Antara Rasen, Safira dan Taksa

1703 Kata
Melihat kepergian perempuan yang sempat ditabraknya itu, Rasen lantas hanya menggedikan bahunya saja merasa tak acuh. Lalu kemudian, ia pun kembali melanjutkan langkahnya tanpa berniat untuk mengejar atau bahkan mengisengi lagi perempuan berwajah jutek tadi. Menelusuri setengah lorong yang mengarah ke areal kantin utama, pemuda itu lantas bersiul-siul ringan sambil mulai merogoh ponselnya yang bersemayam di dalam saku celananya. Sampai setelah ponselnya berada di genggaman, barulah Rasen pun mulai memasuki aplikasi obrolan dan menjelajah di dalam grup obrolan yang diketuai oleh teman karibnya yang bernama Taksa. R4sen : Woi, Sa! @Taksa Kumpulin anak-anak biar pada ngumpul di kantin yok! Ada yang perlu dibahas nih buat battle kita sama kampus sebelah. Tanpa melirik ke kanan dan ke kiri, Rasen pun tampak terfokus dengan tarian lincahnya kedua ibu jarinya di atas keypad ponsel yang dipeganginya. Tak lama dari dirinya yang mengirimkan sebuah komando dengan tak lupa menekan tag name kontak Taksa, perlahan-lahan anggota yang lain pun mulai bermunculan saling bersahutan. Giri : Ya elah, Bos! Lu yakin lagi gak salah kirim? Kita-kita kan bisa liat meskipun lu cuma tag nama si Taksa doang. Berasa kita jadi bayang2 doang aja nih efeknya. Tak kasat mata euy! Opik : Sedang mengetik... Satria : Iya nih. Padahal kalo mau ngomando mah langsung aja kali ya umumin tanpa perlu tag satu nama doang. Plis, jangan ada pengecualian di antara kita! Giri : @Satria paan sih nih bocah. Kumat deh lebaynya. Udah buruan otewe kantin, lu mau gue gorok pake catokan kuku? Satria : Lah! Mana bisa ngegorok pake catokan kuku. Gak sekalian pake garpu aja, Mas? @Giri Dan masih banyak lagi sahutan demi sahutan yang memenuhi ruang obrolan Grup Chat WA yang dinamai dengan GC- Anti Kampus Sebelah. Rasen merasa tidak perlu menggubris kericuhan anak-anak buahnya. Toh, nanti pun mereka bakalan ketemu di kantin jika sebelumnya sudah cek isi grup. Maka dengan cepat, Rasen pun memasukkan ponselnya lagi ke dalam saku seperti semula, dan sementara itu ia pun sigap bergegas menuju ke arah kantin utama yang tak lama lagi berhasil dicapainya. Akan tetapi, sebelum sempat Rasen tiba di pintu kantin, tahu-tahu seseorang tampak berlari ke arah dirinya dan berhasil telak mengadang ayunan kakinya yang tinggal beberapa langkah saja mencapai pintu kantin. Mendapati sosok Safira yang tiba-tiba berdiri tegap sambil merentangkan kedua tangannya di hadapan Rasen, dalam sekejap pemuda itu pun menghentikan langkahnya sebelum ia benar-benar menabrak tubuh Safira menggunakan tubuhnya yang kekar. "Fir, ngapain sih?" lontar Rasen berkacak pinggang. Menatap cewek di hadapannya dengan pandangan yang begitu muak. "Aku mau protes!" ujar Safira memberengut, tanpa berniat menurunkan rentangan kedua tangannya yang ia gunakan sebagai pengadang Rasen. "Protes apaan?" tanya pemuda itu mendecak. Entah apa masalah cewek inu. Gak ada angin, gak ada hujan, tahu-tahuan aja bilang mau protes. "Kemarin kamu ke mana? Aku kan udah ingetin kamu buat dateng jemput aku jam 7 malam. Terus, kok kamu gak muncul-muncul sih?" ujar Safira mendengkus kesal. Kentara sekali bahwa ekspresi wajahnya saat ini sedang menampakkan sebuah kekesalan. "Lah, siapa elo? Emangnya lo majikan gue yang bisa merintah gue ini itu apa!" tukas Rasen tak habis pikir. Dikiranya dia bersedia untuk memenuhi permintaan cewek itu kali ya. Lagipula, siapa yang mau sih dijajah sama ni cewek satu. "Raseeeen, aku kan pacar kamu! Kamu lupa?" teriak Safira melengking. Sampai-sampai Rasen harus menutup kedua telinganya dulu karena tidak ingin gendang telinganya mengalami kerusakan setelah mendengar lengkingan supermemekakkan dari suara cewek di hadapannya. "Pacar dari Hongkong! Emangnya kapan gue nembak lo? Gak usah ngimpi deh, Fir. Lagian nih ya, mau sampe kapan sih lo berkhayal terus kalo gue ini pacar lo. Sadar! Bangun deh kalo bisa. Gak usah mimpi mulu. Mendingan lo mimpi jadi model ternama kek dibanding mimpi jadi pacar gue. Percuma. Gak akan kesampean!" tandas Rasen sedikit nyelekit. Tapi memang benar sih, karena sampai lebaran monyet sekalipun, Rasen gak bakalan pernah tuh mau ngejadiin Safira pacarnya. Iya sih, dia memang punya tampang yang gak bisa dibilang jelek. Dia cantik. Banyak tuh cowok-cowok sekampus yang rela dijajah sama dia hanya demi ingin diperhatikan sama Safira. Tapi ya gimana, sayangnya Rasen bukan salah satunya. Jadi menurut Rasen, mending gak usah kebanyakan mimpi deh! Toh, ujung-ujungnya cuma bikin nyelekit hati doang. "Sen, kamu kok jahat sih! Kamu lupa pas malam minggu kemarin kamu nyatain cinta sama aku? Kalo kamu beneran lupa, aku sanggup kok buat ingetin kamu soal itu!" ujar Safira tetap bersikeras. "Malam minggu apaan sih? Lo ngigau ya, Fir. Udah ah, males gue banyak nyingnyong sama cewek gak jelas semacem lo ini. Minggir ah, gue laper. Perut gue udah minta jatah nih," ucap Rasen sambil bersiap menyingkirkan Safira dari hadapannya. Namun dengan sigap, cewek itu bahkan tidak akan membiarkan Rasen menghindarinya lagi meski apapun yang terjadi. "Gue berani buktiin kalo lo pernah tembak gue pas malam minggu kemarin!" cetus Safira lagi keukeuh. Membuat Rasen lantas mendesah kasar, hingga dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Di sela Safira yang tampak sibuk mengotak-atik ponselnya, tiba-tiba saja seseorang datang menginterupsi yang seketika membuat Rasen merasa terselamatkan. "Woy, Sen! Gue pikir lo udah masuk kantin. Kok, masih di sini aja?" tegur Taksa yang baru datang menghampiri. Dalam sekejap, Rasen pun mengembuskan napasnya lega di kala melihat kedatangan Taksa, sahabatnya. "Untung lah lo dateng, Sa. Ini nih, masa dia ngotot kalo gue pernah tembak dia malam minggu kemarin. Mana pernah coba? Ada h4srat aja enggak gue sama dia. Coba deh lo jelasin, gue udah capek banget soalnya. Berkali-kali gue jelasin, tapi ni cewek gak paham-paham juga. Yakali deh gue harus gunain bahasa sekebon binat4ng biar dia ngerti. Kan lucu nantinya, masa iya gue harus uk ak uk uk kayak tenyom!" cerocos Rasen pada sohibnya. Sementara itu, Taksa pun melirik ke arah Safira yang masih saja sibuk dengan ponselnya. Sampai pada saatnya tiba, Safira pun seolah sudah siap untuk memperlihatkan sebuah bukti yang sempat dikatakannya kepada Rasen. "Nih kalo lo masih gak mau ngaku! Gue sempet simpen kok tangkapan layarnya pas lo nembak gue. Sengaja juga gue abadikan, biar jadi bukti kalo-kalo lo belaga lupa pernah nembak gue." Sambil menunjukkan layar ponselnya, Safira pun masih mengotot bahwa Rasen pernah memintanya agar ia mau jadi pacarnya melalui pesan yang dikirimkannya. Untuk sesaat, Rasen menekuni setiap obrolan yang dia temukan dalam tangkapan layar tersebut. Akan tetapi, tetap saja Rasen tidak merasa bahwa ia pernah nembak Safira di kala itu. Lagipula kalau tidak salah ingat, malam minggu kemarin ia tidak kebanyakan main ponsel. Yang ada, dia malah asik bermain kartu uno bersama dengan Giri dan yang lainnya. "Lo inget kan sekarang kalo lo pernah nembak gue!" seru Safira tersenyum penuh kepuasan. "Bisa aja itu rekayasa lo." "Maksud lo?" pekik Safira mengernyitkan dahi "Ya bisa aja kan lo pura-pura namain kontaknya siapa gitu pake nama gue. Terus lo adain chat semodel gitu tuh biar seakan-akan gue beneran pernah nembak lo di malam itu. Tapi sumpah deh, gue gak pernah ngerasa. Kalo pun emang gue ada niatan mau nembak lo, mana mungkin sih gue nembak lewat chat kayak gitu. Berasa gak ada nyali amat gue segala nembak cewek lewat chatingan receh kayak gitu. Udah ah, gue tetep gak mengakui karena gue emang gak ngerasa ngelakuin itu. Lo nya aja kali yang kelewat ngebet sama gue, jadilah lo bikin rekayasa semacam itu. Klasik banget sih cara lo!" tutur Rasen geleng-geleng kepala. Safira yang merasa tersinggung akan perkataan Rasen pun lantas menunjukkan muka kesal bercampur marahnya. Pasalnya, ia bahkan tidak sedang berbohong saat ini. Tapi Rasen, cowok itu masih saja bersikeras menampik soal dirinya yang pernah menembak Safira melalui ruang obrolan pribadi di antara mereka. Jika bukan Rasen, maka siapa lagi? Safira sendiri yakin kok kalau itu Rasen. Toh, memang itu beneran nomor Rasen! "Ehem!" Mendadak, Taksa pun berdeham cukup kencang. Menginterupsi kembali perseteruan yang terjadi di antara Rasen dan Safira. "Sori nih sebelumnya. Gue mau mengakui dosa sebelum dihukum Tuhan," celetuknya tiba-tiba. Untuk beberapa saat, Rasen pun hanya menatap sohibnya itu dengan pandangan 'dosa sejenis apa yang lagi lo maksud?' Begitupun dengan Safira. Mendengar Taksa angkat bicara, entah kenapa dia menjadi tak enak hati. Mengingat Taksa adalah teman karib Rasen, bisa jadi kalau dia-- "Sebenernya, yang nembak lo di chatnya si Rasen itu gue, Fir. Maaf ya, gara-gara gue yang gak punya nyali buat nyatain cinta sama lo, jadilah gue sabotase hapenya si Rasen di malam minggu kemarin. Sori banget, Sen. Pas lo lagi anteng main uno sama anak-anak, gue emang sempat mainin hape lo. Dan itu, gue chatingan sama Safira tanpa mengaku kalo yang chat dia itu adalah gue. Sekali lagi, maafin gue ya, guys. Terutama sama lo, Fir... Gue--" "STOP!" Lengkingan Safira kembali menyeruak. Seusai mendengarkan pengakuan konyol yang diutarakan Taksa, kini Safira pun benar-benar merasa terhina oleh perlakuan cowok yang dikenal sebagai pawangnya Rasen. Ya, Safira merasa syok karena ternyata bukanlah Rasen yang nembak dia di malam minggu itu. Melainkan Taksa. Sahabat dekat Rasen yang udah lancang mainin hape Rasen dan ngechat Safira tanpa mikir-mikir dulu. Mungkin bagi Rasen, kelakuan Taksa itu cuman sebatas candaan receh doang. Tapi di mata Safira, perlakuan Taksa benar-benar gak berahlak karena secara tidak langsung, dia udah mempermainkan perasaan Safira yang sudah telanjur percaya bahwa yang nembak dia itu adalah Rasen yang sebenarnya. Diiringi dengan muka merah menahan marah, Safira pun beringsut ke hadapan Taksa dan plak! Satu tamparan telah ia daratkan dengan sempurna di pipi kanan Taksa. Membuat Rasen memelotot horor dan setelah itu Safira pun memilih pergi tanpa berkata-kata lagi. Sementara sepeninggalnya Safira yang berlari kencang menjauhi areal kantin, Rasen pun menatap Taksa dengan pandangannya yang tercampur aduk. Antara kesal juga iba, Rasen lantas menghela napas dan berkata, "Makanya, lain kali kalo mau bertindak itu mikir-mikir dulu! Lagian kok bisa sih lo ada pikiran kayak gitu. Lo nembak si Fira tapi pake nama gue? Lo gak mikir ke depannya kayak apa? Lihat kan barusan reaksinya. Baru sekali dia nampar lo. Kapan-kapan kalo lo teledor lagi kayak gitu, mungkin bisa aja tuh si Fira nyewa tukang pukul bayaran buat bikin lo bonyok. Gue kesel sih sama lo, tapi kasian juga pas liat lo kena tampar barusan. Udah, mending kita masuk kantin yok! Nanti sekalian minta es batu sama Mbak Yati. Gue rasa tamparannya bikin pedes pipi lo tuh. Merah gitu, aw!" celoteh Rasen bergidik. Lalu dengan segera ia pun menggiring sohibnya itu untuk melangkah masuk ke dalam kantin di tengah penyesalan Taksa yang sudah bertindak gegabah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN