Usai aku merendah dengan tampang melankolis aku kira Pak Anggit akan merasa bersalah dan minta maaaf karena telah menyinggung harga diri seorang wanita, tapi Pak Anggit hanya menatapku beberapa saat sambil mengembuskan napas lelah. “Kamu sepertinya belum mengerti situasinya.” Aku mendengus. “Situasi seperti apa lagi yang harus saya mengerti, Pak? Bapak jelas-jelas barusan menudingkan telunjuk di depan hidung saya, tanpa merasa perlu bertanya kedekatan saya dan Pak Dirga itu dekat yang seperti apa. Nggak tahu dari mana pula Bapak menyimpulkan dan menuduh saya sembarangan.” “Hei, begini—“ “Sonya,” seruku memotong perkataan Pak Anggit dengan kesal. “Saya sudah bilang nama saya Sonya, apa karena saya buka siapa-siapa, Bapak nggak merasa perlu memanggil nama saya dengan semestinya?!” Saking