Bab 118 Menghinanya di Tangga Darurat

2032 Kata
*** WARNING: RATE 21 PLUS *** BIJAKLAH DALAM MEMBACA! SEMUA INI HANYALAH IMAJINASI DAN KARANGAN AUTHOR. YANG J E L E K DAN BURUK, JANGAN DITIRU! MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA! ---------------------------------------------- Setelah mendengar penjelasan dari dokter Archer selama hampir setengah jam, Arkan akhirnya jatuh pada kesimpulan yang masuk akal. Semua hal yang terkait dengan keanehan Casilda sejak pertemuannya kali pertama sampai detik ini, membuat semua rasa penasarannya terkuak. Jadi, demi adik bodohnya yang terbaring di ranjang rumah sakit itu, dia rela melakukan apa pun? Termasuk direndahkan, dihina, dan jual diri tanpa banyak protes? Arkan Quinn Ezra Yamazaki melirik dingin dan tajam kepada adik Casilda yang tengah bersenda gurau dengan ibu dan ayahnya. Tiba-tiba saja, Danish merasakan hawa dingin menusuk datang kepadanya. Begitu matanya melirik ke arah Arkan di sofa ruang tamu ruang perawatan VIP ini, sang aktor seketika tersenyum lebar dengan sangat cerah dan berseri-seri. Kelegaan menghampiri hati Danish, merasa dia salah mengira tatapan dingin itu berasal dari kakak iparnya. Segera, dia pun tersenyum dan melambaikan tangan kepada Arkan yang membuat hati sang aktor semakin tenggelam hebat. Adik sialan sepertinya harus disingkirkan dari sisi Casilda agar tidak membuat masalah terus di antara dirinya dan sang istri! Pria tampan dan arogan ini sedang lari dari kenyataan kalau dia sudah salah paham mengerikan dan fatal kepada Casilda, yang selama ini dicapnya sebagai seorang murahan dan gila uang, makanya melampiaskan rasa bersalah dan kekesalannya kepada orang lain. Ya. Siapa lagi kalau yang jadi korbannya adalah Danish! Adik Casilda sendiri yang dicapnya adalah sumber masalah terbesar di antara mereka semua. “Aku cukup kaget saat tahu kamu malah memilih jalan menjadi seorang selebriti seperti sekarang. Siapa yang menduga pria yang pendiam dan lebih memilih berteman dengan buku, kini jadi pria arogan dan sombong, serta playboy setelah sekian tahun berlalu? Nasib dan takdir manusia memang selalu mampu membuat siapa pun tercengang, ya?” Dokter Archer berceloteh menyindir sedikit masa lalu Arkan, membuat lamunan sang aktor buyar, langsung mengeryitkan kening kesal. “Hal itu, senior tidak berhak mengomentarinya. Kehidupan pribadi seseorang adalah hal yang tidak pantas dicampuri oleh siapa pun,” balas Arkan dingin. “Loh? Kenapa? Bukankah kalian para selebriti menjual kehidupan pribadi kalian demi ketenaran dan nama besaran? Aku pikir tidak ada salahnya, bukan? Kalian adalah publik figur, dan kalau bukan perhatian dari banyak orang jadi kekuatannya, bukannya akan meredup dengan sendirinya?” Arkan memicingkan wajah gelapnya, marah. “Hal rendah semacam itu hanya dilakukan oleh artis dan aktor yang bukan dari kelas A. Jangan samakan aku dengan mereka.” Casilda meliriknya dengan wajah gelisah dari sofa lain, tidak tahu harus menanggapi apa perbincangan kedua pria di depannya. Jadi, hanya bisa meraih camilan di atas meja dan memakannya terus dalam diam, mendengar patuh kedua pria itu saling melempar kalimat satu sama lain semenjak mereka masuk ke ruangan ini. Selain menjelaskan kondisi adiknya kepada Arkan dalam bahasa medis yang kurang dipahami oleh Casilda, dokter Archer juga menjelaskan sedikit banyak masa lalu Arkan yang penuh prestasi di bangku kuliah kedokteran, membuat semua orang di ruangan VIP itu terkagum-kagum mendengarnya. Casilda memang sempat juga mengetahui gosip tentang status dokter muda sang suami. Itu adalah saat masih panas-panasnya insiden terkait pertanyaan sensitif seorang wartawan di panti asuhan sebelumnya, tapi dia sama sekali tak menyangka kalau Arkan ternyata sehebat itu di mata para senior dan dosennya. Apa yang menyebabkannya sampai mundur dari dunia medis yang bisa mengangkat namanya, dan membuatnya bersinar sama seperti statusnya sebagai selebriti saat ini? Apakah karena jadi aktor dan model itu lebih santai? Mungkin itulah jawabannya. Casilda hanya mengira-ngira. Apalagi dikaitkannya dengan sifat playboy pria itu, semakin membuatnya yakin kalau Arkan hanya ingin lebih banyak bersenang-senang setelah tahu betapa memabukkan dunia hiburan dan gemerlapnya dunia malam. Tidak seperti dunia medis yang penuh ketegangan, dan juga nyawa jadi taruhan di mana-mana. “Nah! Bagaimana kalau kalian berdua aku traktir makan siang? Atau kita di sini saja makan semuanya bersama-sama?” Dokter Archer berbalik ke arah ranjang pasien, menatap bergantian kepada kedua orang tua Casilda. “Paman dan bibi mau makan apa? Biar saya yang memesannya, ya!” Mendengar nada sok akrab dokter Archer kepada kedua orang tua Casilda, membuat kening Arkan bertaut semakin kesal. Apa-apaan pria ini? Kenapa dia bersikap seolah-olah dialah menantu di keluarga Wijaya? Status pernikahannya dengan Casilda masih tetap dirahasiakan dari dokter Archer. Kedua orang tua dan adik Casilda pun sudah setuju untuk tutup mulut sebelum mendapat persetujuan dari Arkan jika ingin memberitahu siapa pun soal hal penting itu. Jadi, di sinilah mereka semua, menyembunyikan status keduanya di hadapan sang dokter sampai akhir. “Dokter! Tidak perlu seperti itu! Anda pasti sangat sibuk, bukan? Lagi pula, kami merasa sangat berat hati jika mendapat kebaikan dari Anda lagi seperti itu!” sahut Casilda cepat. “Tidak apa-apa. Aku, kan, sudah pernah cerita kepadamu kalau aku sangat suka berinteraksi dengan keluarga pasien. Ingat, kan, kalau komunikasi itu penting di antara dokter dan keluarga pasien? Aku rasa, Arkan sang Top Star juga tahu hal ini, kan?” “Aku tidak tahu apa pun soal itu,” balasnya dingin, menatapnya angkuh. Dokter Archer tersenyum kecut, masih belum percaya sikap seorang manusia bisa berubah drastis seperti Arkan di depannya ini. Padahal, seingatnya dulu, label Arkan di otaknya adalah pria tampan dan cerdas yang sudah hampir jatuh ke jurang introvert ekstrem dan cupu tak tertolong. Siapa sangka hanya dalam beberapa tahun, sudah berubah menjadi manusia yang benar-benar berbeda? “Baiklah. Tidak masalah kalau kamu sudah banyak lupa soal ilmu dan dunia medismu. Tapi, bukan alasan untuk menolak traktiranku!” Dengan ucapannya itu, satu jam kemudian, pesanan makanan sang dokter akhirnya tiba. “Lihat! Semuanya adalah makanan kesukananmu, kan, Casilda? Ada berbagai macam seafood aku pilihkan untukmu. Juga ada set makanan Jepang. Bagaimana? Kamu terharu?” Dokter Archer dengan bangganya memamerkan semua makanan yang telah dipesankan untuk ruangan VIP ini, tapi rata-rata makanan itu adalah kesukaan Casilda. Arkan sang suami sendiri, yang tidak tahu apa pun tentang hal yang disukai dan dibenci oleh istrinya, kini merasa panas di dalam hatinya melihat sikap dokter Archer. Pria itu seperti tidak bersikap sebagai seorang dokter yang tengah menjaga komunikasi dengan keluarga pasien, melainkan memberikan gerak-gerik seperti sedang memikat hati Casilda dengan sengaja. “Ayo, bibi, coba cicipi makanan ini! Enak, loh!” seru sang dokter dengan penuh ceria, wajah tampannya sangat berseri-seri tanpa dosa, dan mulai menyuapi ibu Casilda yang sedikit kikuk duduk di dekat ranjang pasien. “Te-terima kasih, dokter.” “Aku! Aku juga mau!” pinta ayah Casilda dari seberang ranjang, mirip anak kecil yang meminta suap dengan gaya manjanya. Danish dan kedua orang di sana tertawa melihat tingkah ayah Casilda, lalu ikut tertawa malu-malu. Arkan jijik melihat pemandangan itu, sudah mirip menantu yang tengah menjilat kepada ibu dan ayah mertuanya sendiri. Hal ini makin membuat hatinya panas! “Aku harap kamu tidak marah,” sahut Casilda pelan, sangat lirih dan berbisik kecil kepada Arkan yang sudah mau muncul tanduk di kepalanya, bersiap untuk berdiri dari sofa untuk menghentikan aksi sang dokter. Kalimat kecil dari sang istri, membuat Arkan seketika menoleh kepadanya, memiringkan kepala dengan sorot mata penasaran. Tidak jadi bangkit dari kursinya. Casilda menelan ludah gugup. “Walau aku baru bertemu dokter Archer beberapa kali, tapi dia tidak ada maksud buruk apa pun selama ini. Kalau dia membuatmu kesal, aku minta maaf mewakilinya. Bagaimanapun, dia adalah pria yang sudah menolong adikku. Aku rasa, pria yang berjiwa penolong seperti itu, bukanlah orang jahat, bukan?” Arkan terdiam dengan wajah dingin, sorot mata sulit terbaca. “Aku janji tidak akan buat masalah lagi ke depannya seperti tadi. Akan lebih hati-hati lagi agar tidak membuatmu malu sebagai istrimu meski tidak ada yang perlu ditakutkan sebenarnya. Toh, tidak ada yang tahu hubungan kita selain orang-orang yang hadir di acara pernikahan itu, kan? Kamu juga punya status kuat dengan tunanganmu itu. Tidak ada yang akan percaya kalau kita adalah suami istri. Kalau itu yang membuatmu sempat marah di lantai bawah tadi, aku benar-benar minta maaf. Tidak ada maksud menghina harga dirimu sebagai seorang pria dan suami, pun bersikap kurang ajar sebagai seorang istri.” Keduanya saling tatap dalam diam, dihiasi oleh suara gelak tawa keempat orang di ranjang pasien tak jauh dari mereka. “Kalau sudah paham, maka jaga sikapmu mulai sekarang. Walaupun hanya menyandang status sebagai simpanan dan istri rahasia, kamu tetaplah wanitaku. Jangan bikin aku marah dan jijik dengan tingkah genitmu itu.” Casilda mengangguk patuh, keringat gelisah. Sang aktor lalu melihat jam tangannya, mengerutkan kening kesal, “aku harus pergi. Ada pekerjaan yang tak bisa ditunda lebih lama. Ingat! Jangan pulang terlalu larut. Harus ada di mansion sebelum aku datang.” Suara kecil berbisik penuh peringatan itu diucapkan dengan sangat dingin, berdiri cepat dari duduknya, menatap jijik isi meja sejenak, lalu pamit dengan sangat sopan kepada kedua orang tua Casilda. “Kamu sudah mau pergi? Sayang sekali, ya?” ucap dokter Archer dengan wajah menyayangkan, sangat menyebalkan sok tak berdosa. Dia mendekat ke arah Casilda yang berniat mengantarkan kepergian Arkan hingga ke pintu, dan tanp peringatan malah menarik wanita itu dan disuapi dengan manja oleh sang dokter. “Enak, kan?” tanya sang dokter dengan wajah tampannya yang karismatik, tersenyum lebar sangat menawan hingga membuat Casilda memerah dalam keterkejutan mendapati adegan tiba-tiba itu. Di depan Casilda, sudah terasa ada api yang berkobar tinggi, dan langsung tahu kalau itu adalah suaminya yang tengah memelototinya dengan tatapan mematikan. “Sa-saya antarkan bos saya dulu, ya, dok!” seru Casilda cepat, menarik diri dari sisi sang dokter, buru-buru mendekat ke arah Arkan agar emosinya segera mereda. “Gendut, kamu itu semakin genit saja setelah menikah denganku, ya? Apa kamu pikir sudah merasa hebat, karena sudah menjadi istriku? Makanya mau main api dengan banyak pria? Masih mengira dirimu itu merak penuh pesona? Kamu hanyalah kotoran!” Casilda segera menariknya dan menutup mulut sang suami sebelum ada yang menyadari percakapan dingin mereka, menyeretnya cepat-cepat keluar dari ruangan. “LEPASKAN AKU!” bentak Arkan marah, tapi segera dibungkam oleh Casilda dengan sebuah ciuman cepat untuk menyegel bibir cerewetnya itu. Leher sang suami dipeluk erat menggunakan kedua tangannya. Selama beberapa detik, dunia Arkan seperti berhenti berputar. Casilda menciumnya?! Taktik itu sangat ampuh! Arkan sang Top Star seketika membeku kaget, dan detik berikutnya mendorong tubuh sang istri begitu kuat hingga jatuh terduduk ke lantai. Menyedihkan dan memalukan. Casilda mengerang kesakitan, tapi tidak mendapat pertolongan dari pria di depannya sedikit pun. “Berani sekali kamu menyentuhku tanpa izin,” geram Arkan marah, mencubit dagunya yang masih terduduk di lantai. “Kamu tidak mau berhenti mengoceh, makanya aku terpaksa melakukan itu!” balas Casilda kesal, melotot marah berkaca-kaca ke arahnya. Mendengar alasannya mendapat ciuman itu, hati Arkan tenggelam hebat, lalu memanas bagaikan lava yang menggelegak. “Segera pulang ke mansion dalam waktu 2 jam. Jika tidak, tunggu hukuman dariku malam ini!” Peringatan itu membuat hati Casilda terkesiap dingin, segera menahan satu kaki sang suami begitu hendak pergi darinya. “Arkan! Tunggu dulu! Jangan seperti ini! Biarkan aku bebas bekerja seperti dulu! Aku janji tidak akan berbuat masalah lagi! Bukankah aku sudah berada di tanganmu? Aku tidak bisa pergi darimu lagi, kan? Kamu bisa melakukan apa pun kepadaku! Tapi, aku mohon, biarkan aku menjalani kehidupan normalku seperti dulu!” Arkan menoleh ke arahnya dengan wajah menggelap menakutkan. Menatapnya rendah. Casilda memelas sedih, memohon melalui sorot matanya, kedua tangan memeluk kaki sang aktor bagaikan satu-satunya penyelamat hidupnya. Sang aktor segera berlutut dengan satu kaki, mencubit dagunya dengan tatapan bengis yang jahat. “Kamu ingin kehidupanmu yang biasa kembali?” Casilda mengangguk menyedihkan. Untungnya, lantai ruang rawat VIP ini jarang ada yang lewat, jadi Casilda bisa sedikit merasa lega. Namun, kelegaan di hati Casilda segera berubah menjadi neraka begitu Arkan mendekat ke telinganya sambil tersenyum jahat, lalu berbisik licik penuh hina, “kalau begitu, layani aku sekarang di tempat ini... seperti seorang pelacurku yang sangat murahan.” Casilda tertegun syok, mata membola kaget. Tidak lama setelah Arkan berkata demikian, tubuh Casilda diseret ke sebuah pintu darurat tak jauh dari sana, dan tubuhnya dihempaskan ke dinding. Arkan mengunci pintu didekatnya, dan mulai merobek baju Casilda tanpa ampun, lalu menekannya ke dinding dengan sorot mata lapar penuh kebencian dan nafsu. Tubuh Casilda gemetar, tapi segera Arkan menguasai bibirnya dengan sangat liar dan buas, membuat sang wanita kembali memasuki dunia lain yang membuat hati dan pikirannya kacau balau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN