6. Penolakan

914 Kata
Yudha menghela nafas. "Sebenarnya bukan Aruna yang dijodohkan denganmu tapi Aretha, sepupunya. Namun sayangnya, Aretha melarikan diri karena dia enggak mau dijodohkan. Sehingga terpaksa Aruna harus menggantikannya" jelasnya menundukkan kepala. "Tapi itu enggak masalah, karena Aruna juga sama-sama cantik dan baik seperti Aretha" "Enggak, aku enggak mau" jawab Evan menggelengkan kepala. "Aku enggak mau dijodohkan olehnya!" ia berkata dengan nada yang tinggi. "Lho, kenapa?" Yudha bertanya dengan dahi yang mengerut. "Bukankah kamu sudah setuju untuk menerima perjodohan ini?" "Iya, tapi aku enggak mau menikah dengan gadis ini!" jawab Evan menunjuk ke arah Aruna. "Kalau begitu beritahu pada Ayah apa alasannya" Yudha berkata dan menatap anak semata wayangnya itu. "Karena dia adalah gadis yang ceroboh" jawab Evan tanpa melepaskan pandangannya dari Aruna dan membuat gadis itu menundukkan kepala. "Ceroboh?" Paula mengerutkan dahi. "Ceroboh bagaimana?" tanyanya yang terlihat penasaran. "Di hari pertamanya bekerja dia malah membuat kesalahan dengan berjalan terburu-buru, sehingga menabrak ku dan membuat berkas yang dia bawa terjatuh dan berceceran di lantai" jawab Evan menatap Aruna dengan tajam. Aruna hanya terdiam dengan kepala yang tertunduk. Dan seketika ia teringat kembali dengan kejadian itu. "Hanya itu?" Yudha mengangkat satu alis dan putranya mengangguk. Lalu ia menghela nafas. "Ayah pikir kesalahan apa yang Aruna lakukan ternyata hanya itu" katanya mengalihkan pandangan. "Evan, dengar, itu hanya masalah sepele dan kamu enggak perlu membesar-besarkannya. Lagipula dia sedang buru-buru sehingga dia enggak sengaja menabrak kamu" "Iya, itu memang masalah sepele. Tapi seharusnya dia bisa mengatur waktu sehingga dia enggak terburu-buru" Evan berkata tanpa menoleh ke arah ayahnya. "Bisa ayah bayangkan bagaimana jika nanti dia sudah menjadi istriku pasti semua pekerjaan rumah akan terlantar karena dia enggak tahu bagaimana cara mengatur waktu yang benar" cibirnya melipat tangan di d**a. "Lagipula, kenapa ayah setuju begitu saja saat dia menggantikan wanita itu untuk dijodohkan denganku?" "Ayah setuju karena dia adalah wanita yang baik" jawab Yudha dengan tegas. "Dan ayah enggak mau perjodohan ini dibatalkan karena ayah sudah merencanakannya sedari dulu. Jadi kamu setuju atau enggak perjodohan ini akan tetap berjalan dan kamu akan menikah dengan Aruna" ia berkata dengan penekanan di setiap katanya. "Maaf, Yah, tapi aku enggak sudi untuk menikah dengan gadis ini. Bahkan jika gadis di dunia ini hanya tinggal dia seorang aku juga tetap enggak mau menikah dengannya. Aku lebih baik menjadi single seumur hidup!" Evan menatap ayahnya dengan tajam. Kemudian ia bangkit dari kursinya dan segera beranjak pergi. Yudha menghela nafas dan menggelengkan kepala saat melihat itu. Ia tidak mengerti apa yang ada di pikiran putranya sehingga ia menolak mentah-mentah untuk menikah dengan Aruna. Paula mengulurkan tangan, memegang bahu Yudha dan mengusapnya perlahan. "Sudah enggak usah dipikirkan, nanti kita coba bujuk lagi barangkali dia mau" ia berkata dengan nada yang lembut. Yudha mengangguk, lalu ia beralih menatap Wisnu dan Aruna. "Tolong maafkan Evan, ya. Saya juga enggak mengerti kenapa dia bersikap seperti itu. Padahal sebelumnya ia sudah setuju" katanya dengan raut wajah yang dipenuhi oleh rasa bersalah. Ia benar-benar malu dengan sikap anak semata wayangnya itu. "Iya, enggak apa-apa kok, Om. Mungkin Pak Evan kaget saat mengetahui bahwa saya yang akan menikah dengannya. Itu sebabnya kenapa dia bersikap seperti tadi" jawab Aruna tersenyum canggung dengan kepala yang tetap tertunduk. *** Aruna terdiam, duduk di belakang meja kerjanya dan menatap lurus ke depan. Memperhatikan layar komputer yang menampilkan sebuah data yang sedang ia kerjakan. Namun ia teringat kembali dengan kejadian yang kemarin saat ia dan Wisnu diundang untuk makan malam di rumah Yudha dan Paula. Ia masih tidak percaya jika pria yang akan dijodohkan oleh Aretha memanglah Evan, bosnya. Dan yang lebih membuatnya tidak percaya adalah Evan langsung menolak, saat mengetahui Aruna yang akan menggantikan Aretha untuk menikah dengannya. "Sebenarnya kesalahan apa sih yang sudah aku lakukan? Kok Pak Evan kayaknya benci banget sama aku. Padahal aku cuma enggak sengaja menabrak dia" ia berkata di dalam hati dan terus menatap layar komputer. Sedangkan jari-jarinya sibuk mengetikkan sesuatu pada keyboard. "Aruna" Ia langsung menoleh saat mendengar seseorang yang memanggil namanya dan ia melihat Vega, rekan kerjanya, yang berjalan menghampirinya. "Iya, ada apa?" Aruna bertanya dan mengangkat satu alis. "Kamu dipanggil sama Pak Evan" jawab Vega, menghentikan langkah dan duduk di kursinya yang berada di sebelah meja Aruna. "Dipanggil sama Pak Evan?" Aruna mengulangi ucapan temannya. "Kalau aku boleh tahu kenapa, ya? Kok tiba-tiba Beliau manggil aku?" tanyanya yang terlihat penasaran. "Aku enggak tahu" Vega mengangkat bahu. "Yang jelas kamu disuruh ke ruangan Beliau. Mungkin ada yang ingin Beliau bicarakan" katanya menatap layar komputer di depannya. Aruna hanya terdiam dan menatap rekan kerjanya tanpa mengatakan apa-apa. Ia bertanya-tanya kenapa tiba-tiba pria itu menyuruhnya untuk datang ke ruangannya? Atau jangan-jangan ia ingin memecatnya? Aruna mengangguk. "Ya sudah, kalau begitu aku ke ruangannya sekarang" ia berkata dan bangkit dari kursinya. Kemudian ia berjalan dan menuju ruangan Evan. Beberapa saat kemudian Aruna berhenti saat tiba di depan ruangan Evan. Ia terdiam dan menatap pintunya yang tertutup rapat. Lalu dengan ragu ia mengulurkan tangan dan mengetuknya. Tok Tok Tok! Suara ketukan pun langsung terdengar begitu Aruna mengetuknya dan memecah keheningan di lorong itu. Dan dengan sabar ia menunggu pemilik ruangan membukakan pintu untuknya. "Sebenarnya apa sih yang ingin pria itu bicarakan? Kok aku jadi deg-degan gini. Jangan-jangan dia beneran mau pecat aku" ia berkata di dalam hati dan menundukkan kepala. "Masuk" Ia langsung beralih menatap pintu itu saat mendengar suara seseorang dari dalam. Suara itu sedikit kencang namun terdengar datar. Perlahan Aruna mengulurkan tangannya, meraih kenop pintu dan membukanya. Dan ia melihat Evan yang sedang duduk di dalam dan menatap layar laptop di depannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN