Seika langsung menarikku ke kantor Kepala Sekolah. Aku berusaha menahannya dengan sekuat tenaga. “Seika, sebentar lagi lonceng masuk kelas berbunyi …”
Mendengar perkataanku, genggaman tangan Seika malah semakin kencang, dan langkah kaki kami menuju ruang Kepala Sekolah semakin cepat dan lebar.
Dalam waktu yang singkat, kami sampai di depan kantor Kepala Sekolah. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Seika langsung membuka pintu ruangan itu dengan kencang.
Kepala Sekolah yang saat itu sedang membaca sebuah berkas sambil duduk di kursi meja kerjanya sedikit terperanjat karena kaget. Setelah mengelus-elus dadanya merasa kalau jantungnya masih berada di tempat yang seharusnya, akhirnya Kepala Sekolah berkata, “Rizumu dan Kumo, apa yang membuat kalian datang ke kantorku pagi-pagi?”
Dengan cepat aku membungkukkan tubuhku meminta maaf. “Maaf, Kepala Sekolah, Seika … maksudku Rizumu ingin berbicara—”
Belum sempat omonganku selesai, Seika sudah memukul meja kepala sekolah dengan kedua tangannya. “Kepala Sekolah! Izinkan aku untuk mengundurkan diri dari olimpiade yang akan diadakan hari kamis depan!”
Dalam hati aku sedikit kagum pada Seika. Sepertinya di sekolah ini yang berani bersikap seperti itu pada Kepala Sekolah hanya dirinya …
Terlihat wajah Kepala Sekolah yang penuh dengan tanda tanya. “Mengundurkan diri saat kau sudah mendaftar, kemungkinan besar kau akan dilarang untuk mengikuti olimpiade ini tahun depan …”
“Hmph, kalau begitu aku tidak akan datang ke olimpiade itu!” kata Seika tetap memaksa.
Kepala Sekolah mengelus kumisnya dengan grogi. “Tapi Rizumu,tidak sembarang orang yang bisa mengikuti olimpiade ini.”
“Aku akan mengembalikan p********n pemesanan tiket pesawat dan kamar hotel di kota olimpiade itu diadakan,” kata Seika tanpa ragu sedikit pun.
“Bukan masalah p********n, tetapi jika kau mengundurkan diri, akan ada catatan di nilai akhirmu kalau kau pernah mengundurkan diri dari olimpiade ini,” kata Kepala Sekolah.
Seika memilih untuk tidak menjawabnya.
“Mungkin catatan ini akan sedikit memengaruhi nilai ketika kau mendaftar di Universitas pilihanmu,” tambah Kepala Sekolah.
Kali ini wajah Seika terlihat sedikit kesusahan, tetapi dia tetap tidak mau menyerah.
Kepala Sekolah akhirnya menghembuskan napas panjang. “Setidaknya apa yang membuatmu ingin mengundurkan diri dari olimpiade ini, Rizumu?”
“Aku tidak ingin mengikuti olimpiade apa pun jika seseorang bernama Makoto Homura mengikutinya!”
Seketika ia mengingat kalau kemarin Takamura-sensei datang menemuinya, mengatakan jika seseorang bernama Hokuma mendaftar untuk mengikuti olimpiade itu, Rizumu memilih untuk tidak ikut. Karena dia sudah memeriksa tidak ada nama Hokuma yang terdaftar sebagai peserta olimpiade, akhirnya ia mendaftarkan Rizumu untuk mengikuti olimpiade itu.
Ternyata … yang menjadi penyebabnya di sini adalah Takamura-sensei yang salah menyebutkan nama orang itu. Seketika rasanya tekanan darah Kepala Sekolah mulai naik.
“Bagaimana jika tahun ini yang terakhir, ya? Jika kau tidak datang karena sudah mendaftar, sekolah ini akan dilarang untuk mengikuti olimpiade yang sama selama empat tahun ke depan. Apa kau ingin menghilangkan kesempatan yang mungkin bisa diambil oleh murid lain karena kau tidak ingin mengikutinya?” tanya Kepala Sekolah.
Mendengar perkataan itu akhirnya Seika menyerah. “Tapi izinkan Akari ikut denganku!”
“Hah?” Apa aku baru saja salah dengar?
“Akari … maksudmu Kumo?”
Seika menganggukkan kepalanya. “Ah, maksudku izinkan Akari ikut untuk menemaniku, bukan untuk ikut olimpiade juga!”
Aku langsung bernapas lega setelah mendengar penjelasan Seika. Untuk seseorang yang berada di tengah-tengah urutan peringkat satu angkatan … mengikuti olimpiade seperti itu bisa-bisa hanya memalukan namaku dan juga nama sekolah ini!
Kepala Sekolah juga ikut merasa lega, sepertinya ia juga memikirkan alasan yang sama denganku. “Tentu, untuk absen kalian berdua bisa ditangani sebagai izin dari sekolah.”
Seika mengangguk puas. “Kalau begitu, maaf mengganggu Kepala Sekolah!” Lalu ia keluar dengan langkah yang ringan.
Dengan cepat aku juga mengatakan hal yang sama, lalu pergi mengejar Seika. Kepala Sekolah langsung menyandarkan punggungnya ke kursinya, mengurus Rizumu Seika serasa nyawanya berkurang sepuluh tahun …
.
.
Awalnya aku ingin menolak, tetapi mengingat tatapan memohon Kepala Sekolah padaku untuk ikut dengan alasan jika tidak ikut Seika juga tidak akan berangkat, akhirnya aku mengikuti Seika untuk pergi ke tempat olimpiade itu diadakan.
Hanya butuh satu jam perjalanan menggunakan pesawat untuk sampai di kota itu, dengan taksi yang sudah dipesan, aku dan Seika langsung pergi menuju hotel tempat berkumpul semua murid yang mengikuti olimpiade tersebut.
Karena Takamura-sensei tidak bisa diandalkan, akhirnya Yuno-sensei menjadi penanggung jawab kami selama olimpiade itu. Tidak sepertiku dan Seika yang datang ke lokasi olimpiade itu diadakan sehari sebelumnya, Yuno-sensei sudah datang terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada yang salah.
Gambaran untuk memiliki wali kelas seperti Yuno-sensei terlintas di pikiranku. Untung saja pemikiran itu langsung menghilang ketika mengingat betapa keras dan mengerikannya Yuno-sensei ketika mengajar.
Hotel untuk menginap murid-murid yang mengikuti olimpiade itu merupakan hotel bintang lima. Setidaknya hal yang bisa membuatku senang ikut dengan Seika adalah makanan yang disediakan oleh hotel ini! Pasti sangat enak.
Dari jauh, aku sudah melihat Yuno-sensei yang berbicara dengan guru dari sekolah lain. Sepertinya Yuno-sensei juga menyadari kalau aku dan Seika sudah datang.
“Rizumu, Kumo, kemari,” kata Yuno-sensei menyuruh kami dengan singkat.
Meski begitu kami langsung berjalan menuju Yuno-sensei. “Ini kunci untuk kamar kalian. Kalian bisa beristirahat terlebih dahulu atau jalan-jalan di sekitar sini. Akan berbahaya jika kalian tersesat!” katanya sambil memberi kami kunci kamar.
“Hehe tenang saja, Sensei~ Tahun lalu aku sudah pernah ke kota ini, jadi aku tidak akan tersesat!” kata Seika sambil menerima kunci kamar itu dari Yuno-sensei.
Tetapi, belum sempat kami pergi dari sana. Seseorang yang terlihat tidak asing berjalan mendekat ke arah kami.
“Ugh,” suara itu terdengar dari mulut Seika.
Orang itu tidak banyak berubah, tetapi ketika ia sudah dekat, ternyata ia lebih tinggi dari pada terakhir aku melihatnya. “Sudah kuduga, kau juga mengikuti olimpiade ini, Rizumu.”
“Homura …” kata Seika setelah menghembuskan napas panjang.
“Oh? Kau … salah satu bawahan Rizumu, bukan? Siapa namanya … Kumo?”
Alisku sedikit berkedut ketika mendengar pertanyaan itu. Dengan keras Seika menginjak kaki Homura, lalu berkata, “Bawahan apanya!? Dia ini temanku, temanku, ya!? Oh tunggu, seseorang yang tidak memiliki teman sepertimu mana mengerti?”
Kali ini mulut Homura yang berkedut. “Hmph, kau masih arogan seperti biasanya, Rizumu.”
Karena merasa tatapan tajam dari Yuno-sensei, dengan cepat aku menarik Seika dan pergi dari tempat itu. Mata Homura masih terus mengikuti kami sampai pintu lift yang membawa kami ke lantai atas tertutup.
Di dalam lift, napas Seika masih menggebu-gebu karena marah. Meski begitu aku sedikit senang karena Seika membelaku. “Sudahlah jangan dipikirkan lagi. Tinggal kalahkan saja dia besok seperti biasa!”
“Ah, leherku mendadak sakit,” kata Seika sambil memegangi lehernya.
Aku terkekeh pelan melihat tingkah Seika seperti orang yang punya tekanan darah tinggi begitu. Kami berdua langsung pergi menuju kamar untuk menyimpan barang-barang bawaan kami. Seperti yang diharapkan dari hotel bintang lima, kamarnya sangat mewah! Tetapi ketika aku ingat villa yang dimiliki oleh keluarga Seika, rasanya kamar hotel ini tetap kalah …
Seika langsung melempar tubuhnya ke atas kasur. Kemudian ia mengambil bantal dan langsung meninjunya berkali-kali. Ah, aku sedikit kasihan dengan bantal itu …
Setelah amarahnya reda, Seika langsung berdiri dari kasurnya dan berkata, “Akari, ayo kita cari makan!”
“Ah? Tapi kita baru sampai …” kataku.
“Lalu apa? Menunggu sampai malam dan tidak melakukan apa pun? Kita di luar kota! Seharusnya kita jalan-jalan! Ayo cepat, aku tahu kios takoyaki yang enak di dekat sini!”
Merasa perkataan Seika ada benarnya, akhirnya aku mengikutinya menuju lantai bawah lagi. Di sana, aku melihat rambut pirang yang terlihat tidak asing … meski sebagian besar wajahnya tertutup dengan kacamata hitam, dari gerak-geriknya saja aku sudah yakin orang itu Michiru.
Kenapa dia bisa ada di sini? Bagaimana dengan sekolahnya?
Aku memilih untuk pura-pura tidak sadar dan mengikuti Seika yang membawaku. Karena hari ini hari rabu dan masih dalam jam bekerja, tidak banyak orang yang berada di luar. Dalam waktu singkat kami sampai di sebuah kios yang menjual takoyaki dengan aroma yang sangat lezat. Perutku langsung berbunyi pelan.
“Hallo paman! Aku pesan dua porsi!” kata Seika terdengar senang. Setidaknya dia sudah melampiaskan kekesalannya pada Homura dengan mengorbankan sebuah bantal.
Pesanan kami selesai dengan cepat karena antriannya tidak terlalu panjang. Kami juga membeli minuman dan langsung mencari tempat duduk kosong.
Dengan mulut yang berair, aku memakan takoyaki yang terlihat lezat ini dengan menikmati setiap rasanya. Benar saja apa yang dikatakan oleh Seika, sangat enak!
Makanan milik Seika habis dalam sekejap, dia melihatku yang masih memiliki takoyaki yang banyak. Dengan cepat aku menyembunyikan makanan milikku dari Seika. “Ini jatahku!” kataku cepat.
Wajah Seika langsung cemberut, tetapi dengan cepat ia berdiri dari duduknya dan langsung pergi menuju kios makanan yang lain.
Saat aku ingin melanjutkan makan takoyaki yang enak ini, aku bisa merasakan tatapan yang tidak asing dari balik punggungku. Dengan cepat aku menghadap ke sana dan menangkap basah Michiru yang sedang menatap takoyaki yang ada di tanganku dengan mata berkaca-kaca dari jauh.
Aku yang sudah mengetahui kalau Michiru mengikutiku dan Seika langsung berjalan mendekatinya. Sadar kalau aku mulai berjalan ke dekatnya, Michiru dengan cepat membentangkan tangannya seperti ingin menerima pelukan hangat dariku.
Tentu saja aku tidak melakukannya. “Michiru … kenapa kau ada di sini?”
“Hmm, karena aku takut tinggal di rumah sendiri!” jawab Michiru santai.
Aku hanya mengusap wajahku yang entah kenapa terasa lelah. Meski begitu, tatapan mata Michiru tidak lepas dari takoyaki yang kupegang. Akhirnya aku memberikan semuanya pada Michiru.
“Nyonyaaa, kau baik sekali!” kata Michiru dramatis sambil melahap takoyaki itu dengan cepat. Padahal anak ini punya uang yang banyak, ‘kan? Kenapa tidak beli sendiri saja!
“Lalu apa yang akan kau lakukan di sini? Mengikuti kami? Kau menginap di mana?”
“Tevtu di hotel yf sama dengaf mu!” jawab Michiru dengan mulutnya yang penuh.
Ah, sudah kuduga … “Jangan sampai Yuno-sensei melihatmu!”
“Hehe tenang, aku ahli dalam menyamar!”
Keningku langsung berkerut. “Apanya ahli menyamar, aku saja langsung sadar kalau itu kau saat aku melihatmu di lobi hotel!”
Michiru menggelengkan kepalanya. “Aku menggunakan sedikit sihir untuk merubah tampilanku. Jadi, orang lain melihatku berbeda, tetapi aku tidak melakukannya untukmu.”
Merasa tidak percaya, aku menyuruh Michiru untuk mengikutiku dan langsung berjalan menuju Seika yang masih menunggu pesanannya.
“Kau belum kenyang juga?” kataku setelah di dekatnya.
Seika hanya membalasku dengan tawa pelan. Lalu matanya melihat jauh ke belakangku. “Uh, Akari … apa orang yang memakai kacamata hitam itu temanmu? Kenapa sepertinya dari tadi dia mengikutimu? Hahg, apa dia seorang penguntit?”
Mendengar pertanyaan itu akhirnya aku yakin kalau penyamaran Michiru berhasil. “Abaikan saja. Jika dia melakukan hal yang tidak benar, aku akan melaporkannya pada polisi.”
Seika terkekeh pelan mendengarnya. Ketika pesanannya akhirnya sudah selesai, ia memilih untuk membawanya ke hotel dan memakannya di sana. Aku juga membeli satu porsi takoyaki lagi karena sebelumnya aku tidak memakan banyak.
Dengan mudah kami sampai di hotel tempat kami akan menginap. Sekali lagi, kami bertemu dengan Homura.
“Rizumu, terima tantanganku! Aku yakin bisa mengalahkanmu di olimpiade kali ini!” Homura kembali mengatakan kata-kata yang sama seperti sebelumnya.
“Homura, bisa kah kau tidak menggangguku lagi?” tanya Seika yang terlihat akan membunuh dua bantal kali ini.
“Hmph, kenapa? Apa kau takut?” tanya Homura tanpa sadar diri.
Aku bisa melihat urat yang muncul di kepala Seika. “Kalau begitu, ayo kita lakukan! Jika aku menang, aku meminta kau untuk tidak menggangguku lagi!”
Homura malah tertawa. “Kalau begitu, jika aku menang … katakan padaku kau akan mendaftar di Universitas mana nanti!”
Mendengar permintaan Homura itu, wajah Seika semakin mengerikan. “OOYA! Tentu, aku akan mengalahkanmu kali ini dan berharap ini terakhir kalinya aku melihat wajahmu! Hmph!”
Aku hanya bisa mendesah melihat Seika yang langsung pergi menuju lift. Michiru tiba-tiba muncul disampingku dan berkata, “Jadi itu yang namanya Homura?”
“Itu benar. Kau bisa lihat betapa menyebalkannya dia, ‘kan?”
Michiru hanya terkekeh pelan. “Sepertinya aku harus mengawasinya beberapa hari ke depan.”
Tanda tanya muncul di atas kepalaku. Mengawasinya? Menyawasinya karena apa? Apa karena dia akan merasa terhibur melihat Seika dan Homura yang terus berargumen?