Sarah tersenyum, memperlihatkan gingsulnya, “Wanita yang tadi di layar. Wanita cantik itu adalah direktur perusahaan ini.”
“Masih sangat muda sekali.” Ungkap Damian sangat terkejut.
Sarah mengangguk, “Memang. Direktur kami berusia 28 tahun tahun ini, tapi namanya sudah sangat terkenal di lingkaran bisnis di Indonesia, dan bahkan sampai ke luar negeri juga.” Katanya terdengar bangga.
Damian tidak bisa menyembunyikan kekagumannya mendengar itu. “Wanita yang luar biasa.”
“Bukan hanya luar biasa saja __” Sarah berkata ambigu, “__ Direktur juga wanita yang sangat cantik, luar biasa cantik malah. Bertemu langsung dan melihat di layar dingin itu sangat berbeda, jauh sekali perbedaannya, percayalah.” Ucapnya sambil tergelak.
“Jadi saya akan dengan baik hati mengingatkan, saat Anda melakukan wawancara dengan direktur, jangan lupa berkedip, oke.” Tambah Sarah lagi tertawa-tawa. Wanita itu sangat menikmati sekali melihat kekonyolan yang wajah Damian tunjukkan.
Damian tertegun. Benarkah wanita itu secantik yang di bilang Sarah? Meskipun tadi dia hanya melihat sekilas ke arah layar LED, dia masih mengingat sedikit detail kecantikan wanita itu. Walaupun begitu, Damian hanya tersenyum saja menanggapi perkataan Sarah. Sebelum dia melihat langsung kecantikan yang dimaksud, dia tidak akan setuju secara terbuka. Bagaimanapun juga, dia memiliki estetikanya sendiri dalam melihat seorang wanita.
Kecantikan wajah tidak menjamin cantiknya hati seseorang. Dan dia pun sudah banyak melihat buruknya seorang wanita yang memiliki paras cantik. Semakin cantik, biasanya semakin busuk kelakuannya.
Tring!
Bunyi lift yang khas menghentikan obrolan keduanya. Sarah tetap tinggal di tempatnya berdiri. Sedangkan Damian keluar dari dalam lift dengan dorongan di punggungnya oleh Sarah.
“Khusus lantai ini merupakan kantor direktur kami. Anda hanya perlu mengetuk pintu yang bertuliskan interview. Di sana, direktur sedang menunggu Anda. Semoga berhasil dengan wawancaranya. Saya berharap dapat melihat Anda lagi di perusahaan ini besok.” Kata Sarah tulus. Jarang sekali baginya bertemu laki-laki blasteran yang sangat tampan dan di saat bersamaan memiliki sikap yang sopan dan santun.
Pria seperti itu langka dia temui di kota ini.
Damian menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal, malu, “Terima kasih, Mbak Sarah. Saya akan berusaha keras untuk wawancara hari ini.” Jawabnya di penuhi tekad dan pantang menyerah.
Ya, ini merupakan kesempatan langka yang tidak bisa dia lepas begitu saja.
Damian pun berbalik, berjalan menuju ke ruangan yang Sarah maksud. Lorong itu tidak terlalu panjang dan dia melihat sebuah meja melengkung yang terdapat seorang wanita berpenampilan rapi seperti Sarah, duduk di sana.
“Bapak Damian?” Wanita itu bertanya. Berbeda sekali dengan Sarah yang ramah dan murah senyum. Wanita itu memiliki ekspresi datar dan tatapan dingin. Meski senyum kecil terpulas di bibir wanita itu, Damian memiliki perasaan mengenai senyum itu yang tidak tulus.
Damian mengangguk, “Ya.”
Perempuan itu bangun, lalu mengajak Damian mengikutinya.
Berbeda sekali dengan interior yang tadi dia lewati. Lorong itu memiliki setiap dindingnya terbuat dari kaca transparan.
Damian mengamati setiap pintu, mencari ruangan tempatnya di wawancara yang bertuliskan interview, tapi tidak dia temukan dimanapun.
“Ini ruangannya.” Beritahu wanita tersebut pada Damian.
Ah, sepertinya Sarah salah memberinya informasi.
Wanita itu kemudian mengetuk pintu sebelum mempersilahkan Damian. Saat suara yang terdengar merdu dari dalam ruangan itu memperbolehkannya masuk, pria itu pun membuka pintu tersebut. Damian tidak ragu lagi untuk masuk ke dalam
Klik!
Suara pintu di putar dari luar ruangan membuat direktur cantik yang tadi leha-leha sigap mengangkat kepala. Sepasang mata Elena menampilkan kejutan singkat, dengan ganas ia mengamati kedatangan tamunya yang sudah lama ditunggu.
“Permisi. Saya diminta datang oleh perusahaan Theala Enterprises melalui e-mail untuk melakukan wawancara kerja.” Damian berkata dengan sopan sambil berdiri tegak.
Raut muka Damian terlihat kebingungan saat dia melihat hanya ada mereka bertiga di dalam ruangan tersebut. Apakah yang melakukan wawancara hari ini hanya dirinya saja? Batin Damian bertanya-tanya.
Ruangan itu memiliki desain modern minimalis dengan mengombinasikan warna monokrom yang membuat ruangan itu terlihat elegan dan rapi. Lantai di bawahnya berbahan marmer berkualitas tinggi dan memantulkan kilap yang menggambarkan wajahnya secara jelas, seperti dia baru saja sedang bercermin. Damian mengembuskan napas pelan. Dia merasa seperti salah tempat berada di ruangan ini.
Di ruangan yang Damian datangi terdapat empat kursi berbahan kulit berwarna krem yang terletak di dekat jendela Perancis dan sebuah meja bulat berukuran sedang berada di tengah-tengahnya. Elena dan Megan mengambil tempat di kursi masing-masing. Menyisakan dua kursi kosong untuk Damian duduki.
Elena menyeringai puas begitu dilihatnya seorang Damian sesuai dengan ekspektasinya. Semenjak Damian berjalan mendekat dan berdiri di samping kursi kosong itu di depan mejanya, tatapannya lekat menatap, seakan wanita itu ingin menelanjangi pria itu melalui tatapannya yang membara.
“Tidak buruk.” Ucap Elena yang mampu didengar oleh Megan, tapi tidak dengan Damian. Megan memalingkan wajah, terheran-heran dengan gumaman yang baru saja dia dengar.
Damian mengamati kedua wanita itu dengan lirikan sekilas. Wanita cantik dan wanita manis. Damian memberi pujian murah hati di dalam kepalanya, sedangkan ekspresi lembut tetap terpasang sempurna di wajah.
Ucapan Sarah memang tidak salah. Wanita yang dikenal sebagai bos di perusahaan Theala memang memiliki kecantikan sempurna seperti yang dirumorkan. Pantas saja Sarah tadi memberinya nasehat supaya tak lupa untuk berkedip. Karena wanita yang ia lihat sekarang memang luar biasa cantik. Wanita itu lebih cantik aslinya dari pada yang tadi dia lihat melalui layar LED.
Tak ada yang dapat Damian ucapkan di dalam hatinya selain pujian cantik berulang-ulang untuk Elena di hadapannya. Bahkan dia, yang memiliki pendapatnya sendiri mengenai estetika perempuan, dibuat tak berdaya sejak melihat Elena pada pandangan pertama.
Damian menjadi salah fokus karena wanita cantik itu yang menatapnya sangat intens.
“Silakan duduk.”
Bahkan hanya dengan mendengar suara wanita itu, Damian bisa merasakan jantungnya berdegup keras. Sialan! Fokus Damian, fokus. Kau punya istri di rumah, Adelia tak kalah cantik dari wanita itu, oke. Sugesti Damian pada dirinya supaya kepalanya kembali bisa berpikir jernih.
Sebagaimana Damian yang bisa salah tingkah karena kehadiran bos cantiknya. Sang direktur cantik pun; Elena, melakukan hal yang sama seperti Damian sedari tadi, mengamati, memuji, kemudian terpesona.
Sayangnya, jika Damian masih sopan sekali dalam menilai Elena. Berbeda dengan pikiran Elena sekarang, wanita itu terus menilai setiap jengkal tubuh Damian, dimulai dari wajah yang lumayan tampan menurutnya, tinggi badan yang oke, tubuh proporsional kesukaannya, dan otot itu ... Hem, gumam Elena. Akan lebih bagus lagi jikalau pria itu membuka kemejanya. Jadi dia bisa dengan mudah memastikan otot-otot yang terbentuk di balik kemeja putih itu, membelainya dan__
“Direktur?” Meghan memanggil dengan suara rendah, namun Elena tetap bertahan melamun kan sosok Damian yang tampan.
Damian mulai merasa tak nyaman dengan tatapan lekat pihak lain yang diarahkan kepadanya. Apakah ada yang salah dengan penampilanku? Pikir Damian sedikit risi. Sepertinya tadi dia sudah merapikan diri dan penampilannya pun ia pikir tidak buruk juga.
Lalu kenapa wanita itu menatap dirinya demikian intens?