Saat ini Melodi sudah berada di gedung apartemennya Semesta. Ia langsung memencet password-nya karena memang kekasihnya itu membebaskan Melodi untuk keluar masuk.
Setelah pintu terbuka, Melodi mencari Semesta dan Nada, tetapi kosong, tidak ada satu pun orang di sini. Melodi langsung masuk ke kamar ke Semesta, kosong juga.
Mata Melodi terfokus pada keranjang pakaian kotor yang ada di sudut kamar. Ia langsung mendekat untuk memastikan apakah itu bajunya Nada, karena sangat familiar sekali.
Mata gadis itu melotot sempurna, bahwa pakaian yang ia pegang adalah milik Nada. Napasnyaa tercekat, dadanya begemuruh hebat, jantungnya seakan berhenti berdetak, mengetahui fakta bahwa adiknya berselingkuh dengan kekasihnya.
Melodi langsung menyeka air mata yang tak sengaja jatuh, ia tidak ingin menangis, tetapi ia tidak bisa menahan rasa sesak ini.
Melodi langsung menelepon Semesta, tetapi ponselnya tidak aktif, kemudian ia menelepon Nada, dan tidak aktif juga.
Sial.
Melodi melempar baju itu ke segala arah dengan perasaan kesal, ia tidak suka dikhianati seperti ini. Kesetiannya dibalas pengkhianatan, selama ini ia jaga hatinya untuk Semesta, namun laki-laki itu justru berselingkuh dengan adiknya sendiri. Ini adalah patah hati terbesar Melodi. Ia membenci kenyataan ini.
Lihat aja, Nada, kalau kamu terbukti merebut milikku, aku nggak akan tinggal diam, dan aku nggak akan biarkan Semesta memilihmu.
Melodi langsung keluar apartemen Semesta dengan perasaan sedih, marah, dan kecewa, semua bercampur menjadi satu. Ternyata rasanya dikhianati sesakit ini.
***
Semesta mengajak Nada ke kawah putih, Bandung, karena gadis itu ingin sekali merasakan indahnya alam, sudah bosan dengan mall atau pun yang menyangkut dengan perkotaan, sesekali ingin melihat dunia luar. Tetapi sebelum itu mereka sudah mempir di distro untuk membeli pakaiannya Nada.
"24 jam with Nada, hm?" Semesta memegang tangan Nada dengan tangan satunya. Satunya sibuk mengendalikan setir.
"Gak pegal apa pegang tangan aku terus?"
Aneh memang, ketika semobil dengan Melodi, Semesta tak pernah melakukan ini, tetapi lain hal jika bersama gadis di sebelahnya ini, kalau tidak bergenggaman sambil menyetir rasanya ada yang kurang, ah sedikit lebay memang, atau bisa dikatakan bucin, tetapi itulah yang dirasakan oleh Semesta. Kehadiran Nada membawa pengaruh untuk kehidupannya.
"Pegal-pegal enak, Nad, kalau enggak genggam gini, rasanya kayak ada yang kurang."
Nada terkekeh pelan, ia selalu suka dengan perlakuan yang seperti ini, sangat manis, dan bisa membuatnya semakin jatuh cinta. Namun, lagi-lagi kenyataan membuatnya tersadar, Semesta bukan milik gadis itu seutuhnya, semua orang tahu kalau Semesta adalah milik Melodi, entah apa yang dikatakan orang-orang jika tahu kalau Nada telah rela berselingkuh dengan Semesta.
Ah, persetan dengan pendapat orang lain, yang jelas Nada senang bisa memiliki Semesta, dan bahagia di dekat laki-laki yang dicintainya.
"Ta, sebelum masuk tol, beli minum dulu ya, aku haus."
"Oh iya, depan ada toko."
Semesta langsung memberhentikan mobilnya, dan segera turun ke toko tersebut. Sementara Nada langsung menyalakan ponsel Semesta, segera mengganti password-nya dengan tanggal jadian mereka, bukan lagi tanggal jadiannya dengan Melodi.
Sorry ya, Kak Mel. Kali ini aku harus egois.
Setelah itu ia menonaktifkan lagi, dan meletakkan ponselnya di atas dashboard.
"Nih, aku beli banyak camilan juga," ujar Semesta setelah masuk ke mobil dan memberikannya ke Nada.
"Makasih, Sayang." Nada langsung membuka tutup botol dan meneguknya hingga tersisa setengah. "Segar, tadi haus banget."
Semesta kembali melajukan mobilnya, perjalanan mereka masih panjang untuk sampai ke tempat tujuan.
"Ta, tadi aku ganti password hape kamu, pakai tanggal jadian kita. Ngga apa-apa, kan?"
Semesta terdiam sejenak, kemudian mengangguk. "Iya nggak apa-apa." Kemudian Semesta melanjutkan ucapannya. "Tapi kamu harus siap kalau suatu saat nanti kita harus pisah, karena perempuan yang aku nikahi tetap Melodi. Kamu udah tahu risiko dari hubungan ini, kan? Aku nggak bisa nikahi kamu dan Melodi secara bersaman."
Nada menahan sesaknya mendengar ucapan Semesta, ia sadar diri bahwa laki-laki itu hanya mencintai Melodi, bukan Nada, lagi-lagi ia harus membuka lebar-lebar pikirannya untuk menerima kenyataan ini.
Nada mengangguk. "Aku paham, tapi aku cuma pengin nikmati waktu yang ada sama kamu, sebelum kamu benar-benar sah sama Kak Melodi. Aku cuma pengin bahagia dengan caraku, itu enggak salah kan, Ta?"
Semesta tersenyum tipis. "Aku juga akan jadi pacar yang baik buat kamu."
Kapan ya, i love you-ku dibalas i love too sama kamu? Atau itu adalah hal yang mustahil, Ta?
***
"Apa? Nada selingkuh sama Semesta?" Pria setengah abad itu menggeram kesal, saat Melodi memberitahunya hal itu sambil menangis dalam pelukan ibunya, Ana.
Wira tidak suka saat anak anak kesayangannya sekaligus tulang punggung keluarga disakiti. Semenjak Melodi bekerja, gadis itu sudah tidak mengizinkan Wira atau pun Ana untuk mencari nafkah, karena gajinya cukup untuk membiayai kebutuhan satu keluarga, termasuk Nada.
"Dasar anak tidak tahu diri, biaya hidup dia itu dari kamu, dan sekarang dia malah menyakiti hati kamu, tunggu dia pulang, Ayah akan beri dia pelajaran yang setimpal." Wira menghela napas kesal. "Dia mau jadi jalang, hah? Tidur sama laki-laki, perasaan kita enggak pernah mendidik dia seperti itu!"
Sementara Melodi masih saja menangis di pelukan ibunya, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena rasa sakit hatinya amat besar. Ia kecewa dengan adik dan juga pacarnya.
Ana mengelus rambut anaknya. "Makanya, Nak, kalau Semesta ajak nikah itu langsung terima, jangan suruh tunggu, apalagi sampai dua tahun ke depan, kan kalian udah pacaran lama, bisa aja dia bosan nunggu kamu, akhirnya cari pelampiasan lain."
Melodi langsung melepaskan pelukannya dan menatap Ana. "Bunda, kenapa belain Nada? Bun, kalau bukan Nada duluan yang goda Semesta, pasti perselingkuhan ini nggak akan terjadi. Dan Nada tahu kalau Semesta adalah pacarku, calon kakak iparnya."
Ana menghela napas, lalu menyeka air mata Melodi. "Sayang, Bunda enggak bela Nada, Bunda cuma bilang, kamu cepatlah terima lamaran Semesta, biar dia jadi milik kamu seutuhnya. Dengar Bunda, Semesta selingkuh itu bukan karena dia udah nggak cinta sama kamu, dia cuma butuh hiburan aja, namanya juga laki-laki yang lama digantungin. Jadi, caranya adalah kamu menikah dengannya, dan otomatis dia akan lepasin Nada."
Melodi bimbang, ia tidak ingin Semesta mendua, tetapi ia juga belum ingin nikah secepat ini, ia belum siap mengurus rumah tangga, belum lagi kalau di antara mereka ada bayi nantinya. Sumpah demi apa pun Melodi belum siap menikah.
"Apa yang Bunda bilang itu benar, Mel, menikahlah dengan Semesta, biar dia enggak nyeleweng," ujar Wira.
Melodi berpikir sejenak. "Apa itu bisa jadi jaminan kalau Semesta bakal setia, Bun, Yah?"
Ana mengangguk. "Dulu ayahmu waktu pacaran sama Bunda pacarnya di mana-mana, tapi ayahmu cuma cinta sama Bunda, terus setelah kami menikah, ayahmu enggak pernah selingkuh lagi."
Wira menaikkan sebelah alisnya. "Kata siapa? Selingkuh kok, tapi enggak ketahuan aja."
"AYAH!" teriak Ana, the powet of emak-emak.
Wira langsung merangkul istrinya. "Bercanda, Bun, setia banget. Setiap tikungan ada maksudnya."
"AYAH!"
Wira langsung tertawa melihat ekspresi kesalh sang istri, menggoda istrinya masih menjadi hobi Wira sampai saat ini.
Semoga aku sama Semesta juga bisa seawet ayah dan bunda.
***
"Ta, gendong aku," ujar Nada dengan nada manja, ia ingin mengelilingi pantai ini sambil digendong seperti anak kecil. "Please ...," rengeknya yang membuat Semesta luluh dan segera berjongkok.
"Naik."
Tak menyia-nyiakan kesempatan itu, Nada pun langsung naik ke punggung Semesta, untung saja gadis ini tidak terlalu berat, jadi Semesta masih kuat menahan bebannya.
"Kalau capek bilang ya, Ta, biar aku turun."
Semesta terus melangkahkan kakinya di atas pasir putih, ini adalah pengalaman pertamanya ke pantai bareng pacar, kalau pacar Semesta yang sebelumnya, termasuk Melodi, tidak mau diajak ke alam, karena panas, dan bikin kulit hitam, mending ke mall untuk nonton, shopping, atau makan.
"Nad, ini panas, kamu nggak takut hitam?"
Nada menggeleng. "Enggak, kenapa harus takut? Aku kan tetap cantik walaupun hitam." Nada kembali berucap, "Ya walaupun, lebih cantik Kak Melodi, sih."
"Cantikan kamu daripada Melodi, aku serius."
Wajah Nada langsung memerah mendengar ucapan Semesta.
"Pernah dengar istilah, adik lebih cantik dari kakaknya, kan? Nah, itu terjadi sama kamu dan Melodi."
Semesta ini aneh, katanya sayang Melodi, tetapi malah puji cewek lain.
"Ta, mandi laut, ayo."
"Kamu serius?"
Nada pun langsung turun dari punggung Semesta, lalu menarik laki-laki itu ke laut.
"Astaga, Nad, ini benar-benar gila."
Semesta tertawa dengan tingkah konyol gadis ini. Bersama Nada, ia merasakan dunia baru yang belum ia tapaki, ia merasakan kebahagaiaan dan keindahan yang belum pernah ia rasakan.
"Nada sayang Semesta ...." Tidak peduli banyak orang yang mendengar, ia meneriaki nama laki-laki itu dengan lantang, tetapi Semesta hanya bergeming. "Yah, sayangnya aku enggak dibalas."
Semesta langsung menarik Nada ke dalam pelukannya, lalu berbisik. "Semesta juga sayang Nada." Ucapan Semesta sukses menghadirkan senyuman di bibir Nada.
"I wanna kiss you," bisik Semesta lagi yang diangguki oleh Nada.
Lalu Semesta menarik tengkuk Nada, dan gadis itu mengalungkan tangannya di leher kekasihnya, mereka menikmati permainan yang semakin intens itu. Kisah mereka saat ini disaksikan oleh pasir putih, ombak, langit, laut luas, dan beberapa pasang mata.
Rasanya Nada ingin menghentikan waktu saat ini juga, ia belum siap menerima kenyataan kalau Semesta nantinya bersama Melodi, dan membiarkan dirinya jatuh ke dalam lembah curam, hingga Nada merasakan sakitnya ditinggalkan oleh lelaki yang dicintai.
"Ta, don't leave me," ujar Nada setelah mereka melepaskan ciuman itu.
"Jangan laksa aku untuk bertahan, karena kamu tahu sendiri jawabannya."
Raut bahagia kini tergantikan oleh raut kecewa, Nada berusaha tetap tersenyum. "Oke gapapa."
Aku memang sayang kamu, Nad, tapi sayangku ke Melodi jauh lebih besar, maaf kalau akhirnya kamu yang harus terluka dan berkorban.
***