Semua tahu

1381 Kata
Sisil membuka kedua kelopak matanya sebari bergegas bangun dengan merubah posisinya menjadi duduk. Pandangannya melihat ke sekeliling, sebari mencari seseorang yang semalaman ini menemaninha tidur. Iya, malam ini Reon menemaninya setelah Sisil menginap di apartemen laki-laki itu. Sisil menghela nafas panjang, tubuhnya ia senderkan sebari menatap kosong ke depan. “Jadi gue semaleman tidur berdua-dua sama Reon? Gitu?” Ucapnya yang terkesan ke diri sendiri. Ia bangkit, namun niatnya terhenti saat di atas meja ada satu bingkisan yang masih tertutup rapat oleh kresek berwarna putih. Tidak lupa dengan post it yang juga tertempel di kresek tersebut. Di makan, tadi Alice ke sini buat nganterin ini. Dan sorry gue gak bangunin lo karena lo kelihatan nyenyak banget tidurnya. Gue berangkat sekolah dulu ya - Reon. Senyum gadis itu mengembang, kedua tangannya akhirnya membuka bingkisan tersebut dan memakan bubur ayam yang sudah lumayan dingin. Dalam hati Sisil bersyukur, bahwa masih ada orang yang peduli dengan keadaannya. . . Di sekolah, langkah Kevin pun akhirnya memasuki kelas yang masih sepi sebagaimana jam masih menunjukan pukul tujuh. Ya sebenarnya jam masuk di jadwal sekolah mereka itu sekitar jam delapan lewat sih. Maka dari itu para murid di sini cenderung meremehkan, di tambah lagi sekolahan yang mereka tempati inibadalah sekolah swasta dengan akrediritas A, jadi wajar lah kalau sistem sekolah ini terlalu santuy? Belum lagi dengan semua murid yang rataA-rata lahir dari kalangan orang berada. Lantas sesudah Kevin masuk ke kelas, indra pengelihatannya pun menangkap Reon yang sedang tertidur sambil membenamkan wajahnya di atas meja. Ayolah! Kevin curiga, sebenarnya sejak kemarin ia membuntuti Reon tanpa sepengetahuan laki-laki tersebut dan juga Nalen, bahkan Kevin semakin curiga saat Reon akhir-akhir ini seringg menemui Alice di sekolahannya, dan ia hanya ingin tahu apa yang di sembunyikan oleh Reon dan Alice selama ini. Kevin pun sebenarnya benar-benar bingung sejak kemarin, mengapa sore itu Reon menemui Alice di SMA 2? dan juga kenapa pada malam harinya Reon tidak ada di rumah? Kenapa ia bisa tahu, karena Kevin datang ke rumah Reon sebagaimana yang menyambutnya adalah tante Ranti. Oh! Dan tentu tante Ranti pun mempertanyakan ke mana laki-laki itu pergi karena biasanya Reon selalu menghabiskan waktu dengan Kevin dan Reon selama ini. "Cerita sama gue kenapa lo nemuiin Alice? " Tanya Kevin to the point yang sudah duduk di sebelah Reon. Reon mendongakkan kepalanya dan menoleh ke arah Kevin dengan menaikan sebelah alis matanya aneh. "Ck! Gak usah pura-pura bego, apa yang lo sembunyiin dari kita Re, dan kemaren kenapa lo gak da di rumah?” Serbu Kevin dengan rentetan pertanyaan yang menyerang Reon sekaligus. Skakmat! Reon diam, Reon segera menegakkan badannya dan berusaha memasang wajah datarnya semaksimal mungkin. "Lo ngapain ngikutin gue? Kenapa mendadak lo jadi intel begini?" Sarkas Reon dengan mengalihkan obrolan tersebut Kevin menatap wajah Reon, memperhatikan wajah Reon yang semakin hari semakin berbeda. Kevin menghela nafas. “Itu gak penting Re, mau gue jadi intel kek! Apa kek! Yang jelas lo tuh kemarin ke mana?“ “Dan yang pasti, lo sebenarnya tahu kan di mana Sisil? Gue bener kan?” Sambung Kevin lagi Kevin menyenderkan tubuhnya, “Jangankan lo, gue juga sebenarnya khawatir sama Sisil. Semua orang khawatir sama dia Re. Gue khawatir bukan karena gue suka or apa itu lah! Gue khawatir karena gue benar-benar peduli sama dia,” "Please, lo tahu Kan di mana dia? kasih tau kita di mana Sisil. Jangan sembunyiin dia dari kita-kita terutama Angga kakak kandung Sisil sendiri," Reon menghela nafas, lalu menyandarkan tubuhnya ke tembok sambil memegang pelipisnya dengan kedua tangannya. “Gue gak tahu lo ngomong apa,” Kevin terkekeh pelan, “Gak usah ngelak deh Re, gue sama lo udah kenal berapa lama sih?” Akhirnya Reon menyerah, kedua tangannya mengusap wajahnya kasar sebari menatap Kevin dengan tatapan yang sulit ia artikan. "Gue udah janji sama dia untuk nutupin hal ini dari siapapun," Ucap Reon dengan keputusasaannya. "Janji? Janji dalam rangka hal apa?" Tanya Kevin bingung. "Janji gak ngasih tau di mana dia sekarang, dia gak mau ketemu sama siapapun kecuali gue dan Alice untuk sekarang ini," "Alice? Kenapa bisa? Merek kok bisa saling kenal sih?" “Panjang ceritanya,” Jawab Reon malas. "Intinya, she's tired with her self, maka dari itu dia ingin menjauh dari kalian terutama Angga. Gue tuh gak ada maksud buat nyembunyiin dia, cuma ini memang kemauan Sisil sejak awal. "Dan selama ini lo nemenin Sisil ? " Tanya Kevin memastikan, dan Reon hanya mengangguk membenarkan pertanyaan Kevin. Akhirnya Kevin mengerti saat ini, tapi jika dia ingin tahu di mana Sisil sekarang bisakah? Hanya untuk memastikan gadis itu saja, dan Kevin berjanji tidak akan memberi tahu siapapun untuk kenyamanan Sisil. "Di mana dia sekarang?” Tanya Kecin setelah beberapa detik terdiam. "Kev,ayolah! Hargai keputusan dia. Gue ud-" Kevin menghela nafas panjang, "Demi tuhan Re, gue bakal jaga rahasia ini untuk kenyamanan Sisil." Paksa Kevin. Reon pun akhirnya menghela nafas, lalu menoleh ke arah luar kelas, takut ada seseorang yang mengetahui di mana keadaan Sisil sekarang. "Dia ada di apartemen gue,” jawab Reon dengan suara berbisik namun mampu di dengar oleh Kevin saja. "Lo gila?! Sejak kapan lo pun-" "Dari bokap, puas lo!“ Potong Reon langsung dengan wajah kesalnya. Kevin mengangguk mengerti Namun tanpa mereka sadari, seseorang mendengar pembicaraan mereka berdua sedari tadi dan tanpa pikir panjang , laki-laki tersebut langsung mengeluarkan ponselnya dan mengirim beberapa pesan kepada seseorang. "Balik sekolah, gue jemput ke rumah lo dan lo harus ikut gue! Tanpa ada penolakan.” . . Angga berjalan guntai di koridor kampusnya, siang ini Angga datang ke kampus karena ia sudah memiliki janji dengan kepala dosen pembimbing yang akan membantunya menyusun skripsi.m Sejak perkelahian kecil dirinya dengan David di rumah, membuat Angga sedari tadi berpikir tentang fakta baru bahwa Sisil mempunyai penyakit mental yang bisa di bilang lumayan beresiko jika di biarkan. Merasa bersalah? Itu tentu. Karena bagaimana pun asal mula hal itu terjadi karena sejak kematian kedua orang tuanya dan sikap Angga yang bisa di bilang kurang ajar untuk dua tahun terakhir. Akan tetapi, untuk mendekatkan diri atau apa lah itu namanya. Rasa gengsi Angga masih terlalu besar untuk mengalah. Alhasil ia hanya berdiam diri seperti orang bodoh entah sampai kapan nanti. Di tambah lagi dengan kaburnya Sisil karenanya, dan Angga sama sekali belum mendapatkan kabar di mana keadaan gadis itu sekarang dan cukup membuat ia frustasi akhir-akhir ini. “Kak Angga?” Panggil seseorang. Langkah laki-laki itu terhenti, dengan perasaan malasnya Angga membalikan tubuhnya dan melihat siapa yang tengah menganggu waktu berpikirnya begini. Namun, dengan mood yang sudah sangat anjlok akibat tadi pagi. Saat kedua bola matanya bertemu dengan kedua kelopak mata milik seseorang yang akhir-akhirnini mendekatinya membuat mood laki-laki itu melonjak naik menjadi lebih baik. Senyum manis gadis itu terukir, dengan rambut panjang yang ia warnai coklat terang dan ia kuncrit seperti ekor kuda setiap harinya. Membuat Gadis itu tampak cantik berkali-kali lebih lipat dari biasanya, itu menurut Angga. “Tumben ke kampus hari ini? Ada yang perlu di bahas ya skrispsiannya?” Tanyannya dengan nada lembut. Tuh kan! Angga mendadak tremor di kedua kakinya gara-gara mendengar suara gadis tersebut. Sunggu berdamage memang! “Iya, di suruh dosen datang hari ini,” Angga sedikit mengatur nafasnya. “Jeje baru dateng apa gimana?” “Oh! Aku?“ Gadis bernama Jeje itu terkekeh pelan. “Iya, aku lagi ada kelas siang sekarang,” Angga mengangguk, setelah pertanyaan canggung di antara kedua manusia tersebut mampu membuat keheningan itu muncul. Akhirnya Jeje berdehem pelan, dengan rasa kesengajaan yang ia buat. “Ini, aku bawa roti kebetulan,” Celetuk Jeje tiba-tiba sebari membuka tasnya dan mengambil kotak tupperware berwarna kuning. Lalu menyodorkan ke arah Angga. Sebenarnya Angga sedikit ragu untuk menerima hal itu dari Jeje, tetapi karena ia cowok yang super duper gak enakan. Akhirnya mau tidak mau Angga meraih kotak makan tersebut. “Biasanya kak Angga suka gak sarapan kan? Kali aja itu bisa buat ganjel perut kak Angga sebelum bahas skripsinya sama dosen,” Senyum Jeje kembali terlihat. “Kalau gitu, aku duluan ya. Semangat di semester terakhirnya,” Sambungnya lagi sebari langkahnya melewati Angga yang sedang berdiri kaku sebari memegang kotak makan milik Jeje. Sadar dengan langkah gadis itu yang sudah cukup jauh, akhirnya Angga yang seperti menahan nafas itu. Bisa bernafas dengan lega. “Kacau sih, adek tingkat beda fakultas yang ini damagenya gak main-main,” Celetuk Angga pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN