Dengan harapan tidak ingin mati muda, aku dan yang lainnya berlari sekuat tenaga untuk menjauh dari hantu merah bercahaya itu. Meski sudah berlari jauh, suara mengerikan yang terdengar seperti rantai diseret pada lantai masih terus terngiang di telingaku.
Tanpa sadar, kami semua sudah sampai di ruangan club astronomi. Dengan napas yang tersengal-sengal, dan kaki yang gemetar kelelahan, akhirnya aku terduduk di atas lantai. Seika yang berada di sebelahku juga ikut terduduk.
“Seraaaaam!! Ga mau kembali ke sana lagi!” sahutnya kencang.
Tetsushi yang tubuhnya dibanjiri keringat dingin menatap garam laut yang dibawanya. “Kenapa tidak mempan? Garam laut yang kubeli sangat mahal ini … apa ini penipuan? Aku harus meminta kembali uangku dari orang yang menjual ini …” gumamnya pelan.
“Ah! Seorang turunan dari keluarga Kazuyoshi melarikan diri dari hantu, jika nenek moyangku mengetahuinya, bisa-bisa mereka kembali dari dalam kubur dan memarahiku!” sahut Kazuyoshi sambil mengacak-acak rambutnya.
Entah kenapa rasanya aku ingin tertawa melihat reaksi mereka. Meski begitu, kejadian yang cukup mengerikan tadi membuatku tidak jadi melakukannya. Saat itu aku baru tersadar, Michiru tidak terlihat di mana pun …
“Michiru ke mana?” tanyaku.
Seperti baru sadar, yang lain langsung menyebarkan pandangan mereka ke sekelilingnya. “Tadi dia ikut lari sama kita, ‘kan?” tanya Tetsushi ragu.
“Hagh! Jangan-jangan Michiru dimakan oleh hantu itu!!” sahut Seika.
Kazuyoshi menggulung lengan kemejanya, dengan semangat menggebu-gebub dia berkata, “Aku harus kembali menyelamatkan Michiru!”
“Eiiy, jangan gegabah! Kita tunggu sebentar lagi, kalau Michiru tidak kembali … ayo kita cari dia!” kataku menarik Kazuyoshi yang sudah siap keluar dari ruangan club astronomi.
“Ah! Kalau tahu begini kejadiannya, seharusnya aku bawa Soumin Shourai yang kuambil diam-diam!” kata Kazuyoshi kesal.
Tetsushi menyipitkan kedua matanya pada Kazuyoshi. “Bukannya sebelumnya kau bilang kau hanya ‘diberikan’ pedang replika itu, ya?”
Kazuyoshi langsung memalingkan pandangannya. Ternyata dia ngambil pusaka keluarganya! Meski replika, bukankah benda itu masih sangat penting!?
Tapi setelah menunggu sepuluh menit pun, Michiru belum kembali …
“Sudah sepuluh menit. Apa kita cari saja dia?” tanya Tetsushi.
“Kalau begitu ayo. Gimana kalau kita berpencar?” usul Seika.
“Kalau begitu, aku dengan Kumo. Tetsushi kau dengan Rizumu,” kata Kazuyoshi.
“Ah? Tapi aku mau sama Akari …” kata Seika cemberut.
“Ide bagus, ayo kita mulai cari Michiru,” kata Tetsushi mengabaikan pendapat Seika.
“Terima saja, Seika. Kau tahu ‘kan terkadang laki-laki ingin terlihat keren ketika menjaga seorang perempuan yang ketakutan?” bisikku pelan pada Seika.
Seika mengerutkan keningnya. “Padahal lagi keadaan seperti ini mereka masih mau sok keren! Dasar laki-laki!” balas Seika.
“Kalau begitu aku dan Kazuyoshi kembali ke kelas untuk mencari Michiru. Bagaimana?” tanyaku.
Kazuyoshi menganggukkan kepalanya setuju.
“Aku akan cari di sekitar lorong dengan Rizumu,” kata Tetsushi.
“Oke~ kalau sudah bertemu dengan Michiru, jangan lupa kirim e-mail!” kataku mengingatkan.
Setelah aku mengatakan hal itu, Tetsushi dan Seika langsung keluar mulai mencari Michiru. Aku dan Kazuyoshi langsung pergi menuju lantai dua untuk kembali ke depan kelas, kali ini Kazuyoshi tidak lupa untuk membawa Soumin Shourainya.
Sebelumnya aku merasa kalau Michiru ingin mengatakan sesuatu kalau makhluk bercahaya merah itu bukan hantu … tapi kata-katanya terpotong karena Kazuyoshi yang menariknya untuk lari dari sana. Apa mungkin cahaya merah itu ternyata benda yang dicari oleh Michiru selama ini?
Dengan pemikiran yang penuh dengan hal itu, tanpa sadar aku dan Kazuyoshi sudah berada di tangga menuju lantai dua, tinggal berbelok di koridor itu dan sampai di depan kelas …
Tiba-tiba suara mengerikan yang seorang manusia tidak akan bisa mengeluarkannya terdengar. Seluruh kaca jendela yang berada di dekatku sedikit bergetar.
“Ah! Apa itu suara hantu?” kata Kazuyoshi, dengan cepat ia berlari ke sumber suara sambil memegang erat Soumin Shourainya.
Aku langsung berlari mengejarnya. Kemudian, dari jauh aku melihat cahaya yang berwarna warni terus muncul dan hilang. Ini … terlihat seperti kejadian ketika Michiru bertarung melawan penyihir yang ada di taman dekat sekolah!
Hembusan angin kencang langsung terasa oleh wajahku. Kaca pada jendela di seluruh koridor kembali bergetar, dan suara yang mengerikan seperti sebelumnya kembali terdengar.
Di ujung koridor, terlihat Michiru yang pakaiannya sudah tidak karuan. Di depannya, terlihat sesuatu yang sangat mengerikan. Tubuhnya sangat kurus, hanya seperti tulang yang dilapisi oleh kulit yang terlihat seperti tanah kering. Melihat Michiru yang terlihat kelelahan, makhluk mengerikan itu tiba-tiba menyeringai, memperlihatkan taringnya yang tajam.
“Kau … kau seseorang yang dikirim dari Merqopolish, ‘kan?” suara yang bukan manusiawi keluar dari mulutnya yang terlihat robek dari ujung pipi ke ujung lainnya. Setelah mengatakan hal itu lidahnya yang panjang terkulai sampai menyentuh tanah. Kenapa rasanya aku pernah melihat makhluk itu sebelumnya?
Seperti menyadari pandangan dariku, makhluk mengerikan itu menatapku dengan kedua matanya yang berwarna merah ini. “Apa ini? Ada tikus kecil yang tersesat?”
Michiru langsung membalikkan tubuhnya melihat ke arahku dan Kazuyoshi. “Kenapa kalian ke sini!? Cepat lari!”
Baru selesai kata-kata Michiru, tiba-tiba makhluk itu melesat ke arahku dan Kazuyoshi. “Makanan!” sahutnya keras.
“Da*uq!” kata-kata itu keluar dari mulut Kazuyoshi yang panik. Dengan cepat ia mengangkat Soumin Shourainya tinggi-tinggi.
Tiba-tibba, percikan petir menyambar ketika tubuh makhluk itu mengenai ujung pedang yang dipegang oleh Kazuyoshi. Ternyata kekuatan Soumin Shourai replika seperti ini!
Makhluk itu meraung kesakitan. “Manusia biasa sepertimu juga memiliki kekuatan sihir!?” sahutnya marah.
Melihat kesempatan itu, dengan cepat Michiru merapalkan sebuah mantra. Seketika, rantai yang terlihat seperti terbuat dari cahaya keluar dari telapak tangan Michiru dan langsung mengikat tubuh makhluk itu.
“Hoho, beruntung sekali~” kata Michiru terdengar senang sambil berjalan mendekati makhluk mengerikan itu.
“Lepaskan aku! Mana mungkin kekuatanku kalah dari seorang manusia…!”
“Michiru … kau … apa keluargamu juga seseorang yang menyegel hantu?” tanya Kazuyoshi bingung.
“Anggap saja begitu!” jawab Michiru sambil mengedipkan matanya. “Tetapi, sayang sekali makhluk ini bukan hantu. Tetapi sebuah kutukan yang diberikan oleh iblis …”
Aku mengerutkan keningku. Kenapa Michiru memberi tahu hal itu pada Kazuyoshi dengan mudah!? Michiru menatapku, kemungkinan karena melihat wajahku yang aneh, Michiru langsung mengedipkan sebelah matanya padaku. Ah, mungkin dia akan menjelaskannya nanti.
“Nah, bagaimana caramu lenyap, ya? Untung saja kekuatan kutukannya belum terlalu kuat. Jika aku telat menemukanmu … sepertinya tidak akan semudah ini untuk melenyapkanmu,” kata Michiru dengan suaranya yang terdengar sedikit mengerikan.
“Pakai ini,” kata Kazuyoshi sambil memberikan Soumin Shourainya pada Michiru.
“Terima kasih~” Dengan senang hati Michiru menerima pedang itu dan langsung menusuk-nusuk makhluk itu dengan ujungnya.
“Aw! Ow! Hentikan! Curang sekali, tiga lawan satu! Aw!”
Hmm, apa makhluk mengerikan yang kulihat sebelumnya hanyalah ilusi karena aku terlalu takut? Setelah tertangkap dan disiksa(?) oleh Soumin Shourai milik Kazuyoshi, entah kenapa aku merasa sedikit kasihan.
“Kalau berani lawan aku secara langsung! Ow!”
“Haha, bukankah tadi sudah? Kau hampir saja lenyap, ‘kan? Sayang sekali kau langsung lari dan berniat memakan teman-temanku ini untuk menambah kekuatanmu lagi,” kata Michiru yang tidak berhenti menusuk-nusukan Soumin Shourai pada makhluk itu. “Sayang sekali, kau memilih mangsa yang salah~”
Kazuyoshi mengusap wajahnya yang terlihat kelelahan. “Apa semua pertarungan hebat yang ditulis dalam buku keluargaku itu hanya bohong belaka?” gumam Kazuyoshi.
Michiru terkekeh pelan. “Makhluk ini saja yang sangat lemah!”
“Hei, jika tubuh asliku ada di sini, pasti hanya dengan melihat ujung kakiku saja kalian sudah hangus terbakar! Ow!”
Michiru mendesah pelan. “Itu benar. Sudah berapa banyak temanku yang harus kehilangan nyawanya karena kalian?” katanya pelan. Tiba-tiba keadaan disekitar terasa berubah. Ah … sepertinya suasana hati Michiru langsung buruk.
Aku menarik Kazuyoshi untuk menjauh. “Tenang saja. Michiru itu … emm … pemburu hantu yang sangat kuat! Ayo kita menjauh sedikit darinya …”
Kazuyoshi yang juga sadar dengan keadaannya mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat. Kami berdua mundur sampai belokan lorong dan melihat Michiru dari jauh.
Setelah memastikanku dan Kazuyoshi sudah jauh, dengan wajah mengerikan yang sama seperti saat dia bertarung dengan Dark Witch saat itu, ia menusukkan Soumin Shourai milik Kazuyoshi pada makhluk itu.
Raungan keras kembali terdengar, bahkan beberapa kaca jendela di dekat Michiru pecah. Di tangan Michiru, muncul sebuah cahaya yang semakin lama semakin terang, bahkan aku tidak bisa melihat Michiru dan makhluk itu lagi.
Ketika cahayanya mulai menghilang, hanya ada Michiru yang berdiri di sana, makhluk itu sudah tidak ada. Apa Michiru melenyapkannya? Dari jauh, hanya terlihat sebuah lentera yang berwarna merah yang tergeletak tidak jauh dari kaki Michiru.
Meski sedikit takut, aku dan Kazuyoshi mendekat ke arahnya. “Kau baik-baik saja?” tanyaku khawatir.
Michiru langsung tersenyum cerah, dia mengangkat ibu jarinya padaku. “Tidak masalah! Ah, tapi maaf Kazuyoshi …”
Kazuyoshi melihat pedang Soumin Shourainya sudah hancur tidak berbentuk lagi. “Hagh! Pusaka keluargakuuu!! Meski replika, tapi … apa yang harus kukatakan!?”
Michiru menggabungkan kedua tangannya. “Maaf! Aku akan kugantikan dengan bekerja di kuilmu tanpa digaji selama satu minggu!”
Pandangan Kazuyoshi kosong seketika. “Hah, haha … mungkin namaku akan dicoret dari kartu keluarga ketika kau kembali … hah, hahahahaha.”
Michiru terkekeh pelan, kemudian ia menjentikkan tangannya. Tiba-tiba Kazuyoshi langsung pingsan, untung saja Michiru langsung menangkapnya.
“Apa yang kau lakukan!?” kataku sedikit panik.
“Menghipnotisnya sedikit kalau apa yang dia lihat tadi hanya mimpi!” jawab Michiru santai.
“Apa … maksudmu semuanya?” tanyaku bingung.
“Tentu hanya kejadian tadi. Yang dia ingat pasti hanya saat kita lari menuju ruangan club astronomi.”
Aku memijat keningku saat pusing mulai muncul. Setidaknya tidak ada hal yang terlalu serius terjadi. “Bagaimana denganmu? Apa kau terluka? Apa benar kau baik-baik saja?”
Michiru menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku baik-baik saja! Seperti yang kubilang, kekuatan kutukan iblis itu belum terlalu kuat. Sehingga aku bisa dengan mudah membasminya!”
Keningku sedikit berkerut. Padahal saat aku dan Kazuyoshi melihatnya bertarung dengan iblis itu, terlihat jelas kalau dia sudah kelelahan. Dengan cepat aku mengirim e-mail pada Seika, mengabari kalau aku dan Kazuyoshi sudah menemukan Michiru.
Untung saja, sebelum sampai di ruangan club astronomi Kazuyoshi sudah kembali sadar. Hipnotis Michiru sepertinya berhasil, karena ia tidak mengingat kejadian ketika Michiru dan iblis itu bertarung. Kazuyoshi terus meminta maaf karena tiba-tiba dia ‘tertidur’.
“Michiru~ ke mana kau tadi!? Kukira kau diculik dan dijadikan makanan oleh hantu itu!” sahut Seika sambil memukul Michiru berkali-kali.
“Maaf! Tadi aku belok ke toilet sebentar. Karena belum terlalu hafal dengan sekolah ini, aku jadi tersesat! Untung saja Akari dan Kazuyoshi datang,” kata Michiru sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Tetsushi mendesah lega. “Tapi kau tidak apa-apa, ‘kan? Kau tidak bertemu hantu itu lagi?”
“Hantu itu … hmmm, kita anggap saja dia sebagai tujuh misteri sekolah ini!” kata Michiru cepat.
Aku bisa melihat tubuh Seika yang merinding ketakutan. “Ah! Semoga dia tidak mengikutiku sampai rumah …”
Tiba-tiba, suara seperti guntur terdengar. “Suara apa itu!?” kata Kazuyoshi sedikit panik.
Aku tersenyum miris. Belum lama ini aku pernah mendengar suara yang mirip seperti itu. “Apa kau lapar, Michiru?”
Michiru mengedipkan sebelah matanya sambil berkata, “Teehee~ perutku lapar.”
Tetsushi dan Kazuyoshi sama-sama menepuk keningnya dengan keras. Seika tertawa terbahak-bahak setelah mendengarnya.
“Sudah kuduga hal seperti ini akan terjadi!” kata Seika terdengar senang. Dengan cepat ia mengambil kue tart(!?) dari dalam tasnya. “Taraa~ aku bawa kue!”
“Pantas saja tasmu terlihat besar, Seika! Ternyata kau bawa kue sebesar ini. Ah, meski dimasukkan ke dalam tas, kue ini tidak hancur …” kataku sedikit bingung.
Seika tersenyum bangga. “Hehe, tas yang menjaga apa pun tetap aman di dalamnya ini sebenarnya produk baru yang dikeluarkan oleh keluargaku!”
Hm, tidak diragukan lagi sebagai anggota dari keluarga legendaris Rizumu.
“Hehe, tunggu apa lagi? Ayo kita makan!” kata Seika sambil memotong kuenya, kemudian ia membaginya padaku dan yang lainnya secara merata.
Aku menatap kue yang ada di depanku ini. Hmm, entah kenapa rasanya ada yang kulupakan?
“Kue! Selamat makan!” kata Michiru sambil menyuapkan potongan besar kue itu ke dalam mulutnya. Setelahnya, Tetsushi dan Kazuyoshi ikut melakukannya.
“Bagaimana? Enak tidak?” tanya Seika dengan wajahnya yang penuh harap. Tetapi, tidak ada jawaban dari mereka bertiga, bergerak sedikit pun tidak. Terlihat kalau mereka seperti membeku.
Seketika aku sadar … kue ini pasti buatan Seika!! Kenapa aku bisa lupa!?
“Heii, kok tidak jawaaab?” tanya Seika. “Hmph! Apa kue buatanku terlalu enak sampai kalian tidak bisa berkata apa pun?” tanpa basa-basi, Seika langsung menyuapkan satu potongan besar ke dalam mulutnya.
Tanganku yang menggantung di udara terlambat untuk menyelamatkan satu nyawa yang lain. “Ah, maafkan aku, teman-teman.”
Setelah mengatakan hal itu, tubuh Michiru dan yang lainnya langsung ambruk ke lantai. Dari dulu, meski masakan Seika terlihat enak, tetapi tidak dengan rasanya. Selanjutnya aku akan lebih hati-hati …
Dengan cepat aku membakar kue buatan Seika, berharap tidak ada lagi korban yang jatuh karena masakan legendaris ini.
Aku menyiapkan tempat tidur untuk mereka berempat. Dan langsung menyeret mereka satu persatu ke atas tempat tidur itu. Merapikan bantal dengan rapi agar tidur mereka lebih nyaman, dan menyelimuti mereka satu persatu.
Aku akan menganggap insiden kue Seika tidak pernah terjadi.