Direncanakan

1422 Kata
Pria itu memperkenalkan diri sebagai karyawan dari perusahaan properti Theala Enterprises. Dalam perjalanan ke tempat kosnya, ucapan Pak Agus terngiang-ngiang di telinga Damian. Pria itu dibuat terkejut akan fakta yang baru saja di dengarnya. Dia tak menyangka, wanita itu pergi sampai sejauh ini hanya untuk sekadar menjebaknya. Jadi bahkan tempat tinggalnya pun sudah menjadi milik Elena sekarang? Pikir Damian dengan linglung. Pria itu menaiki tangga demi tangga sambil terus melamun. Wanita itu benar-benar tidak main-main untuk menjebak dirinya. Seandainya ia tidak datang hari ini ke perusahaan Theala Enterprises, apa yang akan terjadi padanya nanti? Kalau wanita itu merupakan pemilik sah dari tempat ini dan ia masih keras kepala menolak keinginan Elena untuk pergi, apa yang akan terjadi dengan tempat tinggalnya selama dia di Bali? Damian mengamati keseluruhan gedung yang memiliki bentuk U di depannya. Bangunan tiga lantai ini ia dapatkan dengan harga sewa yang terbilang murah dan dia mendapatkan fasilitas lengkap untuk keperluannya tinggal selama di sini. Dengan sewa 650.000 per bulan, ia dan Adelia bisa tinggal di tempat yang lumayan bagus. Dikarenakan bangunan baru saja di renovasi, pemilik penginapan memberi kedua pasangan baru itu diskon yang tidak didapatkan penghuni lainnya. Pak Agus dengan murah hati membantu Damian dan Adelia dalam banyak hal setelah kedatangan pertama keduanya ke Seminyak. Sesampainya di anak tangga, Damian melihat Adelia yang sedang bersandar di palang tangga sambil memejamkan mata. Pria itu pun mengambil langkah panjang lalu membangunkan istrinya yang tertidur di sana. Kenapa Adelia bisa tidur di situ? “Adelia, bangun...,” panggilnya sambil mengelus pundak sang wanita penuh kelembutan, “... apa yang kau lakukan sampai tertidur di tangga?” Bagaimana bisa Adelia tertidur di luar? Kalau nanti dia jatuh dari atas tangga, bagaimana itu? Damian yang tampak kesal karena mencemaskan Adelia mulai tak sabar menunggu istrinya yang belum bangun juga. Ia pun menekuk pinggangnya, meraup tubuh berat Adelia yang baru setengah sadar ke dalam pelukan dan membawanya kembali ke kamar mereka. Adelia yang terjaga karena disebabkan guncangan saat berjalan mulai membuka mata, “Damian ... Kau pulang.” Ucapnya mirip gumaman. “Hmm.” “Turunkan aku,” pintanya pada Damian dengan mata sayu terlihat mengantuk. Tanpa perlu Adelia beri tahu pasti tubuh wanita itu sangat berat dan Damian tidak sekalipun bernapas susah payah setelah membawa sang kekasih ke dalam gendongannya sambil menaiki anak tangga. “Sebentar lagi.” Jawab Damian singkat. Adelia membenamkan wajahnya pada d**a Damian, tidak lagi merengek minta di lepaskan karena masalah berat badan. Ia tahu kalau pria ini sangat kuat. Memiliki otot-otot yang terbentuk di beberapa tempat di bagian tubuhnya, perawakan Damian yang tinggi tampak ramping saat pria itu mengenakan pakaian. Namun hanya Adelia yang tahu, begitu pria itu membuka bajunya, keindahan di dalamnya sungguh menakjubkan mata. Damian membaringkan Adelia di atas tempat tidur, dengan perhatian ia membelai pipi istrinya, “Kalau kau mengantuk tidurlah di sini, Del. Tak perlu menungguku pulang.” Adelia memegang tangan Damian di pipinya, tidak membiarkan pria itu menarik jauh tangannya yang dingin, “Tanganmu dingin, Damian.” “Sudah tahu dingin masih tidak mau dilepas?” tanya Damian sambil mengerutkan alisnya. “Aku menghangatkan tanganmu sekarang.” Ucap Adelia tertawa. “Aku mau mandi dulu.” “Aku ingin mendengar apa yang terjadi saat kau pergi ke perusahaan.” Ujar Adelia dengan nada sedikit memaksa. “Akan aku ceritakan padamu, tapi nanti, setelah aku selesai. Aku butuh air hangat sekarang, Del. Sangat dingin tadi di luar.” Adelia yang ingin memeluk pinggang Damian di dorong pelan oleh pria itu, “ Besok aku harus sudah bekerja. Kalau malam ini aku sakit bagaimana?” Kata pria itu lagi mencari alasan. “Kau benaran diterima?” Binar bahagia menyala di kedua mata Adelia tatkala mendengar berita menyenangkan tersebut. Damian menunjukkan senyum kecilnya sebagai tanggapan, “Humm...” katanya bergumam. Ia langsung mengalihkan tatapannya ke samping, tidak punya keberanian lebih untuk melihat Adelia. “Tunggu di sini.” Adelia cemberut, wajahnya tertekuk ke bawah dengan bibir mungilnya yang mencebik, ia begitu tak sabar ingin tahu, “Baiklah, aku akan menunggumu di sini.” Ujarnya setuju. Wanita itu pun mengamati lekat-lekat punggung Damian yang telanjang. Begitu suaminya itu sudah pergi ke kamar mandi, Adelia pun bangun untuk membuatkan sang kekasih teh manis hangat. Pria itu tidak lama membersihkan diri, beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dan melihat Adelia duduk di tepi kasur dengan tangan membawa gelas. Damian pun mengambil gelas berisi teh yang Adelia buatkan, menyeruputnya seteguk demi seteguk, setelahnya ia pun naik ke atas tempat tidur sambil meraup tubuh Adelia untuk dibaringkannya juga. “Jadi, bagaimana dengan pekerjaan?” Adelia mulai bicara dulu. “Besok sudah mulai bekerja.” Jawab Damian singkat. Sebenarnya dia terlalu malas untuk membahas hal tersebut. Akan tetapi karena dia tahu dengan sifat Adelia yang penasaran, ia pun setuju untuk berkompromi, meski sejujurnya dia lelah. “Benarkah?” tanya Adelia tak percaya. Raut senang di wajahnya tidak bisa Damian lihat namun dari nada suara sang istri, ia bisa tahu. Damian lalu mengecup tengkuk istrinya dengan sayang, “Tapi setelah ini aku mungkin akan sering pulang terlambat.” “Kenapa begitu?” tanyanya lagi terheran-heran, “Apakah jam kerja di Bali berbeda seperti biasanya?” Tangan Damian yang berada di pinggul Adelia kemudian turun untuk membelai perutnya, setengah berbohong ia menyatakan pada istrinya mengapa ia berkata seperti itu, “Aku mengambil uang gaji di muka dari perusahaan, Del. Itu sebabnya kantor memberiku banyak pekerjaan sebagai gantinya.” Adelia menganggukkan kepalanya saja sebagai tanda pengertian, “Memangnya boleh begitu?” “Apanya?” “Mendapatkan uang di muka.” Balas Adelia dengan kening berkerut. “Kantor sudah memberikan uangnya padaku. Besok aku akan mentransfernya ke rekeningmu sebagian.” Ucap Damian kemudian. Cek yang berisi uang dengan nominal fantastis itu akan dicairkannya besok ke bank yang sudah Elena beri tahu alamatnya. Sebenarnya, Damian meminta pada Elena untuk memulai kerja setelah pernikahan mereka selesai di lakukan. Dan wanita itu langsung mengiyakan meski dengan syarat ia harus mau menemani Elena sampai malam harinya. Damian pun setuju-setuju saja dengan permintaan itu. Dan Adelia tidak perlu tahu itu, jadwal kerjanya. Ia menyatakan kalau pergi bekerja besok padahal yang sebenarnya, dia pergi untuk mengurusi pernikahannya wanita lain. Memikirkannya saja sudah membuat dia muak dan marah. Namun akibat ketidakberdayaannya, dia dibuat tidak sanggup untuk mundur dari pernikahan tak masuk akal tersebut. Walaupun yang dikatakan Elena benar adanya, pernikahannya bersama Adelia hanya sah di mata agama tapi tidak bagi Negara. Dia jadi menyesal, mengapa dulu dia tidak bersikeras meminta restu dengan sungguh-sungguh pada keluarga Adelia. Jika dia berhasil, kejadian menjengkelkan ini tak akan mungkin terjadi. “Kau saja yang pegang uangnya, tidak usah mentransfernya juga padaku.” Kata Adelia kemudian, berhasil membuat Damian yang melamun kembali fokus ke dalam percakapan mereka. Adelia menatap lembut pada foto di atas meja, foto mereka berdua yang saling berpelukan satu sama lain dengan back ground laut yang indah. Alasan mengapa dia mengatakan itu bukan karena dia tidak menginginkan uang yang Damian berikan. Bukan demikian. Ia hanya memikirkan jika itu Damian yang memegang keseluruhan tabungan, maka uang itu tidak akan boros di belanjakan. “Uang ini untuk ganti membayar uang sewa pada pak Agus, Del. Tadi di luar aku bertemu dengannya. Dia bilang kalau besok adalah hari terakhirnya datang ke tempat kos ini. Pak Agus akan pindah ke Gianyar, maka itu ia datang hari ini untuk mengingatkan penghuni kos lainnya besok pagi.” Jelas Damian panjang lebar. Adelia tampak terkejut setelah mendengarnya, “Pindah?” “Iya, besok.” “Lalu bagaimana dengan tempat ini?” “Sudah berpindah pemilik kata pak Agus. Tenang saja, pemilik baru ini juga baik orangnya. Jadi kita aman tinggal di sini.” Ujar Damian menenangkan Adelia yang gelisah. Ia tahu apa yang dicemaskan wanita itu, jadi ia pun menghiburnya dengan ucapan bohong supaya tidak perlu mencemaskan apa pun. “Oh, syukurlah. Aku takut nanti kalau pecalang datang dan tidak ada yang akan membantu kita.” Ujar Adelia sambil menarik napas lega. “Tidak akan. Pak Agus sudah berpesan pada pemilik baru ini untuk membantu kita nantinya.” “Pak Agus benar-benar orang yang baik.” Adelia mengusap tangan Damian di atas perutnya. Dengan santai tanpa niatan apa pun, wanita itu kemudian bicara, “Tadi saat aku mengambil kemejamu, aku mencium wewangian di sana.” Tangan Damian yang mengusap perut Adelia berhenti, ia butuh seperkian menit untuk menjawab, “Seorang wanita tidak sengaja menabrakku, mungkin karena aku membantunya tadi, jadi aroma parfumnya tertinggal di kemeja.” Bukannya cemburu Adelia justru tertawa, “Kau juga priaku yang sangat baik.” Ucapnya tiba-tiba. Damian yang tidak mengerti maksudnya bertanya bingung, “Huh?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN