Perdebatan kecil

1766 Kata
Setelah kejadian pertengkaran kecil di antara Reon dan Nalen. Di tambah lagi laki-laki tersebut pulang tanpa berpamitan ke mereka bertiga, membuat Kevin akhirnya tidak lama memilih pulang ke rumahnya. Alhasil sekarang, hanyalah ada Nalen dan David di kamarnya. Saling diam tanpa ada obrolan di antar mereka berdua membuat kecanggungan menyelimuti kedua para laki-laki tersebut. Nalen menarik nafas panjamg, sedikit memikirkan omongan Reon yang tadi ia lontrakan secara terang-terangan di depan banyak orang, tunggu! Sebenarnya sih gak banyak banget lah ya. Tapi kan ya tetap gak etis juga bahas perasaan di hadapan beberapa orang terutama sahabatnya dan David tentunya, memalukan! “Len,” Panggil David tanpa menoleh ke arah Nalen sedikit pun, berbeda dengan laki-laki itu yang sudah menoleh dan menatap wajah tampan David dari samping. “Lo gak mikirin omongan Reon yang tentang gue tadi kan?” David akhirnya menoleh, menatap Nalen dengan tatapan datarnya. Omongan tentang David? Nalen sedikit berpikir, dirinya cukup diam sebentar dan akhirnya ia pun ingat. Lantas Nalen menggeleng kepalanya pelan, “Santai aja kali, Reon kalau lagi emosi omongan suka ke mana-mana. Gak usah lo pikirin,” “Itu sih menurut lo, tapi kalau menurut gue kayaknya memang harus di lurusin,” David bangkit, mengambil jaket sekaligus tas sekolah miliknya. “Gue memang ada rasa sama Sisil, tapi gue sudah sadar posisi sejak awal kenal dia. Karena yang di harapkan Sisil bukan kehadiran gue, tapi lo,” Tangannya menepuk bahu Nalen pelan. “Gue gak akan nganggep lo rival gue kok, tapi kalau lo gak sanggup buat bahagiaiin dia-“ “Masih ada gue yang sanggup buat bahagiaiin Sisil lahir dan batinnya. So! Jangan sia-siaiin kesempatan yang ada kalau memang lo beneran ada rasa sama dia.” Lanjut David sebari melangkah perfi meninggalkan Nalen seorang diri di kamarnya. . . Masih dengan posisi yang sama seperti halnya tadi malam, Sisil dan Reon saling tertidur bersama sampai matahari pun kembali terbit setelah kedua anak remaja itu saling bertukar pikiran dan akhirnya tertidur pulas di ruang tengah apartemen Reon. Alice yang baru saja datang sebari membawa makanan untuk Sisil, sedikit terkejut melihat Sisil dan Reon tertidur sambil berpelukan. Kedua kelopak matanya terbelalak, dengan tangan yang sudah menutupi bibirnya. “AAAAA!!” Teriak Alice gemas. Dengan cepat Alice mengambil ponsel dan memotret kedua couple yang menurut gadis itu menggemaskan. CKREK! CKREK! Reon yang mendengar suara gaduh yang di buat Alice sendiri, langsung membuka kedua matanya. Pandangannya melihat ke kanan dan ke kiri, alhasil Reon pun sadar bahwa kemarin ia sempat tidak pulang ke rumahnya semalam. Berniat untuk mencari ponsel miliknya, perhatiannya teralihkan saat melihat Alice yang sudah berdiri sebari mengambil foto dirinya dan...... Reon langsung menoleh dan tatapannya bertemu dengan Sisil yang maish tertidur pulang sebari memeluk tubuhnya. Lagi-lagi Reon membelalakan kedua matanya, dan langsung menoleh ke arah Alice. “Al! Bantuin gue gek!” Pintanya dengan rasa salah tingkahnya. “Malah sibuk fotoinn gue,” Alice memberhentikan tugasnya, langsung menatap ke arah Reon sambil menyipitkan kedua matanya. “Seneng kan lo?” Tebaknya sebari menaruh makanan di atas meja dan memasukan ponsel ke rok sekolahnya. Reon berdecak, “Seneng apaan sih?!” Alice memutar bola matanya jengah, kemudian membantu Reon untuk meminggirkan tubuh Sisil dari tubuh laki-laki tersebut. Setelah selesai, Sisil yan masih tertidur pulas di atas lantai yang berlapisi karpet. Akhirnya pandangan Alice beralih kepada Reon yang tengah menatap Sisil dalam diam. “So, lo gak ngapain-ngapain sama anak orang kan Re?” Celetuk Alice sebari melipat kedua tangannya di depan d**a. Reon menoleh, “Ya engga lah Al! Kita berdua cuma ketiduran biasa,” Laki-laki itu bangkit dari duduknya. “Gak usah mikir yang enggak-enggak deh,” Elak Reon santai. Alice menghela nafas panjang, akhirnya mau tidak mau tubuhnya ia jatuhkan ke atas sofa. “Lagian kenapa bisa sampai ketiduran bareng gitu sih?” Kedua ekor matanya tidak teralihkan sama sekali dari Reon yang sedang mengambil air mineral di dapur. “Katanya gak pacaran,” Reon meminum air yang ia ambil tersebut hanya beberapa teguk, lantas sesudahnya ia membalas tatapan Alice. “Emang gak pacaran kali,” Alice terkekeh, “Gak percaya gue. Lo tuh spesies cowok tercuek sama cewek yang pernah gue kenal tahu gak Re,” Celetuk Alice. “Please! Bayangin! Lo gak inget waktu kita masih kelas satu SMP? Secuek apa lo dulu sama gue anjir!!! Udah kaya batu es yang gak cair-cari tahu gak! Sampek gemes gue inget-inget momen itu,“ “Lo tuh sama Kevin kombinasi cowok tercuek yang epic tahu! Geli banget rasanya! Untung gue bisa naklukin kalian berdua,” Alice bangkit dari duduknya. Langkahnya mendekat ke arah Reon yang masih bertender di dapur sebari memegang gelas kosong. Reon tertawa, “Iya, sampai-sampai bikin Kevin bucin maksimal kan ya sama lo?” Goda Reon. Mendengar itu wajah Alice kembali merona seperti tomat, lalu tangannya melayang untuk memukul bahu laki-laki tersebut. AWW! Alice berdesis, “Lebay banget,” Kedua matanya melihat ke arah jam dinding. “Udah jam 6, lo gak bakal cabut buat pergi ke sekolah?” Tanya Alice yang mengalihkan arah pembIcaraan mereka berdua. “Mau, Mungkin setengah jam lagi gue berangkat,” Jawab Reon. “Terus tante Ranti udah tahu kalau lo semalem tidur di sini?” Reon menggelengkan kepalanya, “Enggak,“ Kedua kakinya melangkah melewati Alice. “Paling ngomel doang kaya biasanya, atau enggak nyariin gue ke sini,” “Tapi, tante Ranti tahu kan kalau lo biarin Sisil tinggal di apartemen?” Tanya Alice yang kembali memastikan. Langkah Reon langsung terhenti, mendengar pertanyaan Alice yang mampi membuat laki-laki itu lupa bahwa ia belum sama sekali meminta izin kepada sang ibunda. Bahkan Reon pun akhir-akhir ini selalu mendapat omelan receh atau semacamnya saat dirinya kepergok pulang malam atau pulang telat. “Belum,” Jawab Reon singkat saat ia hampir diam selama kurang lebih sekitar lima menit. Alice menghela nafas, “C’mon! Don’t make her worry about you everyday Re,” “Nyokap lo udah banyak berjuang sendirian buat lo selama ini,” Lanjut Alice lagi. “Gue tahu kok Al, thank you udah ngingetin gue tentang hal itu,” . . Di sisi lain, sebelum David bersiap untuk berangkat ke sekolah. Laki-laki itu menyempatkan diri untuk bersinggah ke rumah Sisil sebagaimana gadis itu tidak ada di rumahnya. Tidak, dia datang bukan untuk mencari Sisil. Melainkan ia datang untuk menemui Angga lebih tepatnya. Yap! Ada hal yang harus David luruskan agar laki-laki t***l nan bego yang bernama Angga tuh sadar dengan keadaan adiknya itu. Dan seperti dugaannya, rumah tersebut tidak terkunci. Alhasil langkah lebarnya mengarah ke arah kamar Angga dan langsung mengetuk-ngetuk keras pintu kamar laki-laki tersebut. Tanpa menunggu lama, akhirnya sang tuan rumah membuka pintu kamarnya. Menatap David dengan tatapan bingungnya yang membuat David muak melihatnya. Tidak memberikan aba-aba sedikit pun, David langsung melayangkan pukulannya tepat ke wajah mulus Angga tanpa meleset sedikit pun. Puas? Oh! Tentu tidak. Cowok-cowok modelan begini emang harus di kasih pelajaran berkali-kali seperti ini biar sadar otak dan pikirannya. Setelah dirinya puas memukuli wajah Angga, David mengatur nafasnya yang sudah tersengal-sengal sebari menatap laki-laki itu dengan tatapan amarahnya. “Kenapa sih lo? Datang-datang ke rumah orang mukul-mukul gak jelas kaya begini?” See? Gak sadar kan sama kelakuan tololnya yang ngebuat satu orang jadi ertekan hanya gara-gara sikap biadabnya yang kaya begini. Kalau kalian mempertanyakan, kenapa Angga bukannya bales baku hantam atau semacamnya. Ya karena dia baru banget bangun tidur, nyawa belum terkumpul sepenuhnya atau belum terkumpul seratus persen. Baru juga bangun kaya orang linglung, orang ada yang gedor-gedor kaya mergokin orang m***m. Terus pas pintu di buka langsung di hajar habis-habisan, terlebih lagi yang hajar Angga itu David, pacar Sisil. Pacar bukan sih? Entahlah! Angga tidak tahu menahu. Karena pikirnya sekarang David adalah pacar Sisil. “Orang gila lo,” Celetuk Angga lagi. Sepertinya percuma gak sih? Ngelayanin bocah ABG yang emosinya masih belum stabil kaya David begini? Mana marahnya gak jelas dan bertujuan. “Emang ya, otak lo tuh gangguan. Masa adek lo ilang udah seminggu lebih lo gak nyariin,” Ucap David yang sudah mati-matian menahan emosinya. “Kayanya lo deh yang sakit jiwa,” Langkah Angga berhenti, dan membalikan tubuhnya ke arah David. Wajahnya yang sudah ngilu sekaligus penuh dengan darah segar itu membuat Angga tersulut emosinya setelah Angga sudah bersusah payah untuk menahan hal itu agar tidak meledak. “Lo cowoknya kan? Kenapa gak lo aja yang cari?“ Ucap Angga. Menjijikan memang. Akhirnya David kembali melayangkan pukulannya, “Lo kan kakaknya anjing! Apa perlu gue garis bawahi kalau kalian adik kakak sekandung?” Menerima pukulan itu lagi membuat Angga terkekeh pelan, “Sekandung kata lo?“ Tangannya menyeka darah segar yang keluar dari hidungnya. “Sejauh apa sih lo kenal gue sama Sisil sampai-sampai lo bisa menilai dan menebak tentang hubungan keluarga gue sama dia?” Kepala Angga menggeleng pelan, “Lo gak tahu apa-apa tentang keluarga gue Dav,” David diam, sedikit mencerna setiap kata yang di lontarkan Angga di setiap ucapannya. Gimana? Kenapa ucapan Angga terdengar ambigu gini sih di telinganya? Oh! Dan juga ucapan Angga membuat dirinya sedikit tertampar dengan kenyataan. Rasanya David seperti menjadi pahlawan yang kesiangan, sialan! “Ayolah! Don’t be superhero for that’s slut!” “Apa lo bilang?!” BUGH!!! Pukulan itu kembali melayang ke arah Angga, dan kali ini Angga membalas pukulan David secara bertubi-tubi tanpa memberi celah sedikit pun kepada laki-laki tersebut. “Mau gue nyariin dia kek, mau enggak kek. Itu urusan gue,” “Jadi, lo gak usah ikut campur tentang urusan keluarga gue sama Sisil,” Sesudah Angga memukul David di titik tubuh rawan laki-laki itu, seperti halnya perut dan paha. Membuat David sedikit mengerang kesakitan. “Chill! Lo gak usah heran kenapa gue gak mukul muka ganteng lo. Karena gue tahu muka cowok itu segala-galanya, tapi karena lo udah ngerusak wajah gue. Gue kasih maaf deh,” Langkahnya menjauh dari David yang sudah terjatuh kaku di lantai. “Have a nice day!” Katanya dengan nada dingin. Namun, David tetaplah David. Laki-laki itu tidak akan menyerah sebagaimana ia benar-benar tidak tahu akar permasalahan di antara Angga dan Sisil. Tetapi yang jelas, dan yang pasti bukan karena masalah kematian kedua orang tuanya bukan? Terlebih lagi saat Angga mengucapkan perkataan ambigu tadi. “Gue memang gak tahu permasalahan keluarga lo kaya gimana sama Sisil, tetapi yang jelas lo harus tahu satu hal,” David menggantungkan ucapannya, berusaha bangun sebagaimana sekujur tubuh laki-laki itu sudah terasa nyeri semua. “Sisil Bipolar Bang,” Dan detik itu juga, Angga kembali memberhentikan langkahnya tanpa menoleh ke arah David sedikit pun. Percayalah, berita yang baru saja ia ketahui ini mampu membuat hati Angga hancur sehancur-hancurnya. Rasanya, Angga seperti gagal menjadi kakak untuk Sisil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN