Bab 76 Pria Temperamental dan Dingin 2

1367 Kata
“Pulanglah, aku benar-benar ingin istirahat. Tidak ingin diganggu,” nada suaranya berubah rendah, pelan dan penuh bujukan. Air mata Lisa sudah turun membasahi pipi, berbisik pelan dengan suara terisak kecil. “Aku mencintaimu... Arkan... aku ingin mempercayaimu... kamu tidak tahu betapa sulit aku melakukannya dengan kebiasaan burukmu itu....” “...” Arkan hanya terdiam dingin, tidak ada eskpresi di wajahnya. “Kamu berubah... entah sejak kapan kamu berubah... kamu menjaga jarak dariku.. padahal aku adalah tunangan resmimu... Semua orang tahu kita adalah pasangan sempurna...” ujar Lisa terisak, lalu dengan lirih melanjutkan, “... ternyata semuanya hanyalah kepalsuan belaka....” Lisa menundukkan kepalanya malu, menangis sesenggukan. Menghapus cepat air matanya bergantian di kedua pipi lembutnya. Dia adalah wanita paling cantik dan dikagumi di seluruh negeri, tapi lihatlah dia! Mengemis cinta kepada seorang playboy tidak punya hati! “Pulanglah...” suara Arkan lebih rendah, nyaris berbisik, “kamu tahu air mata tidak akan mempan kepadaku, kan?” Syok! Rasanya ada yang mengiris hati Lisa. Wajahnya murung, dan mencoba menjaga harga dirinya. Kedua tangan mengepal kuat. “Kamu adalah milikku...” gumam Lisa serak, lalu dengan wajah tegas dan penuh tekad menegakkan pandangannya kepada sang tunangan, berteriak marah seperti orang gila: “AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN WANITA MANA PUN MEMILIKIMU SELAIN AKU!” Reaksi Arkan masih dingin, juga masih tidak membuka mulut melihat dirinya membuang harga dirinya sebagai seorang wanita terhormat dan terpandang. “Wajahmu bisa bengkak parah. Tidak baik untuk pemotretan. Aku akan mengirim salep nantinya ke rumahmu. Cepatlah pulang.” Lisa mengerjapkan mata tak percaya, terdiam karena kaget dengan sikap dingin pria itu. Air matanya lalu meluruh deras, kemudian menjerit gila sekali lagi: “AKU ADALAH TUNANGANMU! BERANI SEKALI KAMU MEMPERLAKUKANKU HINA SEPERTI INI!” Dadanya naik-turun penuh emosi, menatapnya nyalang. Arkan menautkan kening, lalu berjalan ke arah Lisa, merangkulnya dalam pelukan dengan gerakan cepat dan kasar, berkata dingin dan berbisik rendah: “Maaf. Tolong pulanglah. Aku benar-benar tidak sedang mood sekarang ini.” Lisa memeluk erat sang tunangan, tergugu manja dan manis di dadanya sang pria. “Kamu adalah milikku! Milikku! Apa pun yang mengusik pikiranmu saat ini, kamu hanya boleh memikirkanku!” Lisa tahu ini adalah perkataan egois, karena pada dasarnya Arkan adalah pria yang tidak bisa diikat. Sikap manis dan perhatiannya selama ini, semata-mata karena kewajiban menjaga status tunangan mereka. Tidak bisa berharap lebih kepada penakluk wanita berbahaya sepertinya. “Arkan...” Lisa mendongak, meraih belakang kepala sang aktor untuk dimajukan ke arahnya, mata terpejam anggun. Dia hendak melepas keperawanan bibirnya kali ini. Bisa, kan, sekarang waktunya? Setidaknya hatinya akan tenang sedikit setelah menahan segala ujian kesabaran bersama sang tunangan. Tapi, sayangnya, Arkan menghentikannya, dan hanya mengecup keningnya cepat. “Aku sedang tidak minat. Sejak kapan kamu bertingkah seperti ini?” keningnya mengerut dalam. Lisa menundukkan kepalanya malu-malu. “A-aku tidak bermaksud begitu... tapi, kamu tahu aku tidak bisa merasa aman terus mengingat statusmu yang playboy itu, kan? Aku harap kamu sedikit mengerti perasaanku....” “...” Arkan diam, sorot matanya sulit dibaca. “Apa kamu marah? Benci sikap murahanku seperti ini?” bujuknya dengan nada suara dan wajah memelas hebat. “Aku tidak ingin merusakmu sebelum menikah. Kamu tahu ayahmu sudah berpesan begitu, kan?” Lisa mencebik dalam diam, murung dengan sorot mata sedikit hampa. Benar. Ayahnya juga yang membuat hubungan mereka hanya seperti ini saja. Terlalu murni dan polos. Tapi, dia tidak mengerti. Bagaimana bisa Arkan patuh dengan peringatan ayahnya semacam itu? Kalau tidak bilang, maka tidak ada yang akan tahu, kan? Mereka berdua bukan anak kecil lagi. Setelah merasa tenang dan baikan, Lisa akhirnya pamit pulang, melambaikan tangan dengan senyum gembira di wajahnya kepada sang tunangan yang berdiri membalas lambaiannya. Wajah Arkan juga penuh senyum kehangatan, tidak dingin seperti tadi. Namun, begitu Lisa sudah menghilang dari pandangan, ekspresi Arkan jatuh dengan cepat. Sangat dingin dan mendung. Apakah dia punya perasaan khusus kepada Lisa? Ini masih belum bisa diyakini olehnya juga. Dia bertunangan dengan wanita cantik itu hanya demi kewajiban binis dan keuntungan pribadi semata. Dia sudah bersentuhan dengan banyak wanita, kalau hanya sentuhan dengannya saja, sejujurnya bukan hal istimewa di hatinya walaupun Lisa adalah seorang supermodel nomor satu senasional. Ini yang membuatnya selama ini tidak protes jika Lisa menyentuhnya. Tidak merasa aneh, atau pun tidak nyaman. Namun, semua itu berubah saat dia sudah bersentuhan dengan Casilda, dan pria ini belum menyadarinya sama sekali. Aktor tampan kita ini lalu kembali memikirkan cepat kepada satu wanita yang membuat gejolak hatinya bagaikan lava yang menggelegak hebat! Casilda! Ratu Casilda Wijaya! Di mana perempuan gendut sialan itu sekarang? Mata Arkan bercahaya dingin dan gelap, kedua tangan mengepal kuat di sisi tubuhnya. Wajah muram sangat mengerikan. Kakinya melangkah naik ke lantai dua, meraih cepat ponselnya menghubungi seseorang. “Bagaimana? Apakah sudah menemukan dia?” “Maaf, Tuan Arkan. Tapi, sepertinya dia belum pernah datang ke kedai itu.” “Bagaimana dengan alamat rumahnya?” “Saya sedang dalam perjalanan ke sana. Mohon tunggu kabar selanjutnya.” Percakapan itu akhirnya berakhir, wajah Arkan kembali murka, menggigit gigi marah. Ponsel yang digenggam erat penuh emosi hendak dibanting ke lantai, hawa panas berputar-putar dalam dadanya, membuat pikirannya kacau. Tapi gerakannya berhenti di udara, mata terpejam kuat, kening tabrakan dalam seraya menggigit gigi kuat-kuat. Beraninya dia kabur setelah menghabiskan uangnya milyaran rupiah! “Casilda! Awas saja kamu! Tunggu hukuman dariku!” geramnya membuka mata yang sudah gelap berbahaya, rahang mengetat menahan rasa tidak terima sang budaknya kabur dengan begitu mudah. Membuatnya seperti orang bodoh sedunia! Sialan! *** Rumah sakit, Casilda menatap sang adik dari balik kaca. Sorot matanya sedih, murung dan gelap. Dia takut masuk ke dalam, walaupun sangat ingin. Tubuhnya kotor meski dia sudah mandi sebelumnya. Tentu saja kotor! Di pesta topeng, dirinya bagaikan sudah ditelanjangi dan dihina tidak karuan di lantai, membuatnya merasa tidak layak bahkan untuk masuk ke ruangan steril itu, meski sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali. “Casilda?” tegur seorang perawat, membuyarkan lamunan wanita di depannya. Casilda berbalik menghadap ke arah sang perawat wanita, menghapus air mata yang jatuh tiba-tiba di sudut mata. Terisak pelan sambil berkata gugup: “Bagaimana? Apakah sudah bisa diurus jadwalnya?” Perawat itu mengangguk cepat, sangat cerah. “Setelah pembicaraanmu dengan dokter Adam tadi, sepertinya keberuntungan sedang berada di pihak kalian. Kebetulan bulan ini, kami akan kedatangan dokter baru dari Amerika. Dia adalah ahli jantung yang sangat hebat. Khusus datang ke sini karena permintaan dokter Adam demi melatih para dokter muda selama setahun. Aku rasa, operasi adikmu bisa berhasil baik! Selamat, ya!” Senyum Casilda terentang lebar, wajahnya mulai menampilkan raut wajah yang hidup. “Sungguh?” Sang lawan bicara mengangguk kembali. “Nah, kalau begitu, kita urus dulu dokumen pengajuan operasinya. Ayo, ke bagian administrasi! Aku akan membantumu mengisi semuanya.” Hati Casilda sangat cerah! Sudah benar dia nekat kabur dari mansion gila itu! Wanita ini lalu menoleh cepat ke arah adiknya, tangan kirinya melekat di dinding kaca, mengelus sosoknya dari jauh. “Danish, tidak lama lagi kamu pasti bisa sehat kembali. Tolong jangan menyerah, ya? Kakak tidak pernah menyerah padamu,” ucapnya teduh, kening ditautkan lega. “Ayo, kita segera ke administrasi, nanti ada lebih banyak orang di sana. Pasti akan mengusik fokusmu mengisi dokumennya. Tidak boleh salah.” Casilda menurut, lalu berlalu dari sana dengan mata masih menatap ke arah dinding kaca tembus pandang selama beberapa saat. Senyumnya ringkih, tapi ada kebahagiaan dan rasa syukur di sana. *** Esok harinya, di mansion Arkan sudah seperti terkena badai dahsyat di dalamnya. Suara benda dibanting dan dilempar terdengar keras di udara. Benda-benda di ruang tamu Arkan jatuh pecah berhamburan ke lantai. “AKU SUDAH BILANG, BUKAN?! CARI YANG BENAR!” teriaknya murka kepada ponsel dalam mode pembesar suara di atas meja tamu. Sang aktor yang memakai jubah mandi putih, baru saja berenang mencoba mendinginkan hati dan pikirannya gara-gara belum juga menemukan wanita sialan itu! Suara di ponsel itu terdengar gugup dan takut-takut, tapi masih mencoba dibuat tegas dan profesional: “Saya tahu Anda pasti akan marah, tapi Tuan Arkan, setidaknya kita tahu kalau dia sudah pulang ke rumahnya kemarin, dan dalam kondisi baik-baik saja. Anda sudah tahu kalau ibunya agak sedikit bermasalah dengan mentalnya, jadi saya tidak bisa bertanya lebih banyak kepadanya. Saya melakukan penyelidikan sesuai dengan perintah Anda yang ingin merahasiakan ini semua.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN