack di dalam tasnya yang bisa mengatasi rasa laparnya. Lidahnya yang terasa pahit membuatnya tidak ingin makan sama sekali.
Apalagi mual mulai dia rasakan sebagai efek dari penyakitnya.
Kini dia sadar kalau terlambat melakukan kemoterapi bisa begini efeknya. Sebelumnya tidak sampai membuatnya merasakan sakit kepala yang begitu hebat apalagi sampai mual-mual.
Bisa-bisa dia dikira sudah hamil anak David pula!
* * *