Setelah pelajaran terakhir selesai, aku menemani Michiru untuk memberikan angket kegiatan club pada Takamura-sensei yang sudah diisi oleh Seika, Kazuyoshi, dan Tetsushi.
“Sensei, sesuai dengan peraturan pembentukan club baru, sudah ada tiga orang lainnya yang mendaftar sebagai anggota club astronomi,” kata Michiru sambil memberi angket kegiatan club pada Takamura-sensei. “Karena total anggotanya sudah lima orang, berarti club astronomi sudah resmi, ya?”
Takamura-sensei menerima angket kegiatan club yang diberikan oleh Michiru, lalu membaca sebentar. “Hmm, bagus. Karena club ini sudah resmi sekarang, ambil kunci ini.” Takamura-sensei mengambil sesuatu dari laci mejanya, ia memberi Michiru sebuah kunci dengan gantungan bulan. “Karena dulu club astronomi sudah pernah ada, kalian akan menggunakan ruangan club yang sama. Ini kuncinya, di dalam ruangan itu sudah ada banyak peralatan yang mungkin kalian butuhkan.” Takamura-sensei memberi Michiru kunci yang lain. “Ini kunci menuju atap sekolah. Sebelumnya club astronomi sudah mendapat izin untuk melakukan praktik di atap, berarti kalian juga akan dapat izin untuk melakukan hal yang sama. Jangan sampai kunci ini hilang.”
Michiru menerima kedua kunci itu dengan senang. “Terima kasih, Sensei!”
Takamura-sensei hanya mendesah panjang, seperti kelelahan karena terlalu banyak bicara. “Karena urusannya sudah selesai, bagaimana kalau kau membantu Sensei—”
Michiru langsung menggenggam tanganku dan berkata, "Ayo kita periksa ruangan club kita, Akari!”
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku, lalu membungkuk hormat pada Takamura-sensei. “Terima kasih, Sensei! Kami tidak akan merepotkanmu sebagai pembimbing club kami!”
“Ah, Michiru hutangmu—” perkataan Takamura-sensei terpotong setelah pintu ruangannya tertutup rapat.
Sambil mengacungkan ibu jarinya padaku, Michiru berkata, “Hehe, kita sudah berhasil membangun club astronomi, dan juga berhasil memiliki cara untuk masuk ke dalam sekolah. Aku sangat hebat, ‘kan!?”
Meski tidak mau, tetapi kali ini aku memberinya pujian. “Mmm, nanti malam ayo makan steak.”
Mata Michiru langsung berbinar cerah. “Sungguh!? Oh, Nyonya kau memang yang terbaik!” katanya sambil membentuk hati dengan jarinya.
“Kita lihat apa ada diskon untuk daging nanti,” tambahku.
Wajah kagum Michiru langsung menghilang setelah mendengar perkataan itu. Di akhir, aku dan Michiru membereskan barang-barang kami dan langsung keluar menuju gerbang sekolah, di mana Seika, Kazuyoshi dan Tatsushi yang sudah menunggu.
“Bagaimana? Apa berhasil?” tanya Tetsushi setelah aku dan Michiru berada di samping mereka.
Michiru mengibaskan rambutnya dengan sombong. “Sukses dong! Sekarang kita bisa ke sekolah malam-malam! Oh, dengan izin club astronomi sebelumnya, kita juga dapat ruangan club dan kunci untuk pergi ke atap sekolah untuk praktik. Seperti yang dilakukan anggota club astronomi sebelumnya.”
“Oooh! Aku mau coba ke atap sekolah! Kudengar hanya orang-orang tertentu yang memiliki kunci ke atas sana. Bukankah kita terdengar seperti orang-orang yang terpilih?” kata Seika, tertawa geli dengan perkataannya sendiri.
Kazuyoshi langsung membelalakan matanya, kemudian bergumam pelan. “Hagh! Orang-orang yang terpilih …”
“Kalau begitu, bagaimana kalau malam ini kita langsung melihat ‘hantu’ yang diceritakan oleh Akari dan Seika?” tanya Michiru.
Dengan cepat, Seika, Kazuyoshi dan Tetsushi menganggukkan kepala mereka. “Kalau begitu, kita akan berkumpul di taman yang ada di dekat sekolah jam tujuh malam. Bagaimana?” tanya Tetsushi.
“Ayo kita tukar alamat e-mail!” sahut Seika tiba-tiba.
“Oh, ide bagus! Aku hanya tahu alamat e-mail Seika,” kataku.
“Kalau begitu ini alamat e-mailku …” kata Tetsushi sambil menyebutkan alamat e-mailnya. Setelahnya Kazuyoshi yang melakukannya.
“Bagaimana denganmu, Michiru?” tanya Kazuyoshi.
Michiru menggaruk pipinya terlihat sedikit canggung. “Mmm, untuk saat ini kalian bisa mengirim e-mail pada Akari! Karena aku satu rumah dengannya, ‘kan?”
“Hee? Apa kalian laki-laki tidak perlu melakukan ‘urusan pria’?” tanya Seika.
“Apa itu ‘urusan pria’?” Kazuyoshi, Tetsushi dan Michiru malah balik bertanya.
“Mmm, lupakan.” Dengan cepat Seika menutup pertanyaan itu.
Aku hanya terkekeh pelan, membuat alasan ‘urusan wanita’ tentu saja berbeda untuk laki-laki seumuran mereka. “Kalau begitu, jangan lupa jam tujuh malam, ya?” kataku mengingatkan mereka sekali lagi.
Setelahnya, kami pulang bersama-sama. Tetsushi harus menaiki kereta karena rumahnya sedikit jauh. Sedangkan rumah Seika berbeda beberapa blok dari rumahku dan Kazuyoshi.
.
.
“Akari, apa kamu pikir aku juga butuh alamat e-mail?” tanya Michiru tiba-tiba ketika kami sudah sampai di rumah.
Aku memiringkan kepalaku sedikit. “Tentu butuh, ‘lah! Kalau tiba-tiba ada kejadian seperti kemarin dengan Seika, bagaimana? Kamu juga bisa kasih kabar kalau pulang terlambat dan semacamnya, ‘kan?”
“Mmm, tapi aku belum punya ponsel dunia ini.”
Tiba-tiba, sebuah scene di film Har*ri Pu*ter kembali kuingat. “Oh! Apa tidak ada ponsel di dunia sihirmu itu? Apa kau mengirim surat dengan merpati atau semacamnya?”
Michiru tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan itu. “Sudah kubilang itu tradisi zaman nenek moyangku. Menggunakan surat dengan merpati, atau pun telepati itu terlalu merepotkan. Kami punya sesuatu yang seperti ‘ponsel’ tetapi karena menggunakan sihir akan sedikit berbeda.”
“OoOoh! Aku mau lihat, mau lihat ponsel milikmu itu,” kataku mulai penasaran.
Michiru tersenyum tipis, kemudian menjentikkan jarinya dan tiba-tiba ada sebuah benda yang terlihat seperti penggaris tipis sepanjang sepuluh senti yang muncul di tangannya. “Nih, salah satu alat komunikasi jarak jauh.”
Aku menatap benda yang terlihat seperti penggaris itu dengan bingung. “Bagaimana cara kerjanya?” tanyaku setelah memutar penggaris itu ke segala arah.
“Hehe, nih ya. Tekan tombol ini—” setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba benda yang awalnya terlihat seperti penggaris tiba-tiba berubah bentuk terlihat seperti kaca tipis. Sebuah tulisan aneh yang belum pernah kulihat muncul di tengah-tengahnya. Lalu, seperti hologram muncul berbagai macam tulisan lainnya dan beberapa icon di atasnya.
“OooOh! Apa ini teknologi masa depan!?” kataku entah kenapa bersemangat setelah melihatnya. Aku coba menekan beberapa icon yang tergambar di sana. Rasanya seperti menekan layar sentuh.
“Lihat! Beda dengan ponsel milik kalian, ‘kan?” tanya Michiru.
“Apa kita harus beli ponsel untukmu?”
Michiru langsung mengeluarkan dompetnya. “Tenang saja, dompetku masih tebal!” katanya sambil mengacungkan ibu jarinya.
“Kalau begitu hari sabtu nanti bagaimana?”
“Setuju~”
.
.
Karena bingung harus membawa apa untuk ‘mengusir hantu’ akhirnya aku lebih memilih untuk membawa senter, kotak pertolongan pertama, serta beberapa makanan ringan dan beberapa botol air. Untuk Michiru … aku tidak tahu dia bawa apa.
Seperti yang sudah dijanjikan, aku dan Michiru langsung menuju taman dekat sekolah sebelum jam tujuh malam. Selain membawa tas kecil, aku dan Michiru tidak membawa apa pun lagi. Saat ini hanya kami berdua yang baru sampai di taman itu.
Beberapa menit kemudian, aku melihat seseorang dari kejauhan. Setelah orang itu mendekat, ternyata dia adalah Seika. Tetapi, yang membuatku terkejut adalah tas besar yang ada di balik punggung Seika. Tas itu terlihat seperti tas yang sering dipakai untuk membawa peralatan mendaki …
Dengan napas yang terengah-engah, Seika berkata, “Maaf aku terlambat~ Loh, aku kira aku yang terakhir datang. Ke mana Kazuyoshi dan Tetsushi?”
“Hmm, sepertinya mereka membutuhkan waktu lebih untuk bersiap-siap. Semoga saja babrang bawaan mereka tidak sebanyak dirimu,” kataku sambil membantu menurunkan tas bawaan Seika.
Seika malah tersenyum bangga mendengar perkataanku. “Hehe, lihat nanti apa saja yang kubawa! Kau pasti akan tertarik!”
“Biar aku yang bawakan tasmu selanjutnya, Seika,” kata Michiru.
“Tentu!” jawab Seika senang.
“Eeee, ke mana Kazuyoshi dan Tetsushi, sih? Mereka telat sepuluh menit—” seperti jawaban dari pertanyaanku, dari kejauhan aku melihat dua orang lainnya datang mendekat. Kali ini, aku lebih terkejut melihat Kazuyoshi dan Tetsushi yang datang dengan pakaian aneh dan membawa banyak barang dibandingkan dengan Seika.
Kazuyoshi, menggunakan pakaian tradisional berwarna hijau tua datang menghampiri mereka. Seketika, aku mengingat pernah mendengar tentang keluarga Kazuyoshi yang tinggal di sebuah kuil. Aku belum pernah ke rumahnya, sehingga kupikir itu hanya rumor belaka. Tetapi, setelah melihat pakaian yang digunakan oleh Kazuyoshi, dan sebuah pedang yang pernah kulihat di sebuah drama TV tentang pemburu hantu … seharusnya aku mengingat latar belakang Kazuyoshi terlebih dahulu!
“Apa … pakaian apa itu!?” sahut Seika terdengar kagum(?).
Kazuyoshi mengusap dagunya dengan wajah sombong. “HmHm! Aku, sebagai salah satu turunan keluarga Kazuyoshi, akan menjalankan tugasnya!”
Seika bertepuk tangan setelah mendengar kata-kata itu dari Kazuyoshi. “Eee~ lalu apa ini? Apa ini sebuah pedang yang biasa dipakai oleh seorang pemburu hantu seperti yang pernah ada di drama TV?”
Kazuyoshi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Namanya Soumin Shourai. Karena aku masih belum menjadi pewaris keluarga Kazuyoshi sepenuhnya, aku hanya diberikan pedang replika … meski begitu, kekuatannya cukup hebat untuk membasmi hantu biasa!”
Seika kembali bertepuk tangan. Ehh … apa benar pedang itu bisa mengusir hantu sungguhan? Lagi pula, apa benar ‘makhluk’ itu adalah hantu?
“Oh! Aku juga bawa ini. Air yang sudah disucikan dari kuil keluargaku!” katanya sambil mengeluarkan sebuah botol berisi air dari tas yang dibawanya.
Tetsushi menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku sempat terkejut dengan penampilanmu ketika bertemu di persimpangan jalan …”
Michiru terkekeh pelan. “Hormatku pada turunan langsung keluarga Kazuyoshi! Maaf merepotkanmu.”
Kazuyoshi mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berpura-pura sedang mengusap janggut yang panjang. “Anak muda, kau cukup sopan. Akan kuberkahi kau atas nama keluarga Kazuyoshi.”
“Lalu, apa yang kau bawa, Tetsushi?” tanyaku setelah melihat barang bawaan Tetsushi yang tidak kalah banyaknya dengan yang lain.
Tetsushi mengeluarkan sekantung garam dari dalam tasnya sambil mengacungkan ibu jarinya. “Aku sempat cari di Mbah Gu*gle kalau garam laut murni bisa mengusir hantu!”
“Apa benar? Aku baru tahu,” kata Seika.
Kazuyoshi yang sebagai ahlinya mengangguk-anggukkan kepalanya. “Aku pernah mendengarnya dari cerita orang tuaku. Kerja bagus, Tetsushi!”
“Tapi masalahnya … apa penjaga sekolah bisa yakin kita ini bagian dari club astronomi jika melihat pakaian yang kau gunakan itu, Kazuyoshi?” kataku.
Wajah Kazuyoshi langsung kosong seketika. “Apa!? Jangan suruh aku berganti pakaian biasa! Akhirnya aku bisa mencoba untuk menggunakan pakaian tradisional keluargaku!”
Meski menolak berkali-kali, Kazuyoshi tetap mengganti pakaiannya menjadi pakaian biasa untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.