Riana mengantar piring terakhir ke temannya yang hari ini mendapatkan giliran bertugas di pantry. Di kafe milik Jaka ini, semua pegawainya mendapatkan giliran bertugas pada semua posisi. Jaka beranggapan semua pegawainya harus merasakan semuanya, biar mereka tidak ada yang merasa lebih dari rekan yang lainnya, karena menurut Jaka mereka semua sama.
Riana mendudukkan badannya di atas kursi yang ada di dapur. Dilepasnya flatshoes yang dikenakannda dan ia memijat-mijat kakinya yang terasa lelah. Riana yang baru saja sembuh dari sakitnya, merasa sedikit lelah. Ia hendak merebahkan badannya di atas tempat tidurnya.
Sementara itu, Jaka datang ke kafe untuk mengecek pembukuan hari ini, memang Jaka akan datang setiap malam Rabu dan minggu untuk mengecek pembukuan kafe, tetapi kalau tidak sempat ia akan memnaggil Tomi untuk datang ke rumahnya melaporkan pembukuan kafe.
Jaka mengetuk pintu ruangan Tomi dan bertanya, “Bagaimana keadaankafe malam ini?”
“Seperti biasa Bos!, semuanya normal. Tunggu, sebentar lagi Saya akan menyelesaikan pembukuan ini.” Tomi melanjutkan menghitung angka-angka pada buku catatan keuangan kafe.
“Bagaimana dengan pegawai yang baru masuk tadi pagi?, apakah ia membuat kekacauan dan apakah ia baik-baik saja, karena ia baru saja sembuh dari sakit.”
Tomi meletakkan pulpen dan kalkulator di atas meja, lalu menyorongkan pembukuan keuangan kafe kepada Jaka. Jaka pun menerimanya, sambil memeriksa cataan keuangan hari ini dan beberapa malam sebelumnya dengan teliti, Jaka mendengarkan penjelasan Tomi.
“Gadis itu bekerja dengan baik, ia tidak membuat ulah atau kesalahan sama sekali. Gadis itu belajar dengan cepat dan juga mudah memahami apa yang menjadi tugasnya dengan baik. Ia tidak kelihatan, seperti baru saja sembuh dari sakit. Gadis itu terlihat bersemangat sekali dalam menjalankan tugasnya.”
“Hmm, senang mendengarnya. Sekarang di mana gadis itu?” Tanya Arjuna.
“Mana Saya tahu, Bos. Saya dari tadi berada di dalam sini.” Sahut Tomi.
Jaka mendongak dari buku kas yang dipegangnya dan menoleh ke arah Tomi, “Saya sudah selesai memeriksa catatan keuangan.” Jaka mengembalikan buku kas tersebut kepada Tomi.
Jaka kemudian ke luar dari ruangan Tomi dan mencari keberadaan Riana untuk mengajaknya pulang. Dilihatnya Riana sedang duduk di atas sebuah kursi, sambil memijit-mijit kakinya.
“Kenapa kakimu?, bukannya yang sakit itu kepala dan badanmu, kenapa kamu malah memijit-mijit kakimu?” Tanya Jaka.
Riana mendongakkan wajahnya yang sedang membungkuk, “Pak Jaka!, Bapak mengagetkan Saya saja. Memang yang sakit kemarin kepala dan badan Saya Pak, tetapi karena ini adalah hari pertama Saya bekerja dan Saya masih belum terbiasa berjalan bolak-balik, juga berdiri untuk waktu yang lama, makanya kaki Saya jadi sakit.”
“Apakah kamu sudah selesai melaksanakan tugasmu, sehingga kamu bisa dengan santainya duduk dan memijit kakimu?”
“Maaf Pak, Saya sudah menyelesaikan tugas Saya dan kalau Bapak tidak percaya, silahkan saja Bapak bertanya kepada pegawai kafe yang lainnya.”
“Baiklah, Saya percaya dengan kamu. Sekarang, ayo kamu bersiap kita pulang bersama-sama. Saya tunggu kamu di depan.” Kata Jaka, sambil membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan dapur.
Riana yang sudah menyelesaikan tugasnya pun berjalan menuju ke ruang ganti untuk mengganti seragam kafe yang dikenakannnya dengan pakaian yang tadi dikenakannya sewaktu datang. Setelah itu ke luar dan berpamitan dengan teman-temannya yang juga bersiap untuk pulang.
Teman-teman Riana menatap heran ke arah Riana yang pulang bekerja dengan menumpang mobil pak Jaka, pemilik kafe tempat mereka bekerja. “Ada hubungan apa antara Riana dengan pak Jaka?” Kata salah seorang pegawai kafe.
“Saya juga tidak tahu, ada hubungan apa diantara mereka berdua.” Sahut salah seorang teman Riana.
Ketika keduanya sudah masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman mereka, Jaka menyalakan mesin mobil dan menjalankannya menuju ke penginapan.
Untuk menemani perjalanan mereka, Jaka memutar musik denagn lagi slow rock Barat tahun 90an. Jaka menolehkan wajahnya ke arah Rina dan berkata, kalau ia hanya hari ini saja mengantar dan menjemput kami, selanjutnya kamu bisa berpikir sendiri bagaimana carany.”
“Bapak tenang saja, saya sudah menemukan tempat kos yang tidak jauh letaknya dari kafe. Saya berjalan kaki, saja nanti dari kost-an ke kafe..”
Begitu mereka turun dari mobil, Riana melihat seorang wanita dengan usia yang sudah tidak muda lagi, tetapi tetap terlihat cantik.
Jaka mencium punggung tangan wanita itu dan memanggilnya dengan panggilan ibu. Dalam hatinya Riana berucap, ternyata ibu pak Jaka cantik sekali, pantas saja anaknya ganteng, tetapi sayangnya sedikit jutek.
Riana memperhatikan dengan diam, interaksi antara Jaka dengan kedua orang tuanya. Ia merasa iri dengan pertunjukan kasih sayang, antara Jaka dengan ibunya.
Dalam hatinya, Riana berharap, seandainya saja ibunya mau memperlakukannya seperti itu, ia akan merasa sangat berbahagia
Jaka menoleh ke arah Riana, yang semenjak tadi hanya diam saja. ia lalu mengajak Riana untuk berjalan mendekat ke arahnya dan kedua orang tuanya.
Riana pun berjalan mendekati keduanya dan berkata, “Selamat malam, Bu!. Saya Riana, salah seorang penghuni penginapan Ibu dan juga pegawai kafe pak Jaka.” Riana menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan ibu Jaka, sama seperti Jaka, iapun mencium punggung tangan ibu Jaka yang bernama, Karina.
Riana kemudian pamit undur diri untuk masuk ke dalam kamarnya, Karina pun mempersilahkan Riana untuk masuk ke dalam kamarnya.
Begitu Riana sudah tidak terlihat lagi, Karina memukul pelan lengan Jaka dan berkata, “Kamu suka ya, dengan gadis itu. Ibu bisa melihatnya dari cara kamu menatap gadis itu. Ibu senang, kalau kamu sudah bisa move on dari kisah cinta masa lalumu yang berakhir dengan tidak baik.”
“Sudahlah Bu!, jangan ungkit lagi kenangan masa lalu. Saya dan Riana, tidak memiliki hubungan apapun. Saya hanya merasa kasihan saja kepadanya yang sedang membutuhkan pekerjaan dan kebetulan kafe Jingga milikku sedang kekurangan pegawai.”
“Terserah kamu sajalah, selama kamu bahagia menjalani hidupmu.” Ibu dan anak itu kemudian berjalan lurus di sepanjang lorong dan masuk ke dalam sebuah bangunan induk, yang menjadi tempat tinggal mereka dan terpisah dengan penginapan.
Karina dan Jaka masuk ke dalam ruangan tersebut dan berpisah. Jaka masuk ke dalam kamarnya, sementara ibunya pergi ke ruang tengah menemani ayahnya yang sedang menonton televisi.
Jaka masuk ke dalam kamarnya dan mencuci wajahnya, setelahnya ia melepas kemeja dan celana bahan yang dikenakannya dan menggantinya dengan kaos pas badan dan celana bokser.
Ia lalu merebahkan badannya ke atas tempat tidur dan matanya memandang langit-langit kamar, ia teringat dengan perkataan ibunya, ‘Move on,’ benarkah ia sudah berhasil ke luar dari jeratan kisah cinta masa lalunya yang kelam. kisah cintanya yang berakhir dengan tragis dan membuatnya hampir kehilangan semangat hidup.
Jaka membuka laci yang ada di samping tempat tidur dan mengambil sebuah potret yang sudah lama tersimpan di dalam laci tersebut dan dengan sengaja ditimbun banyak berkas, agar ia tidak melihat dan mengingatnya kembali, tetapi entah mengapa malam ini. Ia justru mengingat dan memiliki keinginan yang kuat untuk melihat kembali potret wajah mantan kekasihnya yang sudah berkhianat.
Jaka menatap wajah cantik dalam pigura yang berukuran delapan R tersebut, gadis dalam potret itu terlihat begitu polos dan memancarkan aura bahagia yang mempengaruhi orang di sekitarnya.
Jaka mengelus potret tersebut dan menatap miris, “Mengapa kamu tega mengkhianati cinta kita?, apa yang salah denganku, sehingga engkau berpaling dengan orang yang sangat kukenal. Apa yang menyebabkan cintamu menjadi hilang kepadaku?, apa yang sudah kulakukan, sehingga membuatmu berpaling?. Sialan Ju!, mengapa kamu tidak mau menjawab semua pertanyaan dariku, pada saat terakhir kita bertemu dan membuatku bertanya-tanya seperti ini!” Gumam Jaka di dalam kamarnya dengan kesal, kepada potret yang hanya diam saja tidak bisa menjawab pertanyaannya.