UDIN MENGERJAI PAK SAPTO

1232 Kata
Udin menatap terkejut ke arah guru matematikanya itu, “Hah!, bapak minta ijin untuk menjewer telinga saya?, jangan dong pak. Bukannya saya takut sakit pak, hanya saja, saya takut bapak tidak sanggup untuk membayar klaim asuransi anggota tubuh saya. Bapak mau tahu tidak, berapa nominal asuransi anggota tubuh saya?” Sementara itu, teman-teman Udin bersorak riuh mendengar guru Matematika mereka meminta ijin untuk menjewer telinga Udin. Mereka berteriak agar jewer saja teling si Udin, biar kapok. Udin menatap galak ke arah teman-temannya yang menyorakinya dan diacungkanya jari tengahnya ke arah teman-teman satu kelasnya. “Tidak!, bapak tidak mau tahu berapa nilai asuransi anggota tubuh kamu. Sekarang kamu silahkan berdiri dengan satu kaki di pojok kelas selama 10 menit.” “Pak!” Belum lagi Udin selesai mengungkapkan protesnya, ucapannya sudah dipotong oleh guru matematikanya yang terkenal dengan kegalakkannya. Terpaksalah Udin menjalani hukuman dari gurunya itu, meski dengan wajah yang cemberut. Setengah jam kemudian setelah bel berbunyi tanda jam istirahat, Udin dan keempat sahabatnya, segera mendatangi ketua Geng Scorpion yang sudah berani menghina dirinya. Udian langsung saja menghampiri Farid yang tengah menikmati baksonya di kantin sekolah, “Mau kuberi hadiah di sini atau di taman sekolah?” Ancam Udin. Farid melepaskan tangan Udin yang menarik kerah bajunya dan berkata, “Taman belakang sekolah,” ucapnya, sambil menepis kasar tangan Udin. Mereka lalu jalan beriringan menuju ke taman yang ada di bagian belakang sekolah. Begitu tiba di sana Udin langsung saja menuding Farid. “Aku tidak suka dengan perkataanmu yang mengatakan diriku banci, aku minta kau mengumumkan kepada semua orang kalau aku bukanlah banci dan aku juga menantangmu untuk duel balapan nanti malam di tempat biasa. Kalua kau tidak datang, berarti kaulah yang banci.” Ejek Udin. “Kau memang banci, tidak pernah mau menerima tantangku untuk berkelahi. Aku akan datang untuk adu balap denganmu dan akan kupastikan kau yang akan kalah dan meminta maaf kepadaku di depan semua siswa lainnya, kau juga harus menjadi pesuruhku selama sebulan.” Jawab Farid. “Kau pikir aku takut, kalau aku menang, maka kau juga harus melakukan apa yang tadi kau ucapkan.” Satpsam sekolah, pak Sapto mendapatkan laporan dari beberapa orang siswa kalau akan terjadi perkelahian di taman belakang sekolah, bergegas mendatangi lokasi. Pak Sapto melihat Udin dan beberapa orang siswa lainnya yang kelihatan sedang bersitegang. “Sedang apa kalian?” tanya pak Sapto galak. “Kalian mau berkelahi, ya?” tambahnya lagi. “Ih, bapak ini suka ngadi-ngadi, mana mungkin saya akan mengotori tangan dan tubuh saya yang berharga ini untuk berkelahi. Saya hanya sedang menagih hutang saja, dengan Farid, sudah satu bulan ia tidak membayar utangnya kepada saya.” Dusta Udin. Pak Sapto menatap ke arah Farid, ‘Apakah benar yang dikatakan oleh Udin barusan. “Bohong, pak!. Mana mungkin saya punya hutang. Udin aja yang mengada-ngada, pak.” Jawab Farid. Udin meminta kepada sahabatnya, Ryan untuk mengeluarkan catatan hutang Farid bersama dengan gengnya di kantin sekolah dan diberikannya kepada pak Sapto, “Lihat catatan ini pak, saya yang sudah melunasi semuanya, karena saya kasihan dengan ibu kantin.” Pak Sapto melihat catatan yang diberikan oleh Udin, “Hmm, benar yang dikatakan oleh si Udin, kamu harus mengembalikan uang Udin yang sudah membayarkan utang kamu di kantin. Sekarang juga!” Perintah pak Sapto galak. Farid yang sudah akan protes lagi mengurungkan niatnya, melihat tampang galak pak Sapto. Diambilnya uang dari dalam dompet dan diserahkannya kepada Udin. Pak Sapto tersenyum melihat Farid yang menyerahkan uang ke Udin, kemudian berlalu dari sana. Udin dan sahabatnya tertawa, “Bagaimana rasanya dipalak secara legal. Ha…ha…ha…, lain kali aku akan meminta pajak legal yang lebih banyak lagi,” ucap Udin yang kemudian merobek kertas catatan palsu utang Farid di kantin sekolah. Udin mengipas-ngipaskan uang itu, “Lumayan, nih duit bisa buat beli bakso beberapa mangkok. Sekarang kalian boleh pergi dan jangan lupa nanti malam kita akan balapan.” Usir Udin kepada Farid dan Gengnya. Setelah kepergian Farid dan teman-temannya, Ryan, sahabat Udin bertanya. “Buat apa kamu memalak Farid, bukannya uang saku dari bonyok mu sudah banyak kuy?” Udin mengambil sebatang rokok dari saku celananya dan dinyalakannya pemantik, lalu dibakarnya rokok itu dan di hisapnya, “Kamu, tahu. Si Farid mendapatkan uang dari hasil malak, jadi wajar saja tukang palak kena palak,” sahut Udin, sambil menghembuskan asap rokoknya. Udin merasa sakit pada telinganya, ia langsung menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang sudah berani menjewer telinganya. Begitu mengetahui siapa yang menjewernya dengan senyum kecil Udi berkata, “Eh, bapak kembali lagi. Bapak kok suka sekali mendatangi saya?, kangen ya bapak dengan saya?, jangan sampai ada gosip tentang kita, ya pak. Bisa turun harga diri saya, kalau ada gosip bapak suka dengan saya.” Kelakar Udin. Pak Sapto tambah menjewer telinga Udin, “Kamu ini, sudah berapa kali diperingatkan tidak boleh merokok di lingkungan sekolah, masih saja merokok. Sekarang buang di tempat sampah rokokmu itu. Saya akan memberikan hukuman yang lebih berat untukmu, karena sepertinya kamu merasa hukuman dari saya terlalu ringan. Sehingga terus kamu ulang kesalahan yang salam. Lihat, bibir kamu sudah hitam, seperti warna gerbong kereta api, apa kamu tidak sayang dengan kesehatan dirimu sendiri.” “Bapak, satpam yang baik hati, hitam-hitam bibir saya, sama seperti kereta api banyak yang suka, loh pak. Banyak siswi di sekolah ini yang naksir saya, buktinya bapak aja suka sekali mendatangi saya, jangan bilang kalau bapak juga suka sama saya ya, pak. Saya masih normal loh pak. Maaf, saya tolak rasa sayang dan perhatian bapak.” Seloroh Udin tidak takut dengan tatapan garang pak Sapto dan kumis lebatnya. “Udin Saepudin, bapak ini normal dan tidak suka sama kamu. Bapak hanya menegakkan peraturan sekolah, karena kamu senang sekali mencari masalah, maka bapak hukum kamu mengambil daun-daun yang jatuh di halaman sekolah hingga jam pelajaran usai.” Bentak pak Sapto dengan suara bassnya yang menggelegar. Pak Sapto mengacungkan tongkat yang dipegangnya ke arah Udin, “Laksanakan perintah saya sekarang juga dan bapak sewaktu-waktu akan mengawasi pekerjaan kamu.” Udin pun mematuhi perintah pak Sapto yang pergi meninggalkannya untuk mengambil daun-daun yang jatuh. Udin membalikkan badannya dan dilihatnya Farid mengacungkan jari tengahnya ke arah Udin, “Satu sama,” ucapnya, sambil tertawa nyaring. Udin balik mengacungkan jari tengahnya ke arah Farid, pak Sapto salah dengan meninggalkan Udin begitu saja tanpa mengawasi melaksanakan tugasnya. Sudah pasti Udin akan mencari target untuk melaksanakan perintah yang diberikan kepadanya. Udin menarik tangan seorang teman sekelasnya yang kebetulan lewat dan Udin mengancamnya akan menghajarnya kalau ia tidak mau menggantikan tugasnya mengambil daun-daun yang jatuh. Jadilah Udin yang duduk dengan nyaman di bawah pohon mengawasi pekerjaan temannya dan karena angin yang sepoi-sepoi, Udin pun tertidur hingga suara dengkurannya terdengar nyaring. Pak Sapto yang berpatroli mengawasi siswa-siswi di sekolah melihat ada siswa yang sedang mengambil daun yang jatuh dan dipikirnya itu adalah Udin, karena ia melihatnya dari kejauhan. Namun, saat dilihatnya ada seseorang yang sedang tidur di bawah pohon yang rindang itu, pak Sapto menyipitkan matanya. Dengan langkah panjang, sambil mengayun-ayunkan tongkatnya, begitu berada di dekat Udin pak Sapto langsung saja berteriak, “Saepudin, apa yang kamu lakukan?. Bangun!” Teriak pak Sapto menggelegar dan menarik perhatian siswa-siswi yang lain. Udin yang setengah sadar dari tidurnya menyahut, “Sabar dong, kak. Masih ngantuk nih. Lagi mimpi ketemu bidadari yang cantik dan seksi,” oceh Udin dengan mata terpejam mengira kalau yang membangunkannya adalah kakaknya. Note: Mulai tanggal 1 up date tiap hari, ya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN