10. Kabur Dari David

1013 Kata
Karena kesal bukan main pada David, Widya enggan untuk satu mobil bersama pria itu dan meminta Saras untuk mengirimkan mobil berikut sopir ke alamat villa berada. Untuk pertama kalinya Widya menggunakan privilegenya sebagai anak angkat Adara untuk dijemput begini. Dia pun berencana kabur dari villa ini setelah sarapan tadi dengan membawa Lana ikut serta juga. David berada di kamarnya bersantai tapi tidak juga karena masih membaca naskah film di balkon. Jadi dia tidak tahu bahwa calon istrinya membuat rencana kabur karena marah padanya. Dia bahkan kemudian jatuh tertidur karena lelah dengan lembaran kertas yang masih dia pegang di tangannya. 2 jam kemudian. “Pak Abdi udah ada di depan gerbang villa?” tanya Widya karena sopir prbadi Adara yang ternyata menjemputnya. “Benar, Nak. Bapak nggak bisa masuk karena nggak dikasih ijin sama security,” jawab sopir dari seberang sana. Mungkin karena security tidak pernah melihat wajah Pak Abdi jadi tidak diijinkan masuk ke kawasan pribadi. Alhasil Widya yang harus ke depan untuk menuju mobil dan pergi dari tempat ini. Lana sudah berada di kamarnya dan mereka berdua telah berkemas jadi tinggal keluar saja. Sudah bosan dia menunggu sejak tadi dan sampai merasa was-was kalau nantinya David muncul untuk mengajak makan siang dan memberi ancaman lagi. Koper mereka yang bergesekan dengan lantai akhirnya menimbulkan suara apalagi saat menuruni tangga, David yang sedang tertidur pun akhirnya bangun dan mengecek jika sekarang hampir pukul 12 siang. Cukup lama tertidur dan membuatnya lebih segar dan tidak mengantuk lagi. Tapi dia berpikir ulang tentang suara berderak yang dia dengar dan membangunkannya. Dia pun keluar kamar dan tidak melihat siapa pun di lorong lantai 2. Kamar yang ditempati oleh Lana dan Widya pun tampak tertutup dan sepi, maka David kembali masuk ke dalam kamarnya. Tapi kemudian Mario muncul saat David sedang membereskan naskah film yang dibacanya sejak kemarin. “Ada apa?” tanya David karena melihat Mario sepertinya lari dari lantai 1. “Bu Widya bersama temannya berencana untuk pulang sendiri, Pak,” jawab Mario. Kening David mengernyit mendengarnya. Dia pun segera berjalan menuju balkon lain di kamar ini yang menyajikan pemandangan area depan villa. Saat itu mata David langsung melihat pada Widya dan Lana yang baru saja melewati teras villa dan tengah berjalan melewati jalan setapak yang kanan dan kirinya adalah rumput. “Apa perlu gue antar sampai gerbang villa?!” teriak David pada Widya. Seketika Widya pun berhenti melangkah dan mencari keberadaan David. Setelah celingak-celinguk, Widya akhirnya tahu kalau David ada di lantai 2, tepatnya di balkon kamarnya. Mata Widya harus menyipit karena silau untuk melihat ke atas. Kekesalannya kembali muncul saat melihat sosok David lagi. Rasanya dia masih mengingat jelas momen David mencium lehernya, itu benar-benar terasa panas dan membuatnya merinding. Tapi karena tertutupi amarah, Widya tidak menganggap itu sebagai sentuhan yang intim. Ini pelecehan! Maka kepada David yang ada di lantai dua, Widya mengacungkan jari tengahnya. Untuk pertama kalinya dalam hidup seorang Widya WIska, dia mengacungkan jari tengah kepada seseorang. Ini karena dia sudah terlalu murka pada seorang David Noah Gutama yang semakin berani menyentuh bagian tubuhnya. Persetan dengan rasa sopan dan hormat dalam hidup yang selama ini ibu angkatnya ajarkan padanya, apalagi David termasuk orang tua karena umur berjarak 8 tahun darinya. Kesabaran Widya telah habis oleh kelakuan David. “Hati-hati pulangnya calon istrii!” teriak David menggoda Widya. “Dasar b******k!” umpat Widya dengan suara lembutnya yang meninggi. Jangan lupakan bibirnya yang jadi makin jago untuk mengumpat juga. Pembendaharaan kata-kata kotor makin banyak di otak Widya sekarang. Widya bersumpah, dia cuma mengumpat pada David selama hidupnya. Karena ajaran luhur Adara untuk menjaga mulutnya, Widya telah berusaha mengamalkannya. Tapi sejak bertemu David, Widya seakan melupakan itu semua. Lana juga terkejut melihat Widya begini, dia meringis karena Widya yang selalu polos dan tampak paling sabar di antara dia dan Saras, kini telah menjelma menjadi sosok yang berbeda. “Eh! Nanti Bu Adara kalau lihat kamu dari ‘atas sana’ nggak sopan, beliau begini bakal sedih loh!” tegur Lana sambil menurunkan tangan Widya dari udara. “Biarin!” seru Widya kesal. Lana meringis melihat respon temannya ini. “Arghh! Aku benci pria b******k itu!” keluh Widya dan kini dia pergi duluan meninggalkan Lana yang sedang menghela napas. “Padahal dia sendiri yang setuju menikah sama David yang baru saja dia bilang b******k. Ck ... ck ... ck ...” decak Lana lalu mengikuti Widya dari belakang. David melihat itu hanya dengan senyuman. Rasanya meski sudah berkali-kali disebut sebagai pria b******k dan b******n juga oleh Widya, namun David tidak merasa marah sama sekali. Mungkin karena suara Widya yang cenderung lembut membuat umpatan itu terdengar lebih sopan masuk kedalam telinga David. “Dia pulang dengan apa?” tanya David pada Mario yang berdiri tak jauh darinya. “Sopir pribadi Ibu Adara yang datang menjemput,” jawab Mario. David mengangguk mengerti dan membiarkan Widya pulang karena sopir Adara yang menjemput berarti semua aman. Dia hanya khawatir kalau Widya kenapa-napa dan Agensi Minara belum ada di tangannya. Maka selama itu Widya harus baik-baik saja. Soal ciuman di leher dua jam yang lalu, David juga masih merasakan sensasinya. Kulit leher Widya sangat lembut. Di sana feromon Widya yang paling terasa bagi David. Dia salah langkah sebenarnya karena sudah mencium bagian itu karena tadi di “bagian bawah” tubuhnya menjadi tegang sehingga harus didinginkan di bawah guyuran shower. Sial sekali dia dibuat dua kali turn on oleh Widya tanpa perempuan itu mau untuk mematikan gairan David ini. Namun karena David sendiri yang jahil, maka David juga tidak bisa menyalahkan Widya. Hanya saja ... dia takut jika akan muncul keinginan lagi untuk mencium leher Widya ini. Karena rasanya berbeda. David pernah mencium bagian leher seorang wanita dan itu adalah yang terakhir kalinya, selama ini dia tidak pernah melakukannya dengan orang lain lagi karena kurang memberinya rangsangan secara seksual. “Apakah karena sudah lebih dari 2 minggu gue nggak ketemu cewek makanya jadi begini?” gumamnya bertanya sendiri. Ya, pasti ada yang salah dengannya. Seorang perempuan polos seperti Widya tidak mungkin membuatnya begitu tertarik hanya karena bagian leher saja. itu hal yang tidak mungkin untuk terjadi. * * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN