Keesokan paginya, tentu saja aku yang pertama bangun. Terima kasih untuk kue yang dibuat Seika kemarin, Michiru dan yang lainnya masih tidur dengan pulas.
Takut membangunkan yang lain, dengan perlahan-lahan aku membereskan barang bukti berupa sisa kue Seika yang semalam kubakar. Memasukannya ke dalam kantung plastik, dan membuangnya pada tempat sampah yang berada di belakang gedung sekolah. Untung saja hari ini hari sabtu, kelas dimulai sedikit siang karena setiap sabtu pagi, sekolahku lebih mengutamakan kegiatan club.
Setelah menghabiskan waktu setengah jam menghilangkan barang bukti, aku kembali ke ruangan club astronomi lagi. Meski begitu, belum ada seorang pun dari mereka yang bangun.
Aku mendekat ke arah Michiru dengan khawatir, mendekatkan jariku pada hidungnya. Napas lega keluar dari mulutku setelah merasakan udara yang keluar masuk dari hidungnya … kukira mereka semua berhenti bernapas tadi malam.
“Michiru … Michiru bangun,” kataku pelan pada Michiru sambil menggoyangkan tubuhnya sedikit.
Terlihat kening Michiru yang sedikit berkerut. Perlahan-lahan ia membuka matanya dan memijat pelan keningnya. “Ah, kenapa kepalaku pusing sekali?”
“Karena kau tidur di lantai?” jawabku.
Michiru akhirnya bangun dari tidurnya, masih memijat keningnya pelan ia berkata, “Hmm, aku tidak ingat kapan aku pergi tidur.”
Aku hanya tertawa miris, dan mencoba untuk membangunkan yang lain. Sama seperti reaksi Michiru ketika mereka baru bangun tidur, kepala mereka pusing semua. Mereka juga tidak ingat kapan mereka tidur.
“Ayo siap-siap, dua jam lagi kelas akan dimulai,” kataku sambil menunjuk jam dinding.
“Ah, malasss,” kata Kazuyoshi kembali tiduran lagi.
Tetsushi yang mukanya masih terlihat pucat berdiri dengan perlahan-lahan. “Aku akan ke kamar mandi sebentar,” katanya terdengar lemas, dan langsung keluar ruang club astronomi.
Seika yang matanya masih sulit dibuka, meraba-raba tas miliknya. Kemudian, matanya langsung terbuka lebar. “Hmm, apa ini. Rasanya ada sesuatu yang hilang dari tasku …”
Khawatir kalau Seika kembali mengingat kue buatannya, dengan cepat aku menarik Seika dan mengajaknya untuk bersiap-siap untuk pergi ke kelas.
Merasa tidak ada yang aneh, akhirnya Seika menyerah dan pergi bersamaku menuju gedung olahraga untuk meminjam kamar mandinya dan berganti pakaian menjadi seragam sekolah.
Ketika kembali ke ruang club astronomi, Tetsushi yang sudah mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah sedang kesusahan menarik Michiru dan Kazuyoshi keluar dari dalam selimutnya.
“Sebagai wakil ketua kelas, kau tidak boleh bolos, Kazuyoshi!” kata Tetsushi yang masih berusaha menarik tangan Kazuyoshi.
“Aku mengundurkan diri menjadi wakil ketua kelas!” sahut Kazuyoshi keras, menarik kembali tangannya masuk ke dalam selimut.
“Aku bukan wakil ketua kelas, kenapa aku tidak boleh bolos!?” protes Michiru.
“Karena kau murid pindahan yang tinggal di rumah Kumo. Kumo murid teladan, jika guru dan kepala sekolah tahu kau bolos, pasti mereka berpikiran buruk pada Kumo juga, ‘kan!?”
Dalam pikiran aku mengacungkan ibu jariku pada Tetsushi. Tidak menyangka ternyata dia membelaku!
Michiru langsung membuka matanya dan berdiri dari tidurnya. “Kalau begitu aku akan bersiap-siap sekarang! Ayo, Kazuyoshi, sebagai wakil ketua kelas tidak boleh malas!” Michiru membantu Tetsushi menarik selimut Kazuyoshi.
“Tidaaaak!!”
Akhirnya, meski Kazuyoshi terus menolak dan bertingkah sama seperti saat dia masih sekolah dasar, dia tetap ikut dengan Michiru untuk mengganti pakaiannya.
Setelah membereskan barang-barang bawaan, aku dan yang lain akhirnya pergi menuju ruang kelas. Sepertinya Michiru sudah membereskan semua kekacauannya semalam. Semua kaca jendela yang pecah sudah kembali seperti semula.
Aku melirik pada Michiru yang langsung mengangkat kedua ibu jarinya padaku. Setidaknya aku bisa bernapas lega karena kejadian semalam tidak akan menarik banyak perhatian.
Di sisi lain, Seika sedikit mepet padaku. “Ah, aku ingat kejadian semalam … kira-kira hantunya bakal muncul tidak ya?” kata Seika pelan.
“Kata orang, jam kerja hantu itu malam hari. Pagi sampai sore mereka tidur,” kata Tetsushi. Tentu saja berbohong! Kata-kata itu sering diucapkan oleh orang tua agar anak-anak yang masih kecil tidak ketakutan dengan hantu di siang bolong.
Tetapi yang membuatku terkejut, Seika langsung percaya pada perkataan Tetsushi. Sedangkan Kazuyoshi terus mengerutkan keningnya. Apa dia ingat kejadian semalam ya? Tapi sebelumnya Michiru bilang Kazuyoshi tidak akan ingat kejadian itu karena ia sudah menghipnotisnya dan berpikir kalau kejadian semalam itu hanya mimpi … apa kekuatan Michiru tidak mempan?
Mungkin karena melihat wajahku yang terlihat jelas meragukan kemampuannya, Michiru langsung melingkarkan lengannya pada bahu Kazuyoshi. “Hei yo, kenapa murung gitu?”
“Ah, aku hanya berusaha mengingat apa hari ini ada diskon telur di Betamart,” jawab Kazuyoshi.
Michiru langsung menatapku dengan pandangan ‘tuh kan ga perlu khawatir’nya. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku dan langsung masuk ke dalam kelas.
Seperti biasa, Seika yang terkenal dengan mulutnya yang ember itu langsung menceritakan kejadian semalam ketika dirinya sebagai club astronomi melihat penampakan … dengan cepat topik hangat ‘Penampakan di sekolah’ dan ‘Seika bagian dari club astronomi!’ langsung menyebar luas.
Berkat hal itu, banyak murid yang ingin bergabung dengan club astronomi karena ingin mendapat izin masuk ke dalam sekolah untuk melihat hantu. Sebagian lainnya hanya ingin masuk satu club yang sama dengan Seika.
Untungnya, saat itu Takamura-sensei masuk ke dalam kelas dan mendengar banyak murid yang ingin bergabung dengan club astronomi dengan alasan seperti itu. Dengan cepat dan menggunakan jabatannya sebagai ‘pembimbing club’ Takamura-sensei menolak semua permintaan itu secara langsung. Karena jika terlalu banyak murid yang bergabung menjadi anggota club yang dibimbingnya, dia pasti akan memiliki banyak pekerjaan dari pada hanya mengawasi lima murid saja.
Alasan itu membuat banyak murid protes, tapi setelah dipikir-pikir memiliki pembimbing club seperti Takamura-sensei, akhirnya banyak murid yang menyerah untuk bergabung dengan club astronomi. Sejak itu, kelima anggota club astronomi dianggap sebagai pahlawan karena bisa tahan dengan sikap Takamura-sensei.
Aku, Michiru dan yang lainnya hanya bisa tersenyum miris mendengarnya. Tetapi di lain sisi, Michiru merasa lega karena kedok ‘kegiatan club’ bisa terus ia gunakan untuk menutupi misi utamanya untuk mencari benda yang sudah dikutuk oleh para iblis itu.
“Ah … karena meladeni kalian semua yang ingin bergabung ke club yang Sensei bimbing, Sensei sampai lupa memberi tahu kalian kalau hari ini akan ada murid pindahan lagi …”
Seorang murid laki-laki langsung berdiri sambil mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. “Sensei! Murid pindahan itu laki-laki atau perempuan!?”
“Laki-laki,” jawab Takamura-sensei langsung.
Semua murid laki-laki kecuali Michiru, Tetsushi dan Kazuyoshi langsung mengeluarkan bunyi ‘boooo’ karena kecewa dengan jawabannya. Sedangkan murid perempuan mulai saling berbisik apakah murid pindahan itu sama tampannya seperti Michiru!!
Takamura-sensei menggaruk kepalanya malas, kemudian membuka pintu kelas dan menyuruh masuk pada seseorang.
Seorang murid laki-laki dengan tubuh yang tinggi masuk mengikuti Takamura-sensei di belakangnya. Jika diperhatikan, mungkin tingginya hampir sama dengan Michiru. Tubuhnya juga sangat bidang, dia pasti sering berolahraga. Ketika ia mengangkat wajahnya, seisi kelas langsung menarik napas bersama-sama. Apa ini? Sepertinya Tuhan menciptakan orang ini dengan waktu yang lebih lama dari pada yang lain … karena dia sangat tampan! Rambutnya yang berwarna cokelat kemerahan dipotong pendek terlihat sangat kontras dengan matanya yang berwarna merah seperti batu ruby.
Kedua alisku terangkat karena baru kali ini aku melihat mata yang memiliki warna indah seperti itu. Hmm, apa dia menggunakan lensa kontak? Atau dia mengikuti salah satu karakter yang ada di Na*utoh?
“Karena urusan keluarga, Kei—Ker—hmm, kenapa anak zaman sekarang namanya susah-susah, sih?” gumam Takamura-sensei pelan.
Murid pindahan itu tersenyum tipis, kemudian berkata, “Biarkan saya yang memperkenalkan diri, Sensei. Hallo semuanya, nama Jepang saya Kirishima Hiroki. Karena ada urusan keluarga, untuk beberapa bulan ke depan saya akan tinggal di Jepang.”
Mendengar suara yang terdengar jernih itu, semua murid langsung berbisik heboh. Murid yang bernama Kirishima ini menyebarkan senyumannya ke seluruh kelas. Pandanganku dengannya bertemu, dan bertahan selama beberapa detik sebelum akhirnya ia mengalihkannya.
“Kalau begitu … kau duduk di kursi itu. Ya, di belakang sana,” kata Takamura-sensei sambil menunjuk meja kosong.
Salah satu murid mengangkat tangannya. “Senseei~ itu mejanya Asuka, hari ini Asuka izin tidak masuk sekolah karena urusan keluarga!”
“Hm, salahnya karena hari ini tidak masuk.”
“Boooo Sensei kejam booo!” Seisi kelas langsung protes padanya Takamura-sensei.
Kirishima hanya terkekeh pelan, tapi karena tidak ada meja kosong lainnya, untuk hari ini ia akan duduk di tempat itu untuk sementara waktu.
Tanpa memedulikan protes seisi kelas, Takamura-sensei langsung keluar kelas dan guru untuk mengajar mata pelajaran selanjutnya masuk. Kelas pun berjalan tanpa ada kejadian yang berarti.
.
.
Ketika bel istirahat makan siang berbunyi, seperti biasa aku menggeser mejaku digabungkan dengan Seika untuk makan siang. Setelah jurit malam bersama anggota club astronomi, rasanya aku, Seika, Michiru, Tetsushi dan Kazuyoshi semakin akrab dibandingkan dengan sebelumnya.
Karena itu, Michiru, Tetsushi dan Kazuyoshi secara sukarela pergi ke kantin membeli makan siang untukku dan Seika. Mereka tidak keberatan untuk bergabung bersamaku dan Seika untuk makan siang. Karena tanpa dipungut biaya apa pun, aku dan Seika tidak mungkin menolaknya.
Seperti kejadian Michiru sebelumnya, meja murid pindahan bernama Kirishima itu langsung diserbu oleh murid perempuan. Puluhan pertanyaan dilemparkan padanya.
Aku menatap Kirishima dengan pandangan kasihan, tetapi kemudian tatapan Kirishima tertuju padaku, dengan santai ia mengedipkan sebelah matanya padaku. Seketika bulu kudukku langsung meremang, dengan cepat aku mengalihkan pandanganku darinya.
Seika yang melihat kejadian itu tertawa terbahak-bahak. “Akari~ apa kamu punya kekuatan sihir untuk membuat setiap murid pindahan tertarik padamu?”
“Tertarik apanya!?” kataku cepat.
Karena terlalu fokus untuk menyangkal semua perkataan Seika yang menggodaku, aku dan Seika tidak sadar ketika Kirishima sudah berada di sebelah meja kami.
Aku mengangkat wajahku untuk melihat wajah Kirishima yang tersenyum cerah padaku dan Seika. Setelah dilihat lebih dekat, ternyata dia tidak menggunakan kontak lensa seperti dugaan awalku! Matanya benar-benar berwarna merah seperti batu ruby.
Karena baru pertama kali melihat seseorang yang memiliki mata berwarna merah, aku tidak sadar ketika tiba-tiba Kirishima berlutut di depanku, dan dengan pelan menarik tanganku. Dengan lembut ia mengecup tanganku seperti seorang kesatria yang mengecup tangan putrinya.
Suara pelan Kirishima akhirnya menyadarkanku. “Aku tertarik padamu.”
Saat itu, otakku serasa kaku seketika. “Hah?” kata itu tidak sengaja keluar dari mulutku.
Tiba-tiba sebuah tangan lain menarik tangan Kirishima dengan cepat. Masih dengan otak yang terasa kaku, aku melihat Michiru dengan matanya yang tajam menatap Kirishima.
Seika dan semua murid perempuan di ruangan itu langsung menarik napas kencang. “Ohhh, Akari kau sedang diperebutkan dua lelaki tampan!” Seorang murid berkata hal konyol seperti itu.
Mendengar hal itu, Kirishima hanya terkekeh pelan dan menarik tangannya yang masih digenggam keras oleh Michiru. “Sampai bertemu lagi, Akari,” katanya sambil mengedipkan matanya padaku.
Bulu kudukku meremang lagi. Entah kenapa aku memiliki perasaan tidak enak di dekatnya.
Michiru langsung menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Matanya langsung tertuju pada tanganku, dengan cepat ia mengeluarkan sapu tangan dari kantungnya dan mengusapnya ke tanganku.
Masih dengan kepala yang penuh dengan tanda tanya, aku hanya menatap Michiru dengan bingung yang melakukan hal itu.
“Jangan dekat-dekat orang itu,” kata Michiru tajam.
Ketika mendengar hal itu, perasaanku yang tidak enak berubah menjadi sebuah kesimpulan. Apa dia seorang penyihir?
Pertanyaan tidak terucap itu tertangkap oleh Michiru, dilihat dari keningnya yang berkerut, sepertinya dia belum yakin dengan jawabannya.
Di sisi lain, seisi kelas salah mengira kalau Michiru merasa cemburu karena Kirishima ‘tertarik’ padaku. Buktinya, Michiru dengan cepat menggosok tanganku yang baru saja dicium oleh Kirishima sampai merah!
Sayangnya, pikiranku dan Michiru sama-sama sibuk memikirkan kemungkinan apakah Kirishima itu penyihir atau bukan, sehingga kami tidak sempat untuk menyangkal gosip yang sudah menyebar luas itu.