UDIN SI JAGO NGELES

1116 Kata
“Mau pelajaran, apa kamu?, pelajaran menghindari pak Yusuf satpam sekolah, pelajaran menghindari kejaran bapak matematika yang galak atau pelajaran merayu ibu biologi, khusus pelajaran merayu ibu biologi hanya untuk aku sendiri, tidak ada yang boleh menggoda bu Dewi, selain aku,” ucap Udin. Jawaban Udin yang gak jelas langsung saja mendapatkan hadiah cubitan di pinggang oleh kakak nya. “Kamu, ya. Berani menggoda ibu guru kamu, bakalan kualat kamu.” Tegur kakak Udin. “Iya, mbak. Cubit aja si Udin, Mbak. Dia sudah berani ganggu guru, padahal, kami ini minta diajarin pelajaran Fisik, Kimia dan Matematika. Makan apa, sih mbak, si Udin ini, biar nakal tapi otak nya kok encer, biar gak memperhatikan guru dan sering bolos, tetap aja nilainya bagus,” sahut Kevin. “Makan nya sih biasa, yang luar biasa itu orang nya,” sahut Udin. “Tapi sayang ya, mbak. Orang nya ganteng, keren, pintar, tapi namanya kok gak keren.” Ledek Andi. Udin menjitak kepala Andi, biar begini nama Udin itu ada kepanjangannya loh,” sahut Udin tidak rela namanya dibilang tidak keren. “Untukmu Damai Indah dan Nyaman,” keren, ‘kan” kepanjangan dari nama ku. Setelah puas bercanda, kelimanya kemudian berpamitan dengan kakak Udin, mereka akan pergi mencari angin. Angin kok di cari, ada-ada saja memang kerjaan Udin dan teman-temannya. Udin dan kelima temannya menuju ke markas mereka. Sebuah apartemen mewah milik Udin yang menjadi tempat mangkal kelimanya. Begitu tiba di apartemen mewah milik Udin, yang dibelinya menggunakan kartu kredit pemberian ayah nya. Kakak-kakaknya tidak ada yang mengetahui ia memiliki apartemen ini. Apartemen yang dilengkapi dengan peralatan elektronik yang serba canggih. Di apartemen mewah nya ini, Udin memiliki seorang pelayan yang akan datang seminggu sekali untuk membersihkan apartemennya. Di sini Udin bebas melakukan apa saja tanpa merasa takut akan dimarahi kedua kakak nya yang sangat menyayanginya. Udin berjalan menuju kulkas yang ada di apartemennya, diambilnya sekaleng minuman dingin, meski Udin sering membuat ulah, akan tetapi ia tidak menyentuh minuman-minuman keras. Hanya rokok saja lah yang sudah dicobanya. “Udin, aku juga dong minuman dingin nya.” Pinta Ryan. “Kamu sehat?, punya kaki, ‘kan” Silahkan ambil sendiri, enak saja main perintah. Di sini yang memerintah itu aku.” “Halah, cuman diminta tolong saja, tidak mau,” sahut Ryan kesal. Ia pun beranjak dari duduknya dan mengambil 4 kaleng minuman dingin. Ia lalu kembali ke sofa tempatnya duduk dan diletakkannya minuman dingin itu di atas meja. “Anak sebelah sudah berani mengganggu kita, Udin. Kita tidak bisa tinggal diam begitu saja, mereka akan semakin melonjak.” Lapor Zidan. “Iya, benar itu, Udin. Kemarin saja si Farid ketua geng sebelah berani mengatai kita geng Banci, hanya karena kita tidak mau diajak tawuran.” Timpal Luki. “Hmm, berani macam-macam sudah si Farid, oke besok kita datangi apa maunya si Farid,” jawab Udin. Udin sudah siap berangkat ke sekolah dengan motornya. Hari ini Udin bangun kesiangan, karena keasyikan bermain game di apartemennya bersama dengan para sahabatnya menjelang tengah malam Udin baru pulang ke rumah. Udin tidak pernah menginap di apartemennya, karena ia diam-diam juga memperhatikan kedua kakaknya, menjaga keselamatan mereka. Udin mengendarai motor mahalnya dengan cepat, ia mengemudikan motornya meliuk-liuk, mencari celah kosong diantara kepadatan jalanan kota Jakarta di pagi hari. Namun, saat Udin tiba di sekolah dan ternyata pintu gerbang sekolah sudah di tutup. "Yah, hari ini harus manjat tembok sekolah lagi,"gerutu Udin kesal. Dititipkannya motor mahal miliknya kepada pemilik warung yang ada di depan sekolah. "Bang, tolong jagakan si "Gagah" jangan sampai lecet. Bonus buat Abang, karena menjaga motor, akan saya berikan saat pulang sekolah dan motor saya tidak lecet." "Siap, Den Udin. Motor, den Udin akan aman sentosa di tangan Bang Karyo." Udin mengacungkan jempolnya dan menuju ke arah tembok sekolah dengan tinggi 2 meter. Dengan mudahnya Udin berhasil memanjat tembok sekolah dan melompat dengan mulus ke tanah. Udin gegas berjalan menuju ke kelasnya. Belum lagi Udin sampai ke kelasnya, langkahnya terhadang oleh pak Sapto, satpam sekolah. "Udin, berhenti di tempat, kamu!" Udin pun menghentikan langkahnya, "Pagi, Pak Sapto yang baik hati dan tidak suka marah. Tiap hari makin gagah aja nih Pak Sapto, kumisnya tambah lebat aja, kok gak di cukur, Pak?. Takut gantenganya hilang ya?, atau takut kekuatannya hilang?" ucap Udin dengan santainya. Pak Sapto memilih ujung kumisnya hingga melengkung ke atas, "Kamu tahu tidak apa salah kamu?" "Tidak, Pak. Memangnya saya salah apa?, tolong bapak beritahukan kepada saya,, kesalahan yang sudah saya perbuat." "Kamu ini datang terlambat dan memanjat tembok sekolah, ditambah lagi kamu malah mencoba mengalihkan perhatian saya." "Bapak mau saya perhatikan?, bilang dong, pak. Bapak mau minta apa?, nanti akan saya bawakan," Pak Sapto melorotkan matanya ke arah Udin, diacungkannya tongkat yang ada di tangannya, "Kamu main-main dengan saya!" Bentak pak Sapto emosi. "Pak, jangan marah-marah dong, saya ini tidak datang terlambat pak, lihat saya tidak membawa tas." ucap Udin, sambil membalikkan badannya. “Saya tadi hanya sedang memantau saja, katanya ada beberapa bagian tembok sekolah yang berlubang. Nah, sebagai anak orang kaya, saya mau meminta ayah saya untuk memberikan sumbangan perbaikan tembok sekolah dan ayah meminta bukti foto tembok sekolah.” Dusta Udin dengan lancarnya. Pak Sapto tidak mudah terkecoh dengan omongan Udin sudah sering ia dipermainkan oleh si Udin, hari ini ia akan bertindak tegas kepada Udin, "Saya tidak mau tahu, kamu dihukum lari keliling lapangan basket 5 kali." "Siap, Pak!" ucap Udin dengan tangan memberi hormat. Ia lalu menuju lapangan basket dan melaksanakan hukuman yang diberikan kepadanya. Setelah menjalani hukumannya, Udin pun menuju ke kelasnya. Jam pelajaran kali ini adalah Matematika, setelah mengetuk pintu, Udin masuk ke dalam kelas. Melihat kedatangan Udin yang terlambat pak Bagus, guru Matematika Udin menatapnya dengan tajam, "Kenapa kamu datang terlambat. Kamu sudah sering teramat masuk jam pelajaran saya." "Salahkan, pak Sapto, pak yang menyuruh saya lari keliling lapangan, bikin pusing aja. Sudah tahu saya datang terlambat, bukannya disuruh langsung masuk kelas, malah di hukum yang membuat saya semakin terlambat saja mengikuti pelajaran bapak dan membuat kaki saya pegal," sahut Udin. ""Kamu itu, dihukum, biar bikin kamu disiplin dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." "Tetap saja, pak. Saya jadi semakin ketinggalan pelajaran, jangan salahkan saya dong nanti saat ulangan kalau nilai saya menjadi rendah. Bapak harus maklum dong, saya terlambat masuk kelas 10 menit dan harus menjalani hukuman 15 menit, lama mana pak?, lama saya menjalani hukuman, ‘kan.” Seharusnya pak sapto juga dihukum, pak, karena sudah membuat saya mendapat kemarahan dari bapak,” sahut Udin santai tanpa ada rasa bersalah. Pak Bagus membolakan matanya, dielusnya dadanya, sabar... sabar... menghadapi Udin yang jago bersilat lidah, ia memang harus banyak bersabar. “Udin, bolehkah bapak menjewer telinga kamu yang bandel?” Udin untuk sementara up date seminggu sekali, ya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN