Promise To Keep

1211 Kata
Seorang pria bertubuh jangkung dan bertelanjang d**a masuk ke dalam kamar, selembar handuk melilit pinggangnya yang sempit dan kokoh. Tetesan air dari rambut yang basah mengalir ke leher turun ke d**a, menyelinap di perut berotot enam pack, lalu menghilang di serap kain handuk. Damian menyilangkan tangan di d**a, senyum kecil terulas di bibir sexy-nya tatkala ia melihat wanitanya sedang sibuk menyiapkan setelan yang akan dia kenakan pagi ini. Pria itu berjalan mendekat, setiap langkahnya terlihat mantap, dan aura yang dia keluarkan menunjukkan maskulinitas seorang pria dewasa. “Pukul berapa wawancara kerjamu di mulai?” Seorang wanita bertubuh mungil dengan perut mengembung di balik baju kebesaran bertanya tanpa mengangkat kepala. “Satu jam lagi__” katanya. “__ Doakan aku semoga wawancaranya berhasil, Del.” Wanita yang di panggil Adelia itu pun menoleh. Kemudian memalingkan muka ke samping dengan wajah memerah malu. Damian terkekeh geli dengan sikap Adelia yang demikian. Mereka merupakan sepasang suami istri - meski tidak secara hukum - tapi mereka sudah sah di mata agama. Dan tidur di ranjang yang sama hampir satu tahun. Mereka bahkan sudah menyentuh tubuh masing-masing, luar dan dalam sangat intim, namun respons yang wanitanya ini tunjukkan saat dia menggodanya kerap kali membuatnya tak berdaya. Tapi itulah yang Damian sukai dari sang kekasih. Adelia-nya yang polos. “B-bisakah pakai kemeja dulu. Aku sudah menyetrikanya tadi. Aku gantung di pegangan lemari.” Ucap Adelia malu-malu, masih bertahan menundukkan kepala. Bukannya berjalan mengambil kemeja seperti yang Adelia maksud, Damian malah berjalan menghampiri Adelia yang kini memegang celana bahan di tangannya. Aroma sabun mandi yang harum langsung tercium, dan Adelia refleks mengangkat kepala. Damian berdiri di depannya dengan alis terangkat main-main. “Aku mau kau membantuku memasangkan kemeja itu, Baby.” Ucapnya masih dengan senyuman. Adelia sedikit linglung dibuatnya karena senyum rupawan itu, “Emm ... K-kalau begitu ambil dulu kemejanya, Damian.” Katanya terbata-bata. Adelia menopang tubuhnya bangun dari atas tempat tidur, dan Damian sudah datang lagi menghampirinya dengan mengenakan kemeja polos slim fit berwarna putih. Adelia mendekati Damian, mengambil alih, “Apa kau gugup?” tanyanya kemudian memecah hening di antara mereka. Tangannya dengan cekatan memasang satu per satu kancing kemeja yang Damian pakai. “Sedikit gugup.” Jawab pria itu jujur. Karena tinggi badan mereka yang berbeda, kepala Adelia sejajar dengan d**a bidang pria tampan itu. Damian menggunakan kesempatan itu untuk meletakkan dagunya di atas kepala sang kekasih. “Sejujurnya yang membuat aku gugup, aku takut di tolak lagi. Ini adalah wawancara kerjaku yang ke sekian kalinya.” Dan mungkin akan jadi penolakan yang ke sekian kalinya juga, batin Damian dengan lesu. Sepertinya, dia bisa melihat masa depan rumah tangga mereka yang tidak akan membaik keuangannya. Tabungannya sudah menipis dan dia butuh pekerjaan sesegera mungkin untuk menopang kehidupan mereka di masa depan. Tangan Adelia berhenti merapikan kerah leher Damian saat suara itu kemudian dia dengar. “Maaf... Membuatmu susah karena aku.” Ucapnya merasa bersalah, ia tidak bisa melakukan apa pun untuk membantu Damian saat keluarga besarnya lah yang turut andil dalam memboikot sang kekasih dari sekolah dan universitas mana pun. Damian mengangkat dagu Adelia, membuat dia dengan leluasa melihat raut wajah istrinya sekarang. Sepasang mata yang indah itu mulai berkaca-kaca. Entah karena kehamilan, rasa-rasanya Adelia semakin hari jadi bertambah sensitif saja perasaannya. Damian mengusap rahang sang kekasih dengan lembut, “Bukan salahmu. Saat aku memilih untuk membawamu bersamaku, aku sudah siap dengan segala konsekuensinya. Adelia, aku lah yang harus meminta maaf padamu. Maaf, karena aku, kau harus hidup susah. Pasti berat bagimu menanggung semuanya selama ini.” Adelia tersenyum di antara tangis tertahan di kedua matanya, “Aku juga bersedia. Selama aku bisa bersamamu, aku rela memberikan segalanya yang aku punya.” Dengan itu Damian menundukkan kepalanya. Menatap lekat mata Adelia. Dengan satu tangan, Damian memegang wajah mungil istrinya, “Terima kasih. Aku berjanji akan berusaha lebih keras lagi.” Janjinya tulus dengan keteguhan di dalam hati. Aku akan berusaha keras untuk membahagiakan dirimu, Adelia. Membahagiakan anak kita juga. Aku berjanji. Damian memandang lama bibir Adelia yang mungil, membelainya lembut. Adelia menutup mata saat dia lihat wajah Damian mendekat. Sentuhan ringan dari bibirnya yang ditekan oleh pria itu membuat Adelia menerima sepenuhnya agresi Damian di atas mulutnya. *** Perusahaan tempat Damian melakukan wawancara pagi ini terletak tak jauh dari tempat tinggalnya. Hanya tiga puluh lima menit menggunakan transportasi umum, pria itu sudah sampai di perusahaan. Damian menarik napas dengan kuat lalu mengembuskannya kasar. Baik, ini bukanlah yang pertama kalinya kau lakukan wawancara seperti ini, Damian! Gumam pria itu meyakinkan dirinya. Dengan percaya diri pria itu melangkah masuk ke dalam perusahaan. Theala Enterprises merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang properti dan real estate. Perusahaan itu bisa dibilang merupakan perusahaan terkemuka turun temurun dari Theala Family. Dan sudah sangat diakui bahkan di kancah luar negeri. Seorang wanita dengan sanggul modern dan pakaian formal menyambut kedatangan Damian. Damian mendekati meja resepsionis. Tatapannya dengan lembut melihat pada name tag wanita itu yang tersemat di d**a kirinya, berkata sambil tersenyum kecil, “Saya mendapat e-mail balasan dari perusahaan Theala Grup atas resume lamaran pekerjaan saya beberapa hari yang lalu, Mbak Sarah. Perusahaan meminta saya datang hari ini untuk wawancara kerja.” Damian memiliki wajah yang sangat rupawan, begitu laki-laki itu menarik bibirnya ke atas membentuk senyuman kecil, sepasang matanya ikut melengkung, dan iris matanya yang berwarna azure tampak berkilau di bawah lampu yang terang benderang. Senyumannya sangat memesona. Menyebabkan wanita resepsionis itu yang bernama Sarah, hampir seperti orang kesurupan karena melihat senyum Damian yang mematikan. Ya Tuhan ... tampan sekali! Sarah tampak salah tingkah dibuatnya. Dengan gugup dan tangan gemetaran, wanita itu melihat pada catatan di komputernya, “T-tunggu sebentar, Mas. Saya akan hubungi departemen personalia dulu.” Damian mempertahankan senyum lima jarinya, “Silakan, Mbak.” Damian menunggu dengan jantung berdegup keras. Dia takut memiliki sikap abnormal dikarenakan gugup yang berlebihan. Untungnya sekarang merupakan waktu di mana setiap karyawan sedang sibuk melakukan pekerjaannya masing-masing. Jadi tidak banyak orang yang dia temui di lobby. Dengan begitu, setidaknya dapat meredakan sedikit kegugupannya yang berada di perusahaan besar seperti Theala Enterprises. Karena ini adalah pertama kalinya bagi Damian melamar pekerjaan yang bukan di bidangnya, pria itu tidak bisa membohongi dirinya yang nyalinya mulai ciut saat ini. Beberapa menit kemudian setelah Sarah selesai melakukan panggilan, wanita itu keluar dari meja kerjanya, “Mari ikut saya. Anda sudah di tunggu oleh direktur di ruangannya.” Ucapnya lembut dan sopan. Damian sangat puas dengan cara karyawan perusahaan Theala dalam memperlakukan orang asing sepertinya. Sambil mengikuti Sarah masuk ke dalam lift, tatapan Damian tak sengaja menatap ke arah layar LED yang di pasang di depan ruang tunggu di lobby perusahaan. Seorang wanita yang luar biasa cantik dia lihat berada di layar tersebut. Sarah kemudian menekan tombol lift. Pintu besi itu pun terbuka. Sarah dan Damian melangkah masuk ke dalam lift secara bersamaan. Hanya mereka berdua saja yang ada di dalam sana. Damian menebak bahwa lift itu dikhususkan untuk dipakai oleh para eksekutif perusahaan Theala Enterprises. Ada logo perusahaan Theala yang bertuliskan huruf TE dengan tinta emas dikombinasikan warna hitam di dinding lift tersebut. Persis sama seperti lift di perusahaan ayah Adelia yang pernah dia kunjungi. Dari sanalah Damian dapat menebak perbedaan lift itu. “Tadi itu direktur kami.” Ucap Sarah tiba-tiba memecah keheningan yang melanda. Damian berpaling, menatap wajah Sarah tak mengerti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN