Rumah sederhana itu nampak juga familier di mata saya. Meskipun tak sefamilier rumah Herman dan Nina. Rumah milik Marsinah dan Parjo, orang tua mendiang Nina yang asli. Rumah itu nampak sudah reot di sana sini. Bangunannya pun semi permanen. Saya melihat seorang perempuan renta yang sedang menjemur gabah di pelataran rumah. Ia dibantu oleh seorang lelaki kurus yang juga sudah renta. Mereka lah Marsinah dan Parjo. Saya sudah pernah melihat mereka dalam mimpi. Namun terlalu drastis perubahan fisik mereka hingga membuat saya pangling. Selain termakan usia, pasti juga karena cobaan hidup yang terlampau berat. Hidup dalam kemiskinan, ditinggal pergi putri dan cucu pertama mereka selamanya. Pasti bukan hal mudah. Tak cukup sampai di situ. Mereka masih harus menghadapi fitnah tentang arwah Ni