Ancaman

1111 Kata
“Aku menyukai dirimu, Damian. Pada pandangan pertama,” kata Elena sambil tersenyum manis. “Jadi menikahlah denganku. Menjadi pasanganku tak akan membuatmu rugi.” Damian melangkah mundur. Elena tidak mengejarnya lagi. Dengan santai wanita itu duduk di atas meja. Tatapannya yang panas, membakar pihak lain. Damian – untuk seperkian detik – terjerat oleh mata Elena. Mata yang sangat indah, seperti langit di malam hari. Gelap namun misterius. Pujinya. Dan Damian ingin menampar mulutnya sendiri karena masih sempat-sempatnya memuji wanita yang jelas-jelas gila ini. “Aku cantik dan sangat kaya. Kau tidak rugi apa pun kalau menerimaku.” Bujuk Elena lagi mengeluarkan rayuan mautnya. Duduk di meja itu dengan postur malas, tidak mengurangi sikap anggun wanita tersebut. Sangat jelas kalau wanita ini menggunakan kecantikan untuk menjatuhkan dirinya. Dan itu... Sedikit berhasil. Karena dia tidak bisa berpaling. Tidak, ini salah! Batin Damian menentang pikirannya yang hampir runtuh. Kedatangannya kemari bukanlah untuk meladeni omong kosong wanita rubah ini. Damian menarik napas keras, melonggarkan sedikit sesak dari dadanya yang berdegup tak karuan. Karena pesona Elena. Dia hampir sesak napas. Damian dengan tegas berkata, “Saya anggap kalau saya tidak di terima di perusahaan ini, Direktur. Terima kasih atas wawancaranya. Kalau begitu saya pamit undur diri.” Ujarnya dengan sopan lalu berbalik pergi. Pria itu hanya mengambil satu langkah saat kemudian dia di hentikan oleh suara di belakangnya. “Keluar dari sini, akan aku pastikan hidupmu hancur, Damian Galen! Aku tidak main-main. Kau boleh mencobanya bersikap tak acuh padaku dan jual mahal sekarang. Tapi lihat apa yang bisa aku lakukan untuk membuat hidupmu sulit!” ancam Elena bersungguh-sungguh. Dia tidak menyangka bahwa ada seseorang yang dengan tegas menolaknya seperti ini. Damian mengepalkan tangannya keras. Bibirnya mengetat segaris saat ancaman tak asing itu kembali dia dengar. Ancaman sialan ini lagi?! Ada apa dengan otak para orang kaya dalam berpikir? Seenaknya saja mengancam orang sepertiku dengan ancaman yang sama! Damian menghela napas dengan kasar. Rahangnya mengetat menahan amarah karena berbagai alasan yang dia ingat sekarang. Adegan ini sangat familier, seolah-olah kejadian itu baru saja terjadi. Ia pernah berada di posisi ini. Dulu, ayah Adelia-lah yang mengancamnya. Dia direndahkan karena tidak kaya, dan martabatnya sebagai seorang pria juga di pertaruhkan. Saat itu mungkin ia berhasil lolos dari penindasan keluarga Adelia, namun konsekuensi yang dia terima adalah ia harus bekerja sangat keras untuk bertahan hidup sampai sekarang. Dan itu, tidaklah mudah. Ia merasa dicekik lehernya sampai tak bisa bernapas, dan di ambang sekarat ia dilepaskan, hanya untuk menyadari kalau neraka hidup itu ada di dunia ini. Satu keluarga berpengaruh saja sudah mampu membuatnya berada dalam keputusasaan, dan sekarang ... Wanita asing ini turut mengancamnya juga. Mengancamnya dengan ancaman yang sangat dia benci. Damian tertawa dengan d**a di penuhi kebencian untuk sekelilingnya. Benar-benar, kesalahan macam apa yang sudah dilakukan leluhurnya di masa lalu sampai membuat hidupnya sekarang jadi tak berguna begini! Elena mendekat, suara sepatu heels yang beradu dengan lantai, berderit ke seluruh ruangan. Damian berdiri kaku, punggungnya sangat tegang saat pelukan dia terima dari belakangnya. Pelukan erat dari Elena. “Jangan terburu-buru untuk menolakku, Damian. Kau bisa memikirkannya nanti di rumah atas pengakuanku barusan padamu. Aku akan memberimu waktu, Damian. Pikirkanlah baik-baik.” Rumah. Satu kata ini sepertinya mampu membuat Damian tersadar sepenuhnya. Ia tidak ragu lagi untuk menyentak lengan Elena yang melingkari perutnya. “Sebagai seorang wanita terhormat, sikap Anda benar-benar tercela, Direktur!” ujar Damian di penuhi kebencian. “Tidakkah Anda memiliki rasa malu, menggoda pria lebih dulu seperti ini. Seperti kata Anda, Anda sangat cantik, punya harta yang berlimpah, namun Anda merendahkan diri pada orang seperti saya yang tidak ada apa-apanya ini. Tolong, jangan mempermalukan diri Anda lebih daripada ini.” Tambahnya lagi tanpa perasaan. Untuk orang seperti wanita di belakangnya itu, Damian melupakan segala sikap hormatnya kepada perempuan. Ini adalah pertama kalinya bagi Damian mengalami hal memalukan seperti ini. Walaupun dia memang terkenal di kalangan wanita waktu di sekolah dan di Universitas. Tak ada satu pun dari wanita-wanita itu yang memiliki sikap berani seperti yang dilakukan oleh Elena saat ini. Itu sebabnya, saat Elena yang dia kagumi di lubuk hatinya memiliki sikap rendahan seorang jalang penggoda, rasa kekaguman itu menguap tanpa bersisa. Elena terhuyung mundur saat tangannya di sentak keras oleh Damian. Bahkan pergelangan tangannya yang putih pucat mulai memerah dikarenakan pegangan tangan Damian yang kuat. Damian memutar tubuhnya ke belakang, dan tatapan matanya yang dingin menatap pada Elena tanpa perasaan. Dengan suara datar dan tak acuh, dia berkata, “Anda berkata ingin menghancurkan hidup saya?” tanyanya sedikit meremehkan, “Lakukan saja, saya tidak peduli. Anda pikir kesusahan semacam ini baru pertama kali saya rasakan? Jika Anda berpikir bahwa dengan membuat saya susah saya akan tunduk pada Anda, Anda salah besar.” Elena memerah marah karena merasa dipermalukan, setiap ucapan yang pria itu lontarkan menusuk jantungnya dengan menyakitkan, harga dirinya tidak terima akan kenyataan itu. Di tolak oleh seseorang yang levelnya bahkan sangat rendah daripada dirinya. Tapi semakin pria itu menolak, Elena tidak mau mundur untuk berhenti. Dia ingin menaklukkan pria sombong ini dan melihat dengan mata kepalanya sendiri, kejatuhan pria di depannya itu nanti. “Aku ingin lihat sampai mana kau bisa mempertahankan kesombonganmu ini, Damian. Aku tidak perlu ragu lagi kalau begitu, kau bisa tunggu apa yang mampu aku lakukan untuk membuatmu menyerah dan berlutut di kakiku.” Damian menarik sudut bibirnya dengan dingin, “Saya akan menunggunya, Direktur.” Katanya tak kenal takut. Damian melangkah keluar dari ruangan Elena dengan membanting pintu kantor itu tertutup rapat. Sejak awal sampai akhir, pria itu tidak lagi berbalik ke belakang meskipun teriakan Elena masih bisa dia dengar, mengiringi setiap langkah kakinya pergi dari perusahaan Theala Enterprises. Selepas kepergian Damian, Elena mengamuk di dalam ruang kerjanya. Berkas-berkas yang tadinya tersusun rapi di atas meja berhamburan di atas lantai yang dingin. Raut wajahnya yang cantik menunjukkan ekspresi mengerikan karena penghinaan. “Damian Galen, kau akan menyesal sudah melakukan ini padaku!” *** Dalam perjalanan pulang dari perusahaan Theala Enterprises, Damian tidak langsung kembali ke rumah. Pria itu duduk di depan minimart dengan wajah kosong dan putus asa. Di depannya di atas meja, kaleng kopi yang habis isinya berubah remuk akibat pria itu cengkeram sebagai pelampiasan kemarahan. Bagi pria itu, hari ini merupakan hari tersialnya sepanjang dia hidup. Bukan saja dia tidak berhasil mendapatkan pekerjaan, yang ada dia malah bertemu dengan wanita cantik jelmaan setan. Damian mendongakkan kepala memandang langit cerah di atasnya. Dia tidak menyangka jika kebohongannya akan status lajangnya yang dia tulis di resume itu menjadi bumerang baginya saat ini. “Berengsek! Kenapa juga aku harus bertemu wanita licik mirip rubah itu!” Damian bertanya dengan marah. Seorang wanita yang dia puji karena kecantikannya tadi tak lain hanyalah jelmaan rubah licik yang pandai memanipulasi keadaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN