Hari jadian (6)

1658 Kata
                                                                            Aku tak apa bila kamu terus nenyakitiku, tapi tolong berjanji, jangan pernah pergi dariku, selangkah pun.                                                                             ---             Entah apa yang dipikirkan Aluna hingga ia mengeluarkan kata-kata seperti itu kepada Andre, Andrean Hanif, kekasihnya, sahabatnya itu. Aluna tahu ia tengah terbawa emosi, Aluna menyalahkan Andre atas musibah yang baru saja menimpa dirinya hari ini, padahal itu semua kan Kuasa yang di Atas, kenapa jadi Aluna menyalahkan Andre, lagi pula Andre tidak ada menyuruh Aluna untuk menyebrang jalan, itu semua karena kecerobohannya sendiri, dan Aluna semakin menambah memperburuk keadaan, padahal Andre saja kekeh untuk mengantarnya, untuk memperhatikannya untuk bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, tapi Aluna terlalu keras kepala, terlalu menganggap bahwa dirinya baik-baik saja, dan yang paling tersakiti, Aluna terlalu merasa Andre kurang memperhatikannya hingga ia ngambek dan marah seperti ini. Aluna memijit pelipisnya pelan, kenapa ia jadi berubah seperti dulu, seperti sifat kekanakanakannya yang Aluna kira sudah hilang dari dirinya itu.             "Kayaknya aku harus minta ma’af sama Andre deh," gumam Aluna kecil kepada dirinya sendiri, memberikan ide kepada dirinya sendiri. Tentu, tentu Aluna harus meminta ma’af kepada Andre, ini semua salahnya sendiri, Aluna menjentikkan jarinya, saat ia mempunyai ide untuk membujuk Andre agar tidak marah dengannya lebih tepatnya karena ia memang ingin melakukan sesuatu untuk laki-laki itu sebagai menebus rasa bersalahnya, dan juga hari ini bertempatan dengan hari jadiannya dengan Andre selama satu tahun.             Satu tahun sudah ia menjalin hubungan dengan laki-laki itu, semuanya terlihat biasa saja, semuanya terlihat baik-baik saja, padahal Aluna sendiri tahu, banyak sekali perubahan yang terjadi setelah kejadian itu, yang berarti kejadian itu sudah berlalu selama tiga belas bulan, ya, satu bulan setelah kejadian itu Aluna memutuskan untuk menerima perasaan Andre, yang mengatakan bahwa ia menyukai Aluna.             Senyum Aluna sangat mengembang saat ia turun dari kamarnya, menuju dapur, ia berniat membuat kue, kue coklat kesukaan Andre, sebagai tanda perminta ma’afan kepada laki-laki itu. Senyum manis Aluna luntur seketika karena tidak menemukan tepung yang berada di dalam lemari dapurnya. "Bi," teriak Aluna mencari Asisten rumah tangganya.             Bi Inah datang dengan berlari kecil, beliau sudah tidak heran lagi saat Aluna jam segini berada di dapur untuk memasak, karena hobi perempuan itu memang memasak. "Kenapa Non?" Tanya Bi Inah saat ia sudah berada di depan Aluna.             Aluna mengerucutkan bibir saat ia memandang lemari yang biasanya tersusun tepung untuk ia membuat kue, habis.             Bi Inah mengangguk paham atas apa yang dimaksud oleh Aluna. "Biar Bibi beliin," jawab Bi Inah, tentu ini semua tugasnya, tugasnya sebagai Asisten di rumah Aluna.             Aluna menggeleng, lalu menyentuh punggung tangan Bi Inah agar perempuan itu tidak melakukan apa-apa, Aluna sebenarnya memang ingin keluar, lama sekali rasanya ia tidak menghirup udara luar, dadanya lagi sesak, ia membutuhkan udara yang segar, terlebih kejadian ini terasa jarang sekali, ia merasa bahwa ia akan jarang sekali kuluar sendirian tanpa Andre yang pergi bersama dengan dirinya, kalau mereka tengah baik-baik saja, Andre pasti akan merengek untuk mengantar perempuan itu, tapi kali ini Aluna melakukannya sendiri.             Bi Inah menganggukan kepala, lalu membiarkan Aluna berlalu begitu saja menuju kamarnya mengambil uang dan jaket untuk menutupi tubuhnya. Aluna melirikan matanya sebentar ke balkon kamarnya, yang bertempatan dengan balkon kamar Andre, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana, mungkin Andre ada di lantai dasar rumahnya, pikir Aluna.             Aluna terus saja menggeleng saat Pak Usman, selaku supir di rumahnya, menyuruhnya masuk ke dalam mobil pribadi yang dikhususkan buat Aluna, agar Aluna tidak berjalan kaki menuju supermarket yang ada di depan kompleknya. "Lebay ah Bapak," ucap Aluna lagi-lagi, ia baru saja memesan Gojek untuk mengantarnya ke depan komplek, entah kenapa Aluna hari ini tidak ingin merepotkan orang yang ada di rumahnya, lebih tepatnya tidak ingin melakukan hal-hal yang sering sekali ia lakukan.             Lebay? Mungkin terdengar lebay, karena di rumah Aluna tidak ada sepeda yang bisa digunakan agar Aluna dapat mengayuhnya, atau pun sepeda motor, ada sih, tapi sedang digunakan oleh satpam rumah Aluna, katanya izin mau pulang.             "Non yang lebay, dianter pakai mobil enggak mau, malah pesan gojek," sahut Pak Usman tak mau kalah, menjawab apa yang dilontarkan oleh Aluna tadi.             Aluna hanya terkekeh lalu melambaikan tangannya saat ia melihat seseorang yang mengenakan jaket berwarna hijau berada di depan rumahnya tentunya itu adalah Gojek yang ia pesan, Aluna akhirnya benar-benar naik gojek, menuju supermarket yang ada di depan komplek perumahannya itu.                                                                         ***             Aluna mengembalikan helm yang ia gunakan selama dari depan rumahnya ke depan Supermarket ini, ia melirik ke arah Bapak-bapak yang menerima helm itu saat Bapak-bapak itu berucap, "Bintang limanya ya Mbak," pintanya.             Tentun, tentu kepala Aluna ia anggukan pertanda ia mengerti, ia membalikan badannya dan memencet kelima bintang yang berada di handphonenya, apresiasi saat bapak-bapak itu melakukan pelayanan baik kepada dirinya. Saat masuk ke dalam supermarket itu Aluna langsung mendorong trolly, niatnya tadi hanya sebentar di sini, tapi rasanya kepalang tanggung karena Aluna ingin membeli stock bahan untuk kue, dan beberapa bahan lainnya untuk percobaan memasak nantinya.             Sekitar lima belas menit Aluna memutari Supermarket ini, trollinya pun hampir penuh, dan barang-barang itu kebanyakan berisi tepung, mentega, bubuk penyedap rasa, sampai beberapa cemilan yang harus ada di dalam lemari pendingin di rumahnya.             Aluna kembali mendorong trollynya saat ia melihat kasir yang tengah kosong, kasir di supermarket ini banyak, hingga jarang sekali terlihat ada yang meangantri, tapi matanya benar-benar hampir terbuka dengan lebar saat mendengar ucapan laki-laki yang suaranya sangat ia hapal, bahkan bisa berada di luar kepalanya, dengan mata tertutup saja rasanya Aluna tahu siapa pemilik suara itu.             "Ada lagi enggak Gres?" Tanya laki-laki yang tengah berasama dengan perempuan itu.             "Enghak ada deh Ndre," sahut perempuan yang berdiri di samping laki-laki itu.             Tentu mata Aluna membulat saat ke dua matanya mendapati Andre dan seseorang yang mengantri di sebelah kasirnya, jadi ini alasan kenapa Andre tidak membujuk dirinya saat Aluna ngambek? Andre sibuk dengan perempuan lain? Jadi ini alasan kamar Andre tadi tidak ada kehidupan sama sekali? Jadi, Andre di sini, dengan perempuan itu? Jadi perempuan itu alasan Andre membiarkan Aluna pulang sendiri dan tidak mengejarnya? Cih, dasar!             "Ada tambahan lagi Mbak?" Tanya kasir itu dan Aluna hanya menggeleng, ia menerima struk pembelanjaan dan bergegas keluar dari antrian itu setelah memasukan semua berlanjaanya kedalam trolly.             Mau tidak mau ia dan Andre bertemu di ujung kasir karena mereka sama-sama baru selesai untuk membayar pembelajaanya dan berjalan mengarah kelaur supermarket itu. Mulut Andre kelu saat melihat adanya Aluna di sana, sedangkan Aluna hanya tersenyum dan kembali mendorong keranjang belanjaannya untuk segera ke luar dari Supermarket siaalan ini, tempat yang membuat Aluna rasanya langsung pening.             Andre tahu mulut Aluna itu penuh tipu daya yang sangat banyak, mungkin Aluna tengah tersenyum kepadanya, tapi Andre tahu hatinya tidak akan baik-baik saja, Aluna pasti akan salah paham kepadanya.             "Itu bukannya Aluna ya, Ndre?" Tanya perempuan yang tengah menyendokan es krim berasa coklat itu ke mulutnya.             "Iya, Gresy."             Gresy menaikan alisnya setelah Aluna pergi begitu saja dari hadapan mereka bahkan perempuan itu tidak menegurnya sama sekali, padahal Gresy yakin bahwa Aluna melihat ia dan Andre dengan jelas, Gresy tahu dia itu Aluna, kata kabar yang beredar di sekolahnya, perempuan itu adalah pacar Andre, tapi Andre mau pun Aluna tidak pernah mengatakan apa pun tentang hubungan mereka, mengiyakan atau mendustakan hubungan mereka yang terdengar itu.             Gresy juga tercengan saat Andre dan Aluna hanya melempar senyum satu sama lain, biasanya mereka itu seperti perangko yang terus menempel dan tidak bisa dipisahkan, bahkan tidak sampai di sana, Gresy sendiri bingung saat Andre mengajaknya untuk pergi. "Lo enggak nyamperin dia?" Tanya Gresy kepada Andre, yang masih berdiri di dalam Supermarket, sedangkan Aluna tengah berada di luar sana, berdecak sebal menunggu Pak Usman untuk menjemputnya.             Aluna sangat menyesali pilihan awalnya yang tidak mengiyakan apa kata Pak Usman, kini Aluna kena sendiri kan? Kena melihat Andre jalan dengan perempuan lain.             Andre menatap Gresy dengan tatapan bertanya, “kalau gue nyamperin dia lo pulang sama siapa?” Tanya Andre akhirnya, ya, ia tadi yang menjemput Gresy, ia juga yang mengajak Gresy jalan-jalan, entah untuk apa tapi satu yang Andre yakin, karena ia bosen, karena ia ingin mencari suasana baru, “Sudah lah enggak apa-apa, enggak usah ngejar dia,” ucap Andre, ya, Andre mengatakan itu, mengatakan hal yang ia yakini bahwa Aluna bisa pulang sendiri.             Tentu Gresy sangat pandai menangkap kode dari Andre itu, ia lalu menganggukan kepala seolah-olah dia sudah tahu bagaimana cara dia pulang, dan ia tidak akan kenapa-kenapa nantinya.             Andre langsung mengacak rambut Gresy lembut, ia mengacak rambut seorang perempuan di balik punggung pacarnya, terasa benar-benar berengsek, tapi itu hanya pelakuan reflek Andre karena merasa bahwa Gresy begitu perhatian dan pengertian kepadanya. "Gue tinggal ya Gres, lo baik-baik ya pulangnya, kabari kalau sudah sampai," pamit Andre lembut lalu masuk kembali ke antrian kasir sebelumnya ia sudah mengambil satu batang coklat, dengan rasa kesukaan Aluna.             Gresy tersenyum sambil mengangguk, lalu perempuan itu lebih dahulu melangkah keluar, meninggalkan cinta pertamanya dengan perempuan bukan dirinya, meninggalkan cinta pertamanya untuk mengejar perempuan lainnya. Iya, Andrean Hanif itu adalah cinta pertama oleh Gresy Rasyanda, seorang anak dari pengusaha besar, yang selalu patah hati saat melihat Andre dan Aluna bersama, terkesan mengerikan, tapi Gresy sendiri tidak tahu kenapa ia bisa jadi mencintai laki-laki itu, padahal dari dahulu terlihat dengan jelas bahwa Andre dan Aluna sama sekali tidak bisa terpisahakan, harusnya dari sana saja Gresy tahu bahwa ia akan mengalami hal pahit seperti ini.             Grasy keluar dari pintu Supermarket yang terbuka otomatis itu, perempuan itu tidak lupa melemparkan senyum kepada Aluna yang masih duduk di depan Supermarket, yang dibalas Aluna ya, Aluna benar-benar membalasnya dengan senyum marah, hingga Gresy terlihat pulang sendiri dan menimbulkan kebingungan di benak Aluna.             "Aluna," sapa Andre saat ia masih melihat Aluna berada di tempat yang ia lihat dari dalam Supermarket.             Aluna menaikan alisnya, wajahnya mengeras, ia benar-benar dalam keadaan cemburu. "Hm?" Jawabnya singkat, sedikit tegas.             Andre mengulurkan satu batang coklat dengan rasa kesukaan Aluna, sedangkan respon Aluna hanya datar, tidak ada senyuman cerah yang biasanya terparti di bibir perempuan itu, oke mungkin Aluna bisa tersenyum kepada orang lain, tapi tidak dengan Andre, sekarang.             "Happy, anniversary one years, Al."                                                                                         ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN