Arkan menaikkan kedua alisnya, bagaikan terkena pencerahan, teringat soal ibu Casilda yang katanya kelainan mental hingga tingkahnya tidak seperti orang dewasa pada umumnya.
Dia sudah mendengarnya kemarin, tapi tidak terlalu menarik perhatiannya gara-gara tahu Casilda sudah pergi entah ke mana setelah hanya pulang sebentar ke rumahnya.
Walaupun sudah berkata kepada ibunya akan berangkat kerja seperti biasa, tapi pada kenyataannya tidak demikian. Rupanya, wanita itu berbohong juga kepada ibunya, bukan hanya kepada dirinya!
Benar-benar mulut yang minta dihukum berat olehnya!
Sebuah vas bunga yang terlihat mahal menjadi sasaran amukan sang aktor sekali lagi. Suara pecah di lantai terdengar keras hingga bulu kuduk berdiri!
Pria detektif di seberang sana berjengit kaget dalam mobil, mendengar semua kekacauan yang sudah berlangsung hampir sepuluh menit sejak ponsel mereka terhubung.
“Selidiki semua keluarganya! Aku ingin tahu, keluarga macam apa yang punya putri tidak tahu malu seperti dia,” geramnya sembari mendorong sebuah meja hingga membentur dinding.
Percakapan itu segera berakhir.
Pria ini masih emosial, duduk menghempaskan dirinya dengan cepat ke sofa, mengusap wajahnya menggunakan kedua tangan, menjerit kesal dalam raungan mengerikan.
Seorang pelayan wanita muda yang hendak masuk membawa makanan pagi untuknya, gemetar takut melihat pemandang kacau untuk kedua kalinya di ruangan megah itu. Langsung berdiri di balik dinding dengan wajah gelap memucat. Giginya gemelutukan, nampan gemetar oleh rasa takutnya.
Arkan sang Top Star kembali menghancurkan barang-barang di ruang tamu.
“Ugh!” gugup sang pelayan, memejamkan mata kuat-kuat.
Baru kali ini dia melihat tuan mudanya itu marah bukan main.
Saat dia mencoba mengintip ke ruangan, jantungnya bertalu kencang seolah hendak lari dari tempatnya. Saliva ditelan kuat-kuat, di sana, di seberang ruangan menuju teras belakang, salah satu dinding kacanya sudah hancur berantakan oleh hantaman meja kecil dari kayu jati kokoh.
Tampaknya, orang yang bilang kalau saat marah, semua benda jadi ringan itu benar adanya.
Wajah wanita pelayan ini makin gelap dan kelam, rasanya sudah mau pingsan saja mendapat tugas membawa sarapan pagi untuk model tampan itu.
Siapa yang menduga kalau dia ini punya sisi menyeramkan begini?
“CASILDA SIALAN! BERANINYA MELAWANKU SEPERTI INI!!!” maki Arkan berang, lalu kembali menghancurkan barang-barang yang berada dalam jangkauannya.
***
Di tempat lain, Casilda berjalan di lorong rumah sakit.
Sejak kemarin kedatangannya, dia terus berada di rumah sakit memantau pengurusan jadwal operasi adiknya. Untungnya para perawat membiarkannya tidur di salah satu ruangan yang kosong untuk semalam.
Kini, dia sedang berjalan dengan sedikit berlari-lari kecil sambil menenteng beberapa kue dalam plastik putih, baru saja dibelinya di dekat rumah sakit tersebut.
Kue-kue ini akan diberikannya kepada dokter Adam dan para perawat di bangsal itu sebagai ucapan terima kasih.
Bagaimana dengan pekerjaannya?
Masa bodoh dengan pekerjaannya sekarang!
Arkan saja dia tidak mau ingat, apalagi tempat penuh sumber kesialan itu!
Baginya, saat ini, dia ingin benar-benar fokus kepada adiknya dulu.
Masalah lain bisa menunggu. Termasuk kehilangan ponsel berharganya. Entah di mana ponselnya itu berada sekarang. Toh, dia bisa beli yang lebih murah nantinya.
Buat apa dia bekerja keras selama ini? Untuk adik dan keluarganya, kan?
Setidaknya selama operasi sang adik belum selesai dilakukan, dia tidak mau melakukan apa pun dulu. Hitung-hitung sekalian beristirahat sejenak.
Dokter Adam bahkan juga memberinya sedikit uang, dan menawarinya pekerjaan kecil sementara di rumah sakit itu seraya menunggu dan mengawasi operasi adiknya.
Yah, walaupun tidak seberapa, tapi cukup bisa untuk makan sehari-hari selama adiknya itu akan menjalani waktu-waktu menegangkan.
Dia hanya menyayangkan ibunya tidak tahu hal ini, dan ayahnya yang tidak tahu diuntung, entah berada di mana tidak bisa menemani mereka di masa-masa penting begini.
Sungguh menyebalkan kalau muncul di depannya dengan wajah penuh rasa bersalah dan penyesalan, tapi besok-besoknya melakukan hal-hal yang dibencinya lagi.
Casilda menggelengkan kepalanya cepat, memasang senyum lebih lebar, lalu ketika sudah sampai di bagian meja para perawat, dia langsung menyapa mereka dan memberikan kue yang dibawanya. Wajahnya sangat bahagia!
***
Siang hari, sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di depan rumah Casilda. Kaca mobil itu diturunkan, memperlihatkan wajah tampan berkacamata hitam.
“Babi rakus itu tinggal di sini rupanya? Heh! Benar-benar mirip kandang!” hina Arkan dengan dengusan meremehkan dalam suaranya.
Tidak jauh dari sana, Casilda berjalan pelan dengan kepala menunduk melihat isi kantong plastik untuk makan siang ibunya.
“Ibu pasti senang! Dia, kan, suka kue seperti ini!” bisiknya tertawa senang kepada diri sendiri, tersenyum berseri-seri dengan mata melengkung indah, sangat cerah dan bersinar.
Di dalam mobil, sang aktor yang melihat wanita berpakaian kemeja hijau gelap dan rok biru bunga-bunga di depannya itu, memasang senyum licik dan jahat.
Mata dingin tajamnya menyipit dengan niat buruk di sana. Kedua tangannya yang memegang kemudi dieratkan menahan gejolak emosi dan perasaan aneh di dalam hatinya. Sudah seperti mau jungkir balik rasanya! Sangat kacau dan tak menentu!
“Casilda... aku akan menghukummu sangat berat sampai kamu memohon ingin mati!” desisnya berbisik tajam, mata menyipit dingin. Pandangan ditundukkan gelap dan sangat jahat, tapi ekspresi itu malah membuat wajah tampannya terlihat berbahaya dan sangat memikat penuh godaan seksi di sana.
Pintu mobil segera dibuka.
Mendengar hal itu, Casilda menaikkan pandangannya.
Napasnya langsung berhenti, mata membola kaget. Kedua kakinya bagaikan dipaku ke tanah.
Arkan?!
***
"Lepaskan aku! Lepas—umph!"
Casilda yang melihat sejenak wajah sang aktor dengan senyum jahatnya, berusaha lari dari hadapan pria iblis itu, tapi karena dia baru saja jalan kaki untuk menghemat ongkos kendaraan, akhirnya hanya bisa berlari ngos-ngosan dengan mata terpejam kuat, keringat sudah bercucuran di kedua pelipisnya, dan langsung tertangkap oleh Arkan kurang dari 7 meter.
Sang aktor yang sedang memakai topi, kacamata hitam, dan masker ini mendesis kesal. "Jangan melawan! Kalau kamu macam-macam, aku akan menghancurkamu, babi gendut!"
Casilda akhirnya menyerah, wajahnya yang pucat muram dibungkam oleh satu tangan Arkan. Tubuhnya diseret paksa masuk ke dalam mobil.
Arkan langsung mengunci pintu begitu wanita gendut menyebalkan itu sudah tersungkur dengan bunyi keras di kursi belakang, memeluk kuenya agar tidak jatuh gara-gara didorong dengan kasarnya.
"Bisa tidak, sih, kamu bersikap lebih manusiawi?!" protes Casilda, memperbaiki duduknya, kening mengencang, menatap galak Arkan sudah seperti ingin membakarnya.
Sang pria lalu masuk ke dalam mobil, duduk di kursi kemudi dan mengunci semua akses jalan keluar, berbalik bercakap kepadanya setelah melepas semua atribut menyamarnya.
"Wuah! Dengarlah perkataan orang yang sudah kabur meninggalkan tanggung jawabnya!" gerung pria berkemeja hitam lengan panjang itu, bersedekap dengan wajah penuh perhitungan.
Casilda mengeraskan raut wajahnya, merajuk sebal.
"AKU, KAN, SUDAH BILANG KEPADAMU KALAU AKU MASIH HARUS BEKERJA DAN MENGURUS KELUARGAKU! TIDAK MUNGKIN HANYA BISA TERUS BERADA DI MANSION ITU SEBAGAI BUDAKMU! BAGAIMANA AKU BISA MEMBAYAR HUTANG-HUTANG TIDAK MASUK AKAL ITU, JIKA KAMU MENGURUNGKU SEPERTI BINATANG DI SANA?!"
Teriakan murka itu membuat Arkan cukup kaget, dadanya langsung merasakan gejolak menarik yang sulit untuk dijelaskan.
Pria ini lalu mendengus dingin meremehkan.
"Bekerja? 1,5 milyar? Kamu mau bayar berapa tahun hanya dengan kerja serabutanmu itu, hah?" nada pongah penuh penghinaan terdengar dari suara pria ini, terlihat begitu santai melihat aksi sok tegar Casilda.
Tidak mungkin dia bisa membayarnya meski sudah kerja keras sampai mau mati!
Dalam hati, Arkan sang Top Star tertawa senang, lalu raut wajahnya berubah garang penuh intimidasi, berkata serius dan tajam: "Kalau kamu berani kabur lagi dariku dengan cara seperti itu, kita lihat orang terdekatmu yang mana akan mendapat hukumannya duluan."
Syok!
Napas Casilda tertahan, memucat kelam.
"Apa-apaan kamu ini?! Sebenarnya apa tujuanmu melakukan semua ini?! Dendammu seberapa dalam, sih, kepadaku?!" bentaknya di muka Arkan, mendorong kue yang dibelinya tadi ke kursi lain di sebelahnya, memajukan tubuhnya bersitatap dengan sang aktor iblis. Mencengkeram bagian belakang kursi yang diduduki Arkan. Wajah sudah mau ngajak gelud.
Arkan cukup kaget dengan perlawanan Casilda, kedua keningnya naik, lalu sudut bibirnya berkedut kesal. Tangan kanannya langsung meraih kerah baju sang wanita, mendekatkan wajahnya hingga dahi mereka saling menempel, tidak peduli wajah syok sang lawan bicara, berkata dengan sangat kasar.
"Kamu sudah menerima uang dariku, sekarang sudah berlagak seperti ini? Ke mana babi gendut tukang ngemis menyedihkan itu, hah?! Babi yang bahkan bersedia menjilati sepatuku dan menjilati seluruh lantai mansion seperti orang bodoh!"
Casilda syok, meringis gelap, lalu memaksa lepas cengkaraman sang pria, berteriak marah sambil menangis: "KAMU KETERLALUAN!"