Selamat membaca!
Seketika pertengkaran yang sedang terjadi itu menjadi pusat perhatian seisi bar. Clara coba melerai dengan menahan tubuh Dania yang ingin melancarkan kembali aksinya. Namun, kali ini niat baiknya malah mendapat penolakan dari Dania yang berontak dan melepaskan diri dari dekapan Clara.
"Cukup ya, Deb. Lo nggak perlu ikut campur urusan gue sama Vano, mau kita lanjut atau putus itu sama sekali bukan urusan lo!"
Debie yang tak terima dengan perlakuan itu pun bangkit dari posisinya, ia balas mendorong dengan keras hingga tubuh Dania jatuh dan terbentur ujung meja bar.
Dania mengaduh kesakitan. Bekas benturan pada lengannya sampai meninggalkan memar berwarna kebiruan.
"Ini tuh karma buat lo, Dan! Dulu lo selalu pamer dengan hubungan lo sama Vano ke semua orang, berasa couple goals kali ya lo! Tapi sekarang apa yang lo dapat setelah pacaran satu tahun, cuma dijanjiin nikah tanpa kepastian. Bahkan saat ini Vano malah mencampakkan lo begitu aja setelah dia puas sama tubuh lo! Vano tuh memang nggak pernah tulus cinta sama lo, dia hanya mau seks aja dari lo. Lain kali lo jangan terlalu percaya diri dan sebaiknya lo ngaca! Apa lo nggak punya cermin? Perlu gue beliin, hah?"
Debie terkekeh puas setelah semua penghinaannya ternyata mampu membuat mental Dania jadi benar-benar down. Itu terlihat dari bulir air mata yang kini mulai membasahi kedua pipinya. Raut wajah wanita itu terlihat sudah memerah, menahan rasa sakit. Perkataan Debie seolah membuat Dania merasa begitu hina di mata setiap pengunjung yang saat ini memandangnya dengan sorot mata yang merendahkan.
"Sialan, lo!" Kedua bola mata Dania semakin berkabut dengan air mata yang tiada henti mengalir, walau sudah beberapa kali ia usap. Wanita itu tidak terima karena telah direndahkan di muka umum. Ia pun kembali berdiri, lalu berlari menghampiri Debie dan tanpa ampun langsung menjambak rambut Debie hingga perkelahian pun kembali berlanjut tak dapat terelakan.
"Deb, Dan, stop! Malu dilihat orang!" Clara coba melerai, menengahi perkelahian yang terjadi di antara keduanya. Namun, usahanya berakhir sia-sia karena suaranya kalah keras dengan sorak sorai kerumunan pengunjung yang malah menikmati tontonan gratis dari dua wanita cantik yang saat ini terlibat perkelahian.
"Lepas, sialan! Jangan sentuh-sentuh gue!" bentak Debie berusaha mendorong tubuh Dania dengan sekuat tenaga.
"Gue nggak akan lepasin lo, sebelum lo habis di tangan gue!" Dania naik pitam. Amarah begitu menguasai dirinya hingga tak peduli dengan pengunjung lain yang ada di sana.
Cengkraman Dania pada rambut Debie yang semakin keras, benar-benar membuat wanita itu kesakitan. "Dasar psikopat! Pantes saja Vano lebih nyaman tidur sama gue daripada tidur sama lo, ternyata lo kasar begini orangnya."
"Heh jaga mulut lo, ya! Vano nggak pernah selingkuh selama pacaran sama gue! Jadi, Lo jangan fitnah, mana mau Vano sama lo! Lo itu sama ama gue!"
"Gue nggak bohong! Gue itu bicara apa adanya! Kalau lo mau bukti, gue punya banyak foto berdua sama Vano!"
Perkataan itu sukses membuat Dania melepaskan cengkramannya. Tubuhnya seketika tak bertenaga. Kedua kaki terasa bergetar karena menahan rasa sakit yang begitu menusuk hati. Namun, ia coba menampik. Tak mudah percaya karena sulit menemukan celah dalam hubungannya dengan Vano bahwa pria itu berselingkuh.
"Dasar w************n lo!" Dania menampar wajah Debie dengan sekuat tenaga. Meninggalkan bekas kemerahan pada pipi wanita itu yang seketika meradang. "Lo jangan ngaku-ngaku!"
Tak terima ditampar, Debie membalas. Menampar Dania juga, lalu mendorong hingga Dania jatuh terduduk di lantai. Debie terlihat mulai merogoh ponsel yang ada di dalam tas. Sejenak, pandangannya fokus pada layar ponsel untuk mencari sesuatu, lalu ia mengarahkan ponsel ke hadapan Dania untuk menunjukkan foto-foto mesranya bersama Vano di atas ranjang.
"Lihat nih! Gue nggak bohong, 'kan?"
Dania termangu diam. Hatinya semakin sakit. Selama ini, ia mengira kalau Vano benar-benar tulus mencintainya sampai-sampai ia memberikan mahkota yang paling berharga untuk laki-laki yang ternyata mengkhianatinya dengan berselingkuh di belakang. Bahkan yang lebih parahnya lagi, itu dilakukan dengan temannya sendiri.
Bulir kesedihan pun lolos dan terjatuh dari kedua sudut mata Dania. Tak bisa dipungkiri, sampai detik ini, masih ada rasa cinta di hatinya, walau hubungan mereka sudah resmi berakhir.
Dania kembali bangkit, kini ia berdiri di hadapan Debie. Rasa benci pada wanita itu semakin mendarah daging dalam dirinya.
"Dasar w************n! Bisa-bisanya lo tidur sama Vano, padahal lo tahu kalau dia pacar gue! Ternyata muka lo tebal juga ya, lo itu enggak tahu malu dan mau-maunya jadi selingkuhan dari laki-laki yang udah bekas gue! Menjijikkan banget sih lo!"
Setelah puas mengungkapkan umpatan yang menyesakkan d**a, kini Dania bersiap pergi meninggalkan bar. Ia meraih tas yang sempat terjatuh di lantai dan segera melangkah tergesa dengan menabrak pundak Debie yang masih menantangnya.
"Dan, kamu mau ke mana?" tanya Clara sembari mengekor di belakang tubuh wanita itu, berusaha mencegah kepergian dari bar.
Dania tak menjawab, hatinya saat ini dipenuhi rasa kecewa atas pengkhianatan yang Vano lakukan padanya.
"Jangan halangi aku, Ra! Aku udah nggak mood malam ini."
"Sabar ya, Dan." Clara pun sejenak memeluk tubuh Dania. Coba menenangkan meski ia tahu itu tak bisa mengurai rasa sakit karena kenyataan pahit tentang Vano yang diungkap Debie.
"Hati-hati di jalan, Dan." Clara melepas Dania pergi. Masih menatap kepergian wanita yang sudah dianggapnya seperti sahabat dekat.
"Aku nggak nyangka kamu bisa sejahat ini sama aku, Van. Kamu nggak cuma mutusin aku seenak jidatmu, tapi ternyata kamu juga selingkuh sama temanku sendiri!" lirih Dania begitu perih sambil masuk ke mobil.
Dania mengendarai dengan kecepatan tinggi. Saat ini, wanita cantik itu tengah dikuasai amarah yang membuncah dalam dirinya. Air mata pun tak henti-henti menetes dari kedua sudut mata.
"Argh! Sialan kamu, Vano! Kamu bilang keluargamu nggak bisa terima aku karena pekerjaanku, lantas kenapa kamu malah punya hubungan sama Debie, padahal pekerjaan dia sama seperti aku? Kenapa kamu harus menyakitiku dengan kenyataan ini, Vano? Kenapa?" Suara teriakan Dania memenuhi seisi mobil, berulang kali pukulan keras mendarat pada kemudi yang menjadi sasaran pelampiasan amarahnya.
"Kenapa kamu selingkuh dari aku, Van? Kurang apa aku selama ini? Setiap keinginanmu selalu aku penuhi, terus di mana lagi kurangnya aku?"
Emosi Dania tak terkendali hingga ia hilang keseimbangan saat mengemudi.
"Argh ...." Dania coba mengendalikan laju mobil dengan panik di saat mobil yang dikendarainya akan menabrak pembatas jalan.
Bersambung✍️