Bab 119 Pilih Kasih

1177 Kata
Ratu Casilda Wijaya terisak sendirian dengan sangat menyedihkan di lantai tangga darurat setelah Arkan melakukan hal itu kepadanya. Walau dia masih utuh di bawah sana, tapi keganasan pria itu masih sama seperti terakhir kali. Niatnya untuk menjadikannya wanita haus belaian, sepertinya benar-benar penuh tekad di hati sang suami. “Tidak boleh menangis. Tidak boleh menangis. Pasti ada cara untuk lepas dari pria kejam itu suatu hari nanti,” gumam Casilda lirih, mengusap pipinya yang sembab. Sang suami aktornya itu meninggalkannya begitu saja dengan tubuh kacau. Pakaiannya robek parah, dan kotor berhias bau kuat feromon hasil dari percintaan mereka. Sangat tidak layak untuk dikenakan. Hickey baru juga kini bertambah di kulit putihnya yang terekspos sedikit pucat. Bibirnya sangat bengkak dan lagi-lagi berdarah. Baru saja kemarin menjadi istrinya, tapi aktor playboy sialan itu terus menyiksanya seperti tak ada jeda untuk membuatnya bisa bernapas lega. Kalung cincin di lehernya digenggam kuat-kuat. Pria itu bahkan hanya mengizinkannya memasang cincin di jarinya saat dia menyuruhnya. Sekarang, hanya boleh memakainya sebagai kalung. Bukankah itu membuatnya jadi lebih mirip hewan peliharaan dengan tali di leher dibandingkan sebagai seorang pasangan sahnya? Arkan hanya melihatnya sebagai benda. Sebuah benda pemuas dan alat balas dendam semata. Bukan sebagai wanita. Casilda terkekeh miris dengan mata hampa, suara lirih seraknya terdengar pilu, “tentu saja... dia hanya melihat tunangannya semata. Seluruh dunia hanya diberikan kepadanya, bukan? Sedangkan aku, istri sirinya yang tak dihargai hanya diberikan neraka... apa yang kamu harapkan darinya, Casilda? Berhenti berkhayal yang tidak-tidak....” Wanita ini pun terdiam lama dengan ekspresi hampa dan bodohnya. Selama beberapa saat, Casilda duduk menenangkan diri di lantai tangga darurat, memutar otak bagaimana caranya untuk pergi dari sana tanpa ada yang curiga. Tasnya masih ada di kamar sang adik, dan itu memberinya sakit kepala baru. Suami sialannya itu benar-benar tidak peduli setelah menikmati tubuhnya dengan cara yang begitu tidak berperasaan. Ketika Casilda berdiri memeluk dirinya, bagian dadanya terasa sangat sakit berdenyut. Itu karena Arkan menyiksanya dengan berbagai macam aksi, khas kelakuan playboynya. Casilda meringis perih melihat beberapa bagian depan tubuhnya sudah sangat merah dan bengkak. Playboy sialan itu, apa seperti ini memperlakukan semua wanita? Atau... hanya dirinya saja yang disiksa seperti ini? Ketika Casilda mencoba berjalan menuruni tangga sambil menutupi bagian pribadinya menggunakan pakaian robek seadanya, kakinya yang masih gemetar hampir membuatnya jatuh dari tangga. Air matanya kembali menetes bagaikan mutiara putus. Tergugu dengan bibir gemetar digigit, menahan semua rasa sakit yang bertambah usai aksi Arkan semalam. Kedua dadanya benar-benar terasa sangat sakit dan perih di puncaknya setelah digigit suami sialannya itu seolah akan mencabut dagingnya, dan kini bagian pribadinya yang dipikirnya sudah lumayan sembuh, kembali mendapat perlakuan menyedihkan dan kasar. Jadi, hanya bisa jalan sedikit-sedikit menopang tubuhnya pada susuran tangga. Apakah, kalau dia meminta Arkan memasukinya, pria itu akan berhenti menyiksanya begini? Atau jangan-jangan, malah akan semakin menjadi-jadi? Kengerian menghantam tubuh Casilda, merinding hebat sampai bergidik dingin. Dia tidak tahu seberapa kuat dan tahan lama suami sialannya itu sejauh ini, kalau dia setiap hari disiksa olehnya, apakah dia akan mati gara-gara hal konyol begitu? Casilda menggeleng cepat, lalu kembali turun ke lantai bawah sedikit cepat, berharap ada jalan keluar yang bisa ditemukannya di sana. *** Setiap kali Casilda mendapat kesialan karena Arkan, setiap kali itu pula sepertinya Tuhan kasihan melihatnya hingga memberinya keberuntungan instan yang ajaib. Kebetulan ketika dia turun di lantai bawah, lorong di sana sangat sepi. Casilda yang melihat sebuah ruangan khusus dengan tulisan ‘EXCLUSIVE LAUNDRY’, segera menyembunyikan dirinya di sana, mata berkaca-kaca. Betapan senang dan lega hatinya ketika melihat ruangan itu benar penuh dengan pakaian berbagai rupa dan ukuran. Jika dilihat, mungkin itu adalah ruang penyimpanan untuk laundry khusus di rumah sakit itu. Persis seperti tulisan yang terpampang di luar. Ruangan ini sunyi, dan sepertinya baru ditinggal oleh petugasnya. Menyadari hal itu, Casilda buru-buru melakukan aksinya, mengabaikan semua rasa sakit di tubuhnya. Dengan perasaan berat hati dan merasa kotor karena harus mencuri, Casilda segera meraih beberapa potong pakaian yang menurutnya pas untuk dipakai. “Maaf. Aku hanya akan meminjamnya sebentar. Nanti akan aku kembalikan setelah dicuci,” bisiknya pada tumpukan pakaian rapi di depannya. Untuk mengecoh orang-orang, dan agar pakaian yang dikenakannya tidak dikenali oleh orang tertentu, Casilda memadukan beberapa pakaian dengan gaya ala-ala fashion unik yang pasti akan dicap aneh di mata orang-orang. Dengan sedikit bantuan dari seorang perawat, Casilda pun meminjam ponsel sang perawat untuk menelepon ponselnya sendiri dan memberitahu mereka kalau ada urusan mendesak dengan Arkan, dan dia harus menyuruh seorang perawat mengambilkan tasnya yang ketinggalan. Wanita ini pun minta maaf kepada dokter Archer karena tidak sempat menikmati makanan yang dipesannya. “Sayang sekali. Baiklah. Lain kali saja kalau begitu. Aku harap bos galakmu itu tidak menyiksamu karena mengecapmu suka bersantai-santai denganku. Dia terlalu tegas,” balas dokter Archer di telepon, kening bertaut ganjil karena Casilda baru hendak mengambil tasnya setelah waktu berlalu cukup lama. Mereka sebenarnya sedang apa dan di mana, sih? Namun, karena mengingat status Casilda sebagai asisten pribadi sang aktor, maka pikiran aneh dan curiga sang dokter segera ditepisnya. Punya bos seperti Arkan, apalagi dengan kebutuhan jadwal yang tinggi, sudah pasti akan menekan sang asisten dengan banyak perintah dan suruhan yang aneh-aneh. “Terima kasih, dokter Archer. Maaf, kita tidak sempat berbincang lebih lama. Lain kali, saya yang akan mentraktir Anda.” “Baiklah! Aku jadi bersemangat mendengarnya!” seru sang dokter riang. Usai meninggalkan rumah sakit itu, Casilda memutuskan kembali ke rumahnya untuk istirahat dan membersihkan diri. Tubuhnya sangat sakit, dan harus mendapat kompres air dingin untuk bisa meredakan semua kesakitan yang diberikan oleh sang suami aktor sialan itu. Begitu dua jam telah lewat, perut sudah terisi, dan wajahnya sudah dirias sedikit agar menyamarkan hasil mahakarya Arkan kepadanya, Casilda akhirnya menjejakkan kakinya ke kedai ayam krispi. “ASTAGA! CASILDA SAYANGKU! AKHIRNYA KAMU DATANG JUGA!” Wanita pemilik kedai itu segera menyambut Casilda bak seorang pahlawan, memeluknya kuat-kuat hingga membuat Casilda meringis menahan perih akibat sisa penyiksaan Arkan padanya. “Maaf, baru muncul, Bu Hamidah. Saya ada keperluan penting sedikit, dan adik saya baru saja selesai menjalani operasi. Saya hanya datang untuk membicarakan masalah jadwal kerja baru saya agar tidak terjadi bentrok jam kerja.” “Loh, bentrok jam kerja?” Casilda mengangguk cepat. “Saya baru saja dapat kerjaan baru. Jadi, harus bisa menyesuaikan diri dengan baik secepat mungkin dalam waktu dekat.” “Apa? Kamu dapat kerja di mana?” Casilda tersenyum kecut, lalu menceritakan hal yang sudah disepakatinya dengan Arkan melalui sambungan telepon sebelum berangkat ke tempat ini. Walaupun nada suara pria itu agak acuh tak acuh, tapi sesuai perkataannya sebelum tragedi di tangga darurat itu, Arkan benar-benar menepati hal yang keluar dari bibir kejamnya. “Apa? Ja-jadi... ka-kamu akan bekerja untuk aktor itu?” Bu Hamidah tampak tercengang, mengerjapkan matanya dengan tatapan tak percaya. “Benar. Tapi, karena ada beberapa hal, jadi belum bisa bekerja penuh waktu untuknya. Dia juga setuju dengan syarat dari saya agar tetap bekerja di tempat ini.” “Hebat! Dia pasti sangat puas dengan kinerjamu! Aku saja puas dengan kinerjamu, bagaimana dengan dia, kan?” Casilda merasa miris mendengarnya. Puas dengan kinerjanya? Maksudnya jadi alat balas dendam dan pelampiasan kepuasan biologisnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN